Senin, 26 Desember 2011

HADIAH DARI SINTERKLAS


Dengan gembira, buru-buru saya membuka kotak besar dan berat yang diberikannya kepadaku. Ternyata isinya cangkul dan sabit. Saya memandangnya dengan seribu tanya.

“Hohohoho, sarjana itu tidak penting, Nak!” Dia menepuk pundakku.

Tiba-tiba semuanya gelap setelah dia menepuk pundakku, ada apa ini? Apakah barusan saya sedang di bawah pengaruh hipnotis, dan kukucek mataku segera mencari cahaya, ada yang menyelip di bawah jendela yang tertutup, ini ternyata pagi. Tak ada cangkul dan sabit, ternyata itu hanya mimpi.

Ah, syukurlah hanya mimpi. Hari begini, mau jadi petani dimana? Tak lucu jika saya diam-diam pergi menggusur gedung-gedung tinggi agar ada yang bisa saya garap. Lagipula kesuburan yang dikandung bekas tanah gedung-gedung tinggi tersebut telah dipakai cebok oleh orang-orang di dalamnya. Adapun kotoran mereka yang bisa jadi pupuk, apakah bisa mengembalikan kesuburan tanahnya? Makanan mereka banyak mengandung zat kimia yang bisa saja malah jadi penyakit bagi tanah itu sendiri.

Saya sebenarnya menyesal, tak sempat menyarankan kepada SinterKlas untuk menulis sebuah kalimat basi di keretanya “Tuhan memberikan apa yang kau butuhkan, bukan apa yang kau inginkan!”.

Pagi ini tidak ada apa-apa di dapur, saya hanya sarapan nasi(b) yang kemarin, untuk diteruskan hari ini…

HOME ALONE


Apa gunanya punya anak yang hanya bisa menjadikan keluarganya bahan gunjingan di tengah pesta karena keanehannya? Apa gunanya punya anak yang tidak bisa mendatangkan bahagia bagi keluarganya? Mungkin Tuhan hanya akan menghargainya dengan neraka, ganjaran bagi manusia yang tidak berbakti.

Orangtuanya dan semua saudara kandungnya telah sampai di pintu rumah surga mereka, tiba-tiba sang ibu bertanya pada mereka “Ada yang kurang, Pak! Salah satu anak kita tidak sedang bersama kita!”. Dan betul saja, mereka hilang satu.

Dengan cemas, mereka meminta agar si anak itu bisa dihadirkan di sana, dengan tiba-tiba datanglah si anak itu di tengah mereka, dan mereka telah lengkap untuk menikmati surga.

Namun, sebenarnya, itu bukanlah anaknya yang sebenarnya. Tuhan membahagiakan (menipu) mereka dengan mendatangkan sosok yang persis dengan anak yang sebenarnya. Sebenarnya anak itu sudah di neraka berteriak-teriak melolong minta tolong.

Namun dalam hatinya si anak terus berbisik “Saya mencintai kalian walau tak ada surga sekalipun!”. Begitulah, semua orang senang menjadi hakim! Sang anak telah menghakimi dirinya sendiri karena semua orang telah menjadi hakim, tak akan ada yang mau (sedikitpun) berubah posisi jadi tersangka.

Kamis, 22 Desember 2011

MANTAN

John Lennon pernah membuat home demoFREE AS A BIRD”, seperti benar-benar menggambarkan jiwanya tengah bebas. Seolah mempertegas dia telah sebagai John Lennon tanpa embel-embel keBeatlesannya lagi, namun anehnya Yoko Ono malah mengizinkan lagu tersebut dinyanyikan pada album terakhir The Beatles dimana John Lennon telah tiada. Tapi kemudian setelah mendengarnya utuh kita bisa memaklumi, pada bagian reff justru merupakan penyanggahan, pertanyaan tentang ‘kebebasan’ itu sendiri.

Whatever happened to
the lives that we once knew?
Can we really live without each other?

Bagian ini dinyanyikan oleh Paul McCartney, membuat lagu ini semakin menarik di telinga. Paul melalui suaranya (seolah) mengingatkan bahwa mereka pernah satu dan sungguh naif jika beranggapan fase tersebut bukanlah hal yang penting bagi mereka. Persahabatan Lennon-McCartney sungguh unik, karakter masing-masing jauh, jauuuuh berbeda.

Jika John Lennon, ingin bebas seperti burung yang terbang melengkapi luasnya langit, (hampir senada) Bob Dylan justru pernah berkata “No one is free, even the birds are chained to the sky.” Kebebasan seekor burung yang bisa terbang tergantung dari langit, apalah jadinya jika tak ada langit. Ah, saya telah sering membandingkan dua orang ini, mereka berteman baik dan saya menyukai dua-duanya. Mereka, dua orang yang pernah (dan masih) menjadi ikon perdamaian dunia tapi justru saya menangkap mereka orang-orang yang sulit berdamai dengan diri mereka sendiri. Mereka…. rumit!

Pembahasan di atas untuk merayakan kebebasan saya dari bangku kuliah. Haha! Oke, saya salah, berhenti saat finish sudah di bawah kaki, tinggal diinjak, tapi rasanya capek juga kalau terus-terusan berdiri dengan satu kaki dekat garis finish karena kaki satunya lagi diangkat, ancang-ancang untuk menginjak finish. Cinta dan Pemerintah, dua hal yang rumit bagi saya, setelah duduk di perguruan tinggi membuat saya harus menambah lagi list tersebut menjadi tiga : kuliah. Jujur saya hilang kesederhanaan berfikir setelah kuliah, setiap hari bertemu dengan beberapa ‘reptil’ (begitu temanku mengaTAI mereka). Orang yang sekolah tinggi, bahkan sampai ke luar negeri pun setelah kembali yah kembali, harus mengandalkan kelihaiannya menjilat. Yah seperti skripsi yang menjangkitiku setahunan ini, 10% kerja, 90% melobi (baca : menjilat).

Maka, hubungan pendidik dan yang dididik telah jauh dari hubungan saling menguntungkan. Pengajar merasa mereka sangat dibutuhkan, mengejar tandatangannya bak artis. Haha, saya ingin tertawa mengingat kejadian tadi malam, membuatku harus segera punya keputusan bulat yakni “Tinggalkan!”. Berikut kronologisnya :

Di depan rumah aleena beliau, (kita sepakati saja disingkat jadi Bu AB) saya bertemu dengan pembantunya yang tengah menemani Ibunya Bu AB menjual di warungnya.

Saya : adaki ibu AB di dalam?

Pembantu : tunggu dulu saya tanya sama ibu haji nah…

Dia ke dalam warung dan keluarlah ibu haji mempersilakan saya masuk “Masukmaki, Nak! Adaji itu di dalam.” Pembantu itu menuntun saya masuk sembari setengah berbisik. “Takutka’ tanya langsung ma Bu AB kaa takutka dimarah-marahi lagi!” Duh, makin nggak enak perasaanku.

Bu AB : “Eh Inayah, dudukmako duluuu!” (Dia ke depan sebentar kemudian kembali) “Kenapako Inayah?”

Saya : “Bu, minta maaf Bu. Ada SKnya PD1 bilang angkatan 2004 harus proposal minggu ini, jadi saya mau minta tandatanganta’ sebagai Pembimbing II”

Bu AB : “Oh, pernahmi ketemu PD1? Apa-apa mubilang sama dia?”

Saya : “Saya hanya cerita kalau saya tidak punya kesempatan untuk urus-urus bu.”

Bu AB : “Hanya itu?” (Dia akhirnya meminta pulpen dan menandatangani lembaran itu) “Kau nda’ bilang saya di Belanda?”

Saya : Dia sempatji bilang bu, bilang ---Bu AB ada ke Belanda di’?---“

Bu AB : “Jadi kau bawa-bawa namaku supaya kau bisa diloloskan. Kau jual-jual namaku di fakultas supaya kemalasanmu bisa dimaklumi, nda’ mauka saya nah!” (Saking marahnya, pantatnya pulpenku terlempar, terlepas, jatuh di lantai. Saya hanya bisa mengalihkan pandangan ke punggung suaminya yang duduk tak menghadap ke kami, diam dari tadi mendengarkan tragedi ini. Haha)

Saya : “Nda’ji bu! Saya nda’ bilang saya salahkan ibu!”

Bu AB : “Pokoknya tidak mauka’, kau harus konfirmasi dulu sama PD1 bilang bukan salahku kau di D.O. nah… Kauji yang malas. Tiap hari saya di Belanda saya buka e-mail, saya selalu tunggu e-mailmu tapi nda kau nda pernah muncul!”

Eh, baru tahuuuuuuu kalau bisa email-emailan ma dia. Cwihhhh! Sempat ada kakak kandung menyarankan untuk e-mail ke dia tapi saya urungkan. Sepertinya dia orang yang ‘melakukan’ harus melalui kesepakatan dulu, tiga orang dosen telah mewanti-wanti saya soal ini. Pembimbing I pernah menanyakan nasib saya saat mau membubuhkan tandatangannya di persetujuan pembimbing. “Janganki dulu tandatangan Prof karena belumpi natandatangani Pembimbing II”. Dia kemudian bilang kalau saya harus hati-hati ma ibu yang satu ini, salah-salah nanti malah dipersulit. Widih yang professor saja bilang gitu, apalagi yang lain. Dan benar saja, seorang dosen yang lumayan dikenal suka mengakrabkan diri dengan mahasiswa pernah bertanya. “Inayah, bagaimana proposalmu dek?”. Saya bilang “Nda taumi, Pak. Masih sama Pembimbing II”. Bapak itu kemudian bermuka kesal bergosip dengan temannya “Edeeedeeeh, kenapakah itu Ibu begitu sekali, na ini anak maumi di D.O., seharusnya dia menger-mengermi sedikit!”. Salah satu dosen perempuan lainnya pernah juga memperingati saya “Hati-hati dek bicara sama Kak AB supaya kau nda napersulit, good luck nah!”. Haha. Berbekal dari nasehat dari mereka, setahunan ini saya merasa kemahasiswaan saya sudah tak aman. Bu AB juga pernah meloloskan judul pertama saya namun kemudian dibatalkan karena ternyata judul itu sudah ada yang angkat. Temanku kesal “Kenapa na begitu jurusanta’ Nay, saya di jurusanku naperiksa betul-betul sekertaris jurusan, tidak adapi samanya secara substansial itu judul baru natandatangani berkas pengajuan judulta’!”. Saya hanya geleng-geleng kepala, bukan saya masalahnya, yang masalah adalah KE-CE-ROBOH-AN-NYA itu Ibu AB. Selalu ‘cari aman’ di depan birokrasi fakultas, muka sopan depan dosen senior, sok disiplin ma mahasiswa.

Saya pernah dapat bukti kalau dosen-dosen muda di jurusan takut sama dia, catat yah : takut, bukan segan. Pernah seorang dosen junior mencaci maki saya “bodoh” dan “malas” di depan banyak dosen di ruangan jurusan, padahal setahu saya ibu yang satu ini baik sekali, tidak pernah berkata kasar, semua mahasiswa bilang dia baik, dan saya kemudian pun tahu bahwa ibu itu jadi berubah temperamen, pura-pura marah ke saya agar dia bisa dicap ‘sok perhatian’ sama mahasiswa. Orang baik pun terpaksa jadi reptil di depannya, ckckck berbahaya sekali, menulaaaaaaarrrr!

---Jeda iklan telah selesai, kembali ke ruang tamunya Bu AB. =P

Bu AB : “Kita berdua harus menghadap hari jum’at ke PD1, konfirmasi. Ini tanda tangan saya ambil nah. Saya tidak mau nah, kita ini orang hukum. Kau tahuji too? Kau itu, kalau bukan kasihan saya tidak tolongko Inayah! Kau itu, menjual muka ingin dikasihani terus.”

Dia mengambil lembaran yang sudah dia tandtangani tadi dan melipatnya.

Bu AB : “Sudahmi, pulangmoookooo dulu!” 

Dia kemudian masuk, memunggungi saya. Saya ingin pamit ke dia, selayaknya tuan rumah dan tamu, tapi sebelum saya pamit pulang dia sudah memunggungi saya, telah dua kali terjadi. Saya pernah punya niat memamerkan kesombongan saya juga padanya, maksudnya membalas sikapnya ke saya, tapi ini hanya lelucon saya via sms dengan teman saya (yang juga berada di ujung tanduk).

Saya : “Begitu di’, janji selesai sama-sama, kalau d.o. juga sama-sama. Pembohong!”
Lee : “Saya kan ada bakat poliTIKUS, Nay, jadi janganko heran. Haha. Sori nay, maafkanka’. Apa yang bisa kubantukanko supaya sama-samaki bisa selesai? Saya siap jadi tukang ojek, antar2ko pii rumahnya dosen”
Saya : “Saya mau diantar pakai helikopter sekalian supaya bisa dipamer sama mereka. Ini, apaaa? Ojeeek? Ngga keren, tidak bisa dipamer, memalukan!  :P”

---- Nda usah dilanjutkan, nanti yang baca ketularan gila!

Jadi telah setahun ini, saya mati-matian menghidupkan kembali sebagai mahasiswa yang menyelesaikan kemahasiswaannya dengan baik, urusan rumah sering ditelantarkan, bersahabat ma kopi, tapi kejadian tadi malam membuat diri saya mati. Saya bukan mahasiswa lagi, bukan alumni, tapi mantan mahasiswa! Oke Bu AB, sepertinya hubungan kita akan baik-baik saja seandainya kita bertemu di kemudian hari bukan sebagai mahasiswa-dosen, tapi sebagai masyarakat biasa, tanpa embel-embel keilmuan (baca : sekolah/pendidikan).

Umur kemahasiswaan tinggal sehari lagi… Mari hitung mundurrr….!!!!

Sesekali melirik jam di hape, sementara itu telpon beberapa kali dari Mak, dari kakak, dari teman seperjuangan tak ada yang kuangkat. Wahai kaliaaaaaan, bersabarlah, saya sedang menunggu momen istimewa yang akan kukabarkan kepada kalian! Jadi jangan menelpon, hanya akan mengganggu kekhusyukan ini, jadi tak akan saya angkat. Okeeee?


Oke Nay, rayakan saja!

Rabu, 21 Desember 2011

MERDEEEEKAAAA!

Akhirnya, tidak perlu berjuang lagi, tidak jadi sombong karena berhasil menyelesaikan strata satu. Siapa yang mau menemani saya merayakannya malam ini dengan menonton film APU TRILOGY?

Senin, 12 Desember 2011

batal ngantuk

lima menit yang lalu merencanakan menunaikan tidur, tapi tiba-tiba menemukan gambar ini... ngantuk entah pergi kemana, mungkin pulang pagi lagi.

mungkin bilang "mari berbincang, ada dua cangkir di sini!" =P























*langsung meluncur ke belantara file nyari mp3 'One More Cup Of Coffee (Valley Below)'

Sabtu, 03 Desember 2011

Membajak 50/50

Postingan ini sebenarnya tidak penting, hanya ingin merayakan, kalau Film 50/50 telah tersedia di lautan dunia maya endonesaaaaa, walau kualitasnya masih sedang yang jelas masih bisa dinikmati. Lagian sepertinya film ini tak akan tayang di bioskop, masih banyak hantunya kapang.
Film ini berkisah bagaimana seorang pemuda menghadapi penyakit kankernya. Ditemani sahabatnya, dia berusaha mengisi hidupnya dengan canda-tawa. Dengan enteng dia memperkenalkan diri kepada gadis-gadis yang belum dikenalnya sama sekali di sebuah cafe, dengan kalimat "Hey, I have cancer!", haha, yah ini dark-comedy. Di bawah ini trailernya, yang memperkenalkan telinga saya dengan musik Edward Sharpe & The Magnetic Zeros, salah satu lagunya yang berjudul "Carries On" menghiasi trailer film ini. Cekidot!



*sambil bersenandung "one love gimmi gimmi, one smile gimmi gimmi...!" hehe

Kalimat Paling Sedih : "Jangan Lupakan Aku!"

The sweetest songs are sung by lovers in the moonlight,
The sweetest days are the days that used to be.
The saddest words I ever heard were words of parting
When you said "Sweetheart, remember me."

Remember me when the candle lights are gleamin',
Remember me at the close of a long, long day.
Just be so sweet when all alone you're dreamin'
Just to know you still remember me.


Remember Me (When The Candlelights Are Gleamin'), salah satu lagu yang dinyanyikan Bob Dylan dengan Joan Baez di hotel saat mereka dan teman-temannya tengah istirahat. Video ini merupakan cuplikan dari bonus dokumenter DON'T LOOK BACK (1967), yang hanya bisa didapatkan dengan membeli edisi re-releasednya (2007). Tapi beruntunglah, tim yutub tidak memblok video ini, so sudah disedot sebelum terlanjur dihapus sama yutub. Huahaha!



Bagusnya! Sepertinya lagu ini tepat sebagai ost. kalimat selamat datang di blog gadissurat ini : "Tenanglah... Aku hanya meninggalkanmu, bukan melupakanmu..." Jiaaaah.

Jumat, 02 Desember 2011

tidak penting

Jika KAU menjanjikan martabat bagi orang yang berilmu...
Selanjutnya jika saya yang jadi tuhan, saya akan mengutuk orang-orang yang suka mengmewah-mewahkan ilmu mereka, mendamparkan mereka ke zaman dimana ilmu mereka tak bisa dipakai sama sekali, karena yang mereka sombongkan sebenarnya bukan ilmu tapi sekolah mereka...

Bersyukurmi, saya bukan tuhan! Seandainya saya tuhan, saya tidak perlu capek-capek sekolah, memikirkan banyak hal yang tidak perlu, yang di'ada-ada'kan oleh orang sehingga nampak sangat dibutuhkan dalam hidup. Pengetahuan-pengetahuan yang tidak penting membuat banyak orang tak lagi sederhana, tak banyak waktu untuk bisa lebih mudah bahagia. Berfikir memang membuat otak tajam, namun jika terus-terusan berfikir sampai yang tidak penting pun difikirkan, bisa jadi ketajaman otak itu untuk 'bunuh diri' otak itu sendiri.

Woyyy, dunia ini dibangun dengan kerumitan, nyadar woy! Kalau mau yang sederhana, yah jadi orang gila sanaaaah!

Kamis, 01 Desember 2011

PR dari MEVI*

 *) http://mestand.blogspot.com/

1.      Tokoh panutan dalam hidupmu siapa? Sebutkan alasannya yang dapat menggugah air mata!
Bapakku alm., semua laki-laki bisa jadi ayah bagi anaknya tapi tak semua bisa jadi sahabat bagi anaknya.

2.   Paling males kalo disuruh ngerjain apa? Kenapa?
Disuruh tidur tapi doyan tidur juga sih, hehe. Yeah, begadang sebenarnya adalah jadwal bagi orang-orang yang sudah bosan dengan “kerja di pagi hari, istirahat di malam hari”.

3.   Pernah marah ga?
Yah normalnya pasti pernah

4.   Sebutkan alasan kenapa?
Yang pastinya tidak suka kejadian-kejadian itu, saya juga bingung menjelaskannya.

5.   Kalo bisa nambahin cabang olahraga untuk ditambahkan di kompetisi Sea Games kemarin, apa yang paling cocok? Harus mewakili apresiasi bangsa dan negara ya!
KORUPSI, haha!

6.   Sebutkan hal yang belum pernah kamu bisa dapetin sampai sekarang.
Pengen punya kamera yang canggih.

7.   Makanan apa yang menurutmu paling aneh didunia dan pengen kamu cobain? Makanannya harus beneran ada dan bisa di cari di mbah google ya kalo ada yang mau tau bentuknya :D
Tunggu dulu saya googling, hehe…

8.   Sebutkan 7 keajaiban dunia menurut versimu.
Adanya internet, surat2an Nazaruddin dengan pak Esbeye (gak nyangka dibalas), acara musik jadi acara gosip (lebih ke keanehan daripada keajaiban), ketemu guru SDku, ada angkot, ada eskrim, sandaljepit, masih banyak lagiiiiiii…

9.   Sebutkan mimpi teraneh yang pernah kamu alami.
Saya bertemu anak kecil laki-laki dengan rambut keriting, dan saya akrab dengannya, saya berfikir itu alm. Bapak saya.

10. Kalo ada kesempatan untuk main film Hollywood, kamu mau main film  bareng siapa?
Tom Hanks, saya berperan sebagai anaknya, huahaha! Dasar yatim.

11. Andai kamu presiden Amerika, apa yang akan kamu lakukan untuk menjaga hubungan baik terhadap semua Negara-negara di dunia, terutama dengan predikat Negara adi kuasa. Jawaban harus serius dan berbobot.
Menghimbau kepada seluruh negara untuk bersekutu, ‘menyumbangkan’ militer mereka, bukan untuk berperang tapi untuk menyebarkan benih pohon karena konon Amerika termasuk penyumbang polusi terbanyak di bumi.

Rabu, 30 November 2011

PERAHU SENYUM

Jika seorang teman pernah mengataiku Kuda Nil, kerjanya menguap melulu di kelas...
Jika seorang teman pernah menggelariku Badak karena lebih suka jalan kaki mengitari unhas...
Kali ini saya ingin punya telinga gajah, mengibas-ngibas untuk mengusir serangga dan (mungkin) mengatup untuk tak mendengarkan yang tak mau didengarkannya. Haha, semuanya harus lucu!

Hari ini, tak berhasil bertemu PD1. Dalam keadaan darurat seperti ini, ngemis untuk diberi kesempatan menjadi mahasiswa satu semester lagi adalah ide satu-satunya. Tiga rumahnya kudatangi, tak satupun berisi dirinya, tolong, saya bukan Ayu TingTing. HPnya tak bersamanya, yang ngangkat seorang putrinya. Skenario-Mu memang canggih, Tuhan! Saya hanya bisa sok bijak, kalau ingin mendengar kabar baik harus keliling kota dulu. Sudah pengen nangis sih, saya termasuk mudah nangis, tapi tiba-tiba saya memikirkan sesuatu...


Sebelum matamu pecah, menumpahkan airnya, paksakan dirimu tersenyum. Sebelum kau tak bisa bernafas lagi karena telah tenggelam, secepat mungkin mekarkan senyummu, jadikan perahu untuk menyelamatkanmu sebelum kau benar-benar sudah tidak bisa menyelamatkan diri.
Haha, ini bukan tips, ini hanya sekedar ide konyol yang tiba-tiba bercokol di kepalaku tadi siang. Dalam hal ini, kayaknya harus sering-sering melototin gambar Joker, yang punya banyak 'perahu', banyak joke-joke menyedihkan yang dia lontarkan agar terpaksa lucu.

Jika dunia nyata telah terlalu banyak melukai, saya harus segera mengungsi, ke dunia maya. Segera mencari warkop karena si SHIRO lagi malas berlari, sudah lama tidak memberinya nutrisi, uang habis buat keliling kota jadi tidak ada tersimpan buat beli pulsa untuk SHIRO. Power laptop tinggal 10%, sudah bunyi-bunyi kayak alat pendeteksi detak jantung di ruang ICU. Colokannya segera dihubungkan, dan... baterainya tak terbaca sedang dicharge. Saya ulangi sampai tiga kali pada colokan yang berbeda di warkop tersebut, pun sama. Lunglaaaaaaai! Laptop buluk ini tak membaca aliran listrik, mau disubsidi pakek apa lu, hah? Pakek ciuman? Jangan sampai penjaga warkopnya ngira saya gila dan dengan segera memberiku nama : Plankton. Cappuccino pun tak sempat kuhayati, di luar sudah gelap dan warkop ini telah rame akan nyamuk. Baiklah, ini sepertinya pertanda untuk pulang lebih cepat dari biasanya.

Langsung mengagendakan ke MTC besok nyari charger baru. Tak jauh dari tempat itu pun beberapa hari yang lalu si MUHRIM terpisah denganku, tersesat di tangan pencuri. Saya jadi begidik sendiri, jangan-jangan ini penolakan dari zaman digital terhadap diri ini. Pelan-pelan, sepertinya diri ini dijauhi teknologi satu-persatu. Naik pete-pete, dapat kursi paling belakang, dengan perasaan yang aneh sambil mandang lampu-lampu mobil/motor yang ngantri di belakang. Jangan-jangan itu bukan mobil, jangan-jangan mereka itu sekelompok harimau liar yang matanya bisa bersinar dalam gelap. Seraaaaaaam! Makin horor karena membayangkan diri ini menggigit-gigit kaki sendiri dalam mobil, gara-gara tadi digempur sama nyamuk pengen ngegaruk tapi tadi pagi sudah potong kuku.

Berleha-leha di jalan menuju rumah, gaya jalan kayak orang mabuk padahal hanya neguk air minum biasa bekal dari rumah dari tadi siang. Suasana kompleks juga lagi sepi, hanya kodok yang kedengaran kayak membunyikan terompet satu sama lain, sambil memikirkan dimana bisa kucuri benda yang bernama 'telinga gajah' (daun telinga yang lebar, bukan Telinga Gajah yang krupuk!) dan membayangkan dari colokan listrik di rumah nanti keluar ranting-ranting lunak pohon yang pelan-pelan mencekik sekujur badan.

Sampai di rumah, buru-buru cobain cargher laptop, dan................ berhasil! Alhamdulillah, akhirnya gak jadi menjadi manusia purba yang kesasar di era digital. Tiba-tiba kepikiran untuk membuat bahagia diri sendiri. Setiap hari, setiap bangun pagi, saya harus membuat kabar baik untuk diri sendiri : D.O. memang tidak keren, tapi D.O. itu tidak selalu buruk, Nay!

Minggu, 27 November 2011

D.O.

do, (bukan) do re mi, tapi de-oo!


Bangga jika sarjana, di Indonesia, sepertinya itu telah lama sekali, sekitar tahun 70,80,90-an, saat mereka masih disebut dengan titel Drs. dan Ir. DROP-OUT, siapa yang pertama kali menemukan istilah ini? Ingin rasanya mengalungkan bunga di lehernya. Dan siapa pula yang berusaha menyingkatnya menjadi D.O.? Ucapan terima kasih yang banyak buatnya. Karena D.O. di pikiranku bisa berarti banyak.

D.O. IT
D.O.ING
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
. namun, bisa juga berarti...
BOD.O.H

Kamis, 24 November 2011

(bukan) TANAH AIR BETA



Kaget lihat video ini, atlet Indonesia yang tanding pada video di atas justru mendapatkan emas. Yah "sesuatu" itu memang selalu mempunyai dua sisi, jika itu bukan "kehormatan" itu sudah pasti "kemaluan", haha!

Lebih baik mendapatkan juara II tapi dengan usaha emas, seperti yang ditampilkan tim Garuda Muda di pertandingan final. Banyak yang kecewa dengan mereka, tapi lebih banyak yang lebih suka mencela lawannya : Malaysia, sebuah negara yang banyak menganggapnya sebagai musuh bebuyutan Indonesia. Hal-hal yang tidak ada sangkutpautnya dengan olahraga dibawa-bawa untuk membangkitkan (red: memanas-manasi) nasionalisme. Ada yang menyalahkan wasit, sepertinya kita susah menerima kalau kita memang 'buruk'. Jika tak mau menerima kenyataan, bagaimana kita bisa memperbaiki diri? Jangan karena kita tidak bisa main lebih baik dari orang lain lalu serta merta kita bisa dengan gampang menyalahkan orang lain yang memang bisa bermain lebih baik.

Memang banyak hal-hal yang membanggakan dari Indonesia, banyak yang setengahmati berjuang di perhelatan internasional agar Indonesia Raya bisa berkumandang setelah perlombaan tapi semua seolah tak ada artinya jika dibandingkan dengan sikap para birokrat kita, korupsi adalah berita yang membuat nama Indonesia terngiang-ngiang.

Kembali ke bola. Titus Bonai, Patrich Wanggai dan Oktavianus Maniani adalah tiga di antara pemain sepakbola berhasil menghantar Indonesia menuju final. Seorang teman berkelakar "Jadi apa Indonesia tanpa Papua? Papua berhentilah bergolak, banyak putra-putramu memperjuangkan merahputih!". Haha, lucu. Saya kemudian bilang "Jadi apa Indonesia? Bukan Indonesia, tapi PAPUA MERDEKA yang sedang di final". Dengan mudahnya kita menempelkan Indonesia...

Kenyataan bahwa mereka yang dari Papua dengan bangga berjuang untuk merah putih membuat kita miris karena saat mereka membela Indonesia sementara saudara-saudara mereka terus-terusan dianaktirikan. Lalu, mengapa kita masih harus ber'negara' jika negara itu sendirilah yang menginjak-nginjak? Jika Papua merdeka, paling tidak mereka telah punya atlet bola yang handal. Haha...


Yah, memang aneh rasanya juga harus jadi lawan dari 'mantan', Timor Leste. Apakah Papua akan mengikuti jejak mereka? Papua Merdeka terus-terusan dicap separatis. Hey, siapa yang lebih separatis? Telah lama Pemerintah bersikap separatis terhadap mereka, menganggap mereka seolah bukan warga negara Indonesia, alamnya terus-terusan dimanfaatkan dan penduduk pribuminya hidup menurut adat mereka sendiri tanpa ingin tahu bahwa wilayah mereka dibawah naungan NKRI. Menjadi warga negara siapa sepertinya tak begitu penting bagi mereka. Toh jaminan untuk warga negara seperti kesehatan tak pernah sampai kepada mereka dengan baik.


Mari kita lihat, bisa apa Indonesia hanya dengan Pulau Jawa? Bisa Apaaaaaaaa???

Selasa, 22 November 2011

Dapat UNFINISHED GOWN

Ada kiriman dari kak SHANTI YANI RAHMAN, seorang pelukis berbakat yang dimiliki Makassar. Dia mengirimnya dari tanah kelahirannya, Sorowako. Sebenarnya dia dan keluarga kecilnya telah menetap di Makassar, hanya dia baru saja dikaruniai bayi kembar.
Menurutku, hadiah yang paling berkesan dari seseorang bukanlah benda-benda yang dibeli, tapi sebuah karya yang dibuat oleh tangan sang pemberi sendiri. Terima kasih kak Shanti, kirimannya telah sampai di tanganku dengan baik wal-afiat. Sayaaa sukaaa.... dan selamat kak, telah jadi surga untuk ketiga kalinya (Zidan, Zaira dan Zaila). =)

UNFINISHED GOWN (Shanti Yani Rahman)

*Penampakan yang di belakang itu, nda' penting sekali.
Maaf, kamera paling canggih di rumah hanya kamera laptop.

Minggu, 20 November 2011

in memoriam si MUHRIM


MUHRIM*, setahunan bersamaku. Kuberi nama MUHRIM karena Makku telah menitipkan saya kepadanya, katanya kalau saya di luar sulit dihubungi. Maka setelah si CORA** dimuseumkan, tugas-tugasnya beralih ke si MUHRIM ini, fungsi paling utamanya adalah tempat Makku berteriak di telingaku jika saya lupa pulang, menghilang di belantara malam.
Telah dua jam MUHRIM tak menemaniku. Hiks! Foto di atas, adalah momen terindah selama bersamanya, saat semua ruangan digelapkan agar seisi rumah bisa terlelap, saya masih bermain-main menggunakan senternya, poto-potoan pakek kamera laptop alakadarnya. Hehe
MUHRIM, bagaimana kabarmu? Rindu menengokmu setiap setengah jam...


nb : menemukan video ini di tengah kehilangan MUHRIM




"Somebody else could have replicated the Stones. Nobody could have been Dylan or the Beatles." Steve Jobs benar-benar menyukai Bob Dylan dan The Beatles, yeeeah!




*NOKIA 1202
**NOKIA Express Music 5220

Sabtu, 19 November 2011

untuk N, N dan N

*untuk 3 N yang telah lama tidak menghubungi dan yang tidak bisa kuhubungi dengan caraku

kepada NO
> hey apakabar dirimu? terutama otakmu? masihkah kau merasa jenius walau telah jadi 'budak negara'. dulu, otakku sering tercengang jika mendengarmu berbicara, disisipi dengan berbagai macam teori dan istilah-istilah ilmiah yang tak semua orang punya kamusnya di otaknya. jika mungkin kau merasa mendekati jenius, hanya saja saya merasa masih jauh, dan itu tak apa-apa. pada akhirnya saya tahu, jenius itu bukan tentang apa yang kau baca, bukan tentang apa yang kau bicarakan, tapi tentang bagaimana kau berusaha menghadirkan masa yang jauh berada di depanmu hidup di zamanmu, bagaimana kau membuat waktu seolah bocor, bagaimana kau melawan keadaan.

kepada Nd
> telah lama kabarmu tak berhasil sampai ke telingaku, saya memang telah menjauh dari orang-orang yang bisa saja mengabarkan sesuatu tentangmu, dan kau sudah tak berada lagi di tempat yang sering kutemui : kesakitan. yang artinya kau telah bahagia, itu mungkin yang kau cari selama ini. jika telah menemukan buat apa mencari lagi, begitu kan? tak ada lagi puisi-puisimu, dimana hanya di puisilah tempat kebahagiaan itu bisa hidup. kenyataan memang lebih dari mimpi buruk. "Penulis punya banyak persediaan mimpi buruk", begitu kata Sport, teman Harriet si Mata-Mata. yah, hidup (termasuk mimpi dalam tidur) itu rumit, sepertinya dalam fiksilah kita mencoba menyalurkan kesederhanaan kita. kau telah sederhana... mungkin saya harus mencoba kehilanganmu sebelum kau benar-benar hilang dariku...

kepada Nur
> wah, kau mahasiswa sekarang. menyedihkan sebenarnya, pemuda sepertimu yang terwarnai oleh zaman yang alay harus tenggelam menjadi mahasiswa di fakultas yang sama sepertiku. suatu hari kau datang dan telah SMA, kau telah menjadi remaja pemalu dan canggung. bukan, bukan dirimu yang sekarang kuinginkan, saya merindukan dirimu yang anak-anak. tapi, mungkin kau pun mengharapkan diriku yang anak-anak. hiks. aneh, kita pernah anak-anak bersama, menit ini kita baku bombe', menit berikutnya baikan karena kau mengiba dibagikan uang jajan, dan saat kita makan snack yang telah kita beli kita akan tertawa-tawa lagi, bahagia lagi. masa kecil memang indah, saat kita masih punya banyak stok bahagia dan usia membuatnya tanggal satu demi satu...

nb : tambahan untuk diri sendiri
kepada NAY
> dirimu semakin membosankan. menonton beberapa film aneh yang sepertinya tak akan sekalipun dipajang di bioskop tidak berhasil membuat kegilaan kembali. buku-buku, lagu-lagu juga ikut meramaikan suasana bosan ini. ohyah satu lagi, bertemu dosen (perempuan) itu membuat malas, malas itu melebihi bosan. menikmati es krim atau es tong-tong, hanyalah salah satu momen saat hidup ini terasa tak membosankan, sayangnya es cepat meleleh. sesekali menulis di blog ini pun dalam rangka memerdekakan pikiran walau dalam waktu singkat. juga saat 'menabung' di WC, ketika kran dinyalakan, entah mengapa banyak hal-hal yang mengalir di kepala, saya pun tak tahu asalnya darimana. konon, memang banyak orang mendapat inspirasi saat sedang buang air besar/ sedang di WC. aneh juga, sayangnya keanehan itu hanya ada di WC. haha! ohhoh, dimana planet sebenarnya kau berasal sementara ada beberapa manusia bumi yang meminta dirimu untuk membahagiakannya? dimana dirimu ingin berada? kemana dirimu ingin menghilang?

Selasa, 15 November 2011

Mari Memeluk Pohon

Save The Tree, salah satu episode Shaun The Sheep yang membuat pikiranku lumayan terjarah dibandingkan episode yang lain. Membuat saya teringat kepala sekolahku waktu sekolah dasar, tempatku menyalurkan rasa ingin tahuku waktu kecil saat jawaban-jawaban yang kudapat dari orang lain justru membuatku semakin bingung. Mulai pertanyaan pelajaran, berita politik yang kudengar sampai dongeng-dongeng pun kutanyakan padanya. Mengapa banyak orang yang takut kepada pohon besar, apakah memang benar ada jin yang hidup di dalamnya? “Itu syirik, tidak boleh. Pohon itu pohon biasa seperti pohon-pohon yang lain!”, begitu jawaban Nenekku.


Tapi jawaban berbeda justru kudapatkan dari Pung Uleng, guru favoritku ini. Dia dengan bijak mengatakan, “Orang jaman dulu membuat cerita seperti itu agar kita menyayangi pohon tersebut, karena pohon itu banyak manfaatnya, dia banyak menghisap air jika curah hujan lebat, kalau kamu jalan-jalan di sana pada siang hari, kamu tidak akan kepanasan kan?”. Saya mengangguk dalam hati. Dia guru terbaik yang pernah kukenal.

Mitos-mitos semacam ini memang pernah hidup di nusantara, banyak orang membawa sesajen di bawah pohon besar, ada pula kepercayaan Hindu yang berasal dari India dimana para bertapa dianjurkan bersemedi di bawah pohon besar. Yah begitulah sejarah mengungkapkan bahwa nusantara terbangun dari nilai mistis, sangat dipengaruhi oleh agama Hindu yang berasal dari India. Di India sendiri, pernah terjadi pemberontakan dahsyat yang ada hubungannya dengan pohon, lebih dikenal dengan nama Chipko Movement, chipko artinya memeluk. Hutan tempat mereka menggantungkan hidup sehari-hari terancam digusur oleh pemerintah. Uniknya, aksi memeluk pohon ini dilakukan oleh para perempuan.

Apakah episode Shaun The Sheep yang ini dipengaruhi oleh Chipko Movement tersebut? Yah kita tidak dapat mengingkari, India pernah sebegitu mengubahnya wajah dunia. Siapa yang tak mengenal Gandhi, masa mudanya dihabiskan untuk belajar menghargai perbedaan tanpa mengikutsertakan kekerasan. Ini seperti menampar keras negara-negara Eropa yang merasa paling ter di dunia dengan memamerkan persenjataannya yang canggih melalui perang. Seketika masyarakat dunia merasa harus pindah haluan, menuju ke Asia. Jadilah pemikiran-pemikiran Gandhi mewarnai dunia, tak lupa ‘sedikit’ kultur India mempengaruhi kaum muda pemberontak perang masa itu.

Kaum ini, kemudian lebih dikenal dengan nama hippy. John Lennon yang sangat mengagumi Gandhi mengantarkan The Beatles memutuskan untuk mengadakan perjalanan spiritual ke India. Jadilah musik ‘empat ajaib’ ini disusupi musik khas sitar petikan George Harrison. The Beatles kemudian melepaskan kostum jas seragamnya dan tak lagi mengenakan rambut moptop. Bukan The Beatles kalau mereka tak bisa mempengaruhi dunia, banyak pemuda mengenakan warna-warni (warna cerah khas India) turun ke jalan seolah menghina media dan televisi yang masih diisi hitam-putih. Mereka mengajak untuk berhenti mendengarkan berita tentang betapa hebatnya negara mereka dengan berperang, pikirkan tentang berapa orang yang telah dibunuh oleh negaramu.


Mereka membagi-bagikan bunga kepada yang mereka temui,  bahkan memasangkan bunga pada moncong senjata para aparat yang mengawal aksi mereka di jalan. Mengajak orang sebanyak mungkin berkumpul di sebuah tanah lapang yang luas, mendengarkan lagu-lagu keresahan akan perang atau sekedar pentas puisi menuntut perdamaian. Kemudian dikenallah Pete Seeger yang terkenal dengan Hammer Song-nya, Bob Dylan yang mengajak kita bertanya kepada angin (lebih tepatnya bertanya pada diri sendiri), atau puisi Allen Ginsberg yang menemukan banyak airmata di ‘library’ negaranya sendiri. Isu tak melulu tentang perang dan damai, masih banyak tema yang mereka suarakan.

They took all the trees, and put em in a tree museum
And they charged the people a dollar and a half to see them
No, no, no, don't it always seem to go
That you don't know what you've got till it's gone
They paved paradise, and put up a parkin' lot

Begitulah rangkaian lagu ciptaan Joni Mitcell membayangkan masa depan. Saat tak ada tempat bagi petani atau sekedar lahan untuk para pejalan kaki karena semuanya telah berfungsi sebagai parkir. Tak ada lahan kosong lagi untuk alam sebab pabrik-pabrik yang begitu banyaknya telah dibiarkan bernafas senyaman mungkin, sementara pohon-pohon telah diawetkan (hanya) menjadi pajangan di museum.

* * *

Beberapa bulan lalu saya sepete-pete* dengan dua orang bule. Mereka menyetop pete-pete ini dari Pasar Sentral menuju ke Terminal Daya. Saya memberanikan bercakap-cakap dengan mereka padahal Bahasa Inggris saya terbilang menyedihkan. Haha! Saya pun tahu, mereka berasal dari New Zealand, tujuan mereka ke Tana Toraja. Tapi, saya sebagai orang timur dibuat mereka lumayan berfikir. Selama ini saya tahu mereka orang yang dimanjakan kecanggihan, mengapa pula mereka mau repot-repot berpanas-panas ria mengendarai pete-pete padahal naik taxi bisa lebih nyaman bagi mereka.

Atau jangan-jangan mereka berwisata ke endonesa justru menghindari kecanggihan, bosan dengan berbagai kemudahan itu, apalagi saya pernah mendengar di Eropa sedang santer-santernya pertanian organik.  Mereka tertarik dan menganggap ketradisionalan unik, kenapa justru kita senang terlihat modern? Tak bisakah kita seperti dua tetanggaan yang berbeda, dimana Barat yang berlimpah kemudahan, sehari-hari menyantap makanan instan, yang sesekali mengunjungi tetangganya si Timur yang masakannya lebih enak dan lebih menggiurkan karena diolah secara alami dan manual? Saya sering sekali menonton di televisi, bule-bule tanpa gengsi membeli keperluannya (itu Thailand apa Filipina yah?) pada penjual pinggir jalan sedangkan kita (dan pemerintah kita) senang menggusur para pedagang kecil untuk memajang mall dengan bangga?

Apakah timur dan barat akan tertukar? Hehe, mari 'memeluk' bumi yang telah jomblo dan jablay...



Nb : tulisan semakin aneh bin ngawur, sepertinya otakku sedang pedekate dengan d.o.
* : angkot

Senin, 14 November 2011

Sedang KAYA

Saya sedang merasa kaya malam ini, semoga bertahan cukup lama. Saya pernah tiba-tiba merasa lebih hartawan dari siapapun, ketika di Top Mode ketemu dengan guru SD saya. Saya refleks menjabat tangannya, kasar! Yah saya tahu, Umar Bakri yang satu itu pekerja keras, selain mengajar dia juga bertani dan merintis usaha menjahit bersama istrinya. Dia telah jauh, jauh lebih hitam daripada saat saya bertemu terakhir kali.

Dan hari ini saya memaksa diri menemukan jalan menjadi kaya kembali dengan membeli sebuah novel, ATONIA UTERI: MENEMUKAN JEJAK MASA LALU. Oh terima kasih, kalimat paling terakhir (tentunya di lembaran terakhir) adalah nomor yang bisa menghubungkan saya dengannya. Saya bertemu lagi dengan Navis itu, BAHARUDDIN ISKANDAR. Saya senang bisa dipertemukan lagi dengan beliau walau keadaan saya (dia bilang) telah bermetamorfosis, saya bukan lagi seseorang yang suka berdiskusi tentang moral dan akhlak. Yah baiknya seorang pengajar tetap malaikat. =)

Ingatanku sedang berpesta poraaaaaaaaa…. Terima kasih kenangan, kalian adalah hartaku. Harta bisa dicari, uangpun bisa dicuri, tapi kenangan hanyalah milik seseorang yang telah membangunnya.

Sabtu, 12 November 2011

Masih tentang SURGA

Terbuat dari apakah surga itu? Apakah selalu pagi di sana? Tak ada siang, tak ada sore, tak ada malam? Bayanganku, yah di sana pagi selamanya. Keluarga tetap lengkap di rumah, duduk santai sambil menikmati teh dan penganan kecil, menghirup hari yang selalu bayi, tanpa perlu khawatir harus ke sekolah atau ke kantor. Apakah akan bosan jika terus-menerus melakukan hal yang sama? Sepertinya, rasa bosan telah dicabut Tuhan digantikan oleh persediaan rasa bahagia yang selalu full.

Semua hanya penggambaran saja, yang katanya, jika kita menghayalkan keindahannya maka yang sebenarnya justru jauh berkali-kali lipat melampaui khayalan kita sebagai manusia biasa. Konon, semua yang kita minta ada di sana. Tidak, saya tak sedang berminat membuat daftar permintaan di surga, saya hanya senang memikirkannya, menyambungkannya dengan kisah-kisah yang sudah saya dengar sebelumnya.

Manusia paling matahari di dunia pernah bertitah bahwa surga itu hidup di bawah telapak kaki ibumu. Bahkan beliau memerintahkan menuruti sosok ibu tiga kali lebih dahulu kemudian ayah. Di budaya India, seorang yang lebih muda jika memasuki sebuah rumah harus menyentuh kaki orang yang lebih tua di rumah tersebut. Inilah adegan paling saya suka jika kebetulan menonton Film India. Yah yang jelas tak sampai bersujudlah, sujud itu hanya hak Tuhan.

Ohhow, apakah Tuhan punya niat terselubung dengan menanam begitu banyak perempuan di dunia? Meski semuanya belum tentu akan jadi ibu. Jadi, surga itu terbangun dari sekian banyak kaki ibu? Tapi bukankah surga itu lebih tua dibandingkan saat pertama manusia itu sendiri diciptakan? Oh, yang terjadi mungkin surga telah terbagi-bagi ke kaki-kaki semua wanita yang akan ditakdirkan menjadi ibu kelak(?)

Huff, surat kali ini lagi-lagi tentang Ibu, semoga tidak bosan karena saya tidak tahu banyak sekali stok tentang ibu di otakku yang berdesakan minta tumpah. Untuk kali ini itu saja surat saya.


*skripsi, oh kenapa kau tak pernah cantik di mataku?

Kamis, 10 November 2011

HANYA INGIN SECANGKIR CAPPUCCINO

Hari ini hari pahlawan, tapi justru saya tak ingin melakukan apa-apa, apalagi harus menemui dosen perempuan. Saya malas berurusan dengan mereka, hal-hal yang bisa saja mudah kulakukan, tiba-tiba terasa rumit jika mereka yang menjelaskannya. Mari merayakan kemalasan karena kebanyakan orang telah terlihat sok rajin. Kita telah terlalu banyak merayakan, mungkin nanti, pertama kali Winnie The Pooh memakai celana akan kita rayakan juga. Merayakan terus-menerus tanpa tahu mengapa harus merayakan, memperingati untuk ingat tapi kurang menjiwai dan mengamalkan. Hem, sebentar saya mau pesan segelas es cappuccino dulu…

Yap, beberapa hari ini padat akan hujan. Saya tetap saja menyenangi minuman dingin, mungkin itulah yang membuat tebal badan ini, seperti pinguin di benua beku sana yang melulu menghirup dingin. Pada dasarnya saya suka dingin, saya tak bisa tidur tanpa kipas angin walau suhu telah relatif dingin. Hey, dengar teori bodoh yang telah kubuat : “dalam keadaan dingin kau bisa menciptakan hangat hanya dengan selimut, tapi kau harus menyalakan kipas angin untuk menyegarkan dirimu jika matahari tengah menyengat.” Alangkah mahalnya dingin itu, jadi nikmati sajalah selagi alam menyediakannya dengan gratis. Hehe…. Pesanan saya telah datang! Tunggu dulu agar dinginnya merata, jadi mari kita lanjutkan dulu tulisan ini.

Beberapa bulan yang lalu, saya harus berurusan dengan kopi agar malam bisa lebih panjang dari biasanya, mata ini harus terjaga untuk mengetik skripshit. Pelan-pelan saya belajar menikmatinya, mendalami mengapa alm. Bapak menyukai minum kopi, seorang kakak laki-lakiku malah menggilai kopi. Mengapa menggilai? Karena dalam segelas, takaran kopinya bisa sampai 3 sendok penuh. Silakan terperanjat, karena saat pertama kali melihatnya membuat kopi pun saya terperanjat. Apakah ini ritual khusus bagi para pemuja Castro yang konon juga fanatik terhadap kopi, saya enggan menanyakan hal-hal berbau ideologis kepadanya. Dia abangku, telah banyak yang harus terpisah dengan yang dicintainya karena tembok yang satu itu, jadi saya tak usah menanyakannya.

Alm. Nenekku justru lebih suka teh. Yah ‘mari bicara, mari ngeteh’, sepertinya sangatlah tepat. Teh adalah minuman para pemikir yang tetap ingin tenang. Bagi mereka yang memutuskan istirahat setelah bekerja seperti biasanya, sepertinya lebih tepat menikmati teh ketimbang kopi karena kopi justru usaha untuk tetap melek, bukan istirahat. Balzac menghantam tenggorokannya dengan kepahitan kopi saat begadang menciptakan inspirasi untuk karya-karyanya. Kopi, minuman pilihan favorit bagi penggila bola, teman begadang bagi orang-orang yang bekerja tak cukup di siang hari saja. Telah banyak warkop bertebaran dimana-mana, bukan war-teh yang memang terdengar aneh, aneh tentu saja bisa kurang menjual. Begadang dan kopi, haha, sungguh baik untuk meriuhkan malam walau (konon) justru tak baik untuk kesehatan, saya bukan dokter maupun ahli gizi, saya hanya mahasiswa hukum yang telah men-D.O.-kan dirinya, yang celakanya tak mau ditanya apapun tentang hukum.

Anggap saja diriku yang mahasiswa telah mati, saya malah pernah kedapatan membaca novel di kelas daripada serius merapal pasal per pasal sebuah peraturan. Saya kedapatan oleh dosen tersebut setelah berkali-kali berhasil menipunya, dikiranya novel yang kubaca itu undang-undang mata kuliahnya. Beberapa teman menasehati tentang nasib, bahwa saya telah salah masuk fakultas. Apakah nasehat bisa memperbaiki takdir? Takdir tak semudah itu, tak seperti di film yang nasib para karakternya bisa kita tebak karena ‘t’uhannya hanya manusia biasa seperti kita. Dalam film, seorang yang akan diceritakan mati dalam beberapa jam kemudian akan (sempat) memberikan isyarat akan ‘pergi’. Sekitar sepuluh tahun sebelum alm. Nenekku ‘pulang’, dia sering sekali mengatakan bahwa sebentar lagi dia bisa saja mati. Saking seringnya, telinga kami menganggap kalimat itu terlampau biasa. Tak ada yang tahu tentang takdir, takdir selalu lihai menyembunyikan dirinya. Tak ada yang tahu tentang takdir, takdir selalu lihai menyembunyikan dirinya. Kita bisa menemukan seseorang yang nyambung, berencana menikah, menjamin kebahagiaan, tapi takdir bisa saja bicara lain. Yang mulanya bahagia berkemungkinan untuk bercerai karena 'tak cocok lagi'. Bersatu  atas nama Tuhan, kemudian berpisah hanya mengatasnamakan egois. Takdir banyak membuat kaget, begitulah cara Tuhan menampar.

Saya adalah orang yang menerka takdir di benak sendiri dengan kemungkinan selalu buruk, bukannya melangkahi hak Tuhan untuk merancang hidup saya, tapi salahkah saya yang mempersiapkan kemungkinan terburuk itu? Saya termasuk manusia yang hidup dengan stok pesimis sangat banyak, mantra-mantra macam Mario Tergugah justru tak membuat saya teguh. Mengapa orang harus mencari Tuhannya melalui orang lain? Celakanya beberapa harus berbayar pula (MLM penghisap uang!).  Saya benci diri ini yang punya otak tak mudah mengenakan novel semacam 5 CM, justru BILANGAN FU yang di GRAMEDIA hanya beberapa exampler begitu mudah membuat saya mengangguk-ngangguk. Kebanyakan orang sudah nyerah duluan memandang BILANGAN FU sebelum membaca, tebal bukan main. Semua orang bisa meneriakkan 'SEMANGAT!', tapi sepertinya berteriak saja tak bisa memberi ruh pada semangat itu. Yah, saya berkembang jadi pencaci, setelah 1000 kali mencaci orang lain entah mengapa malah seperti boomerang, 1.000.000 kali kembali saya mencaci diri sendiri. Saya bisa membenci orang lain dan selanjutnya saya bisa jauh lebih membenci diri saya sendiri. Seorang teman pernah menawarkan ide untuk bunuh diri, haha, kedengarannya seperti mengikuti jejak Kurt Cobain yang (katanya) jenius. Haha, tidak, diri ini terlalu bodoh untuk bunuh diri. Dunia ini memang penjara bagi orang-orang jenius. John Lennon, apakah kemungkinan dia membayar Chapman untuk membunuh dirinya. Haha, konyol. Saya ini jauh dari jenius, lagian bunuh diri bukanlah cara untuk mencintai diri. Membandingkan diri ini dengan Kurt Cobain dan John Lennon, haha, 'siapa gue?''

Saya tidak membenci hidup, saya hanya membenci diriku sendiri. Pun saya tak mau jadi orang lain, saya hanya membenci diriku sendiri…

Baiklah, surat kali ini telah terlalu panjang untuk membuat es cappuccino menunggu. Gelasnya  telah terlihat menangis, semoga ada keputusan untuk mencintai diri setelah meminumnya. Kopi, bukan untuk memulai istirahat, tapi hanya jeda untuk bekerja keras kembali. Jadi setelahnya, mari melanjutkan agenda : berfikir keras untuk membenci diri lagi…

nb : info paling penting hari ini adalah ustadz Zolmed menikah besok.



Selasa, 08 November 2011

hanya di tanganmu

Muhammad Harir

selembar kertas yang mati, akan dibuat semakin mati atau akan hidup, itu tergantung tanganmu, teringat seorang teman bernama Muhammad Harir, yang saya kenal lewat facebook. saya meng-addnya duluan karena sungguh, saya melihat mimpi masa kecil saya hidup pada bakatnya, seperti saat pertama kali mengenal Bang Arham Kendari hasil  keranjingan ngenet waktu masih awal-awal tertanam di makassar. beruntunglah, dia orangnya lumayan berwawasan luas (yang selanjutnya tahu dia pernah jadi penyiar radio di Sengkang), dia gila musik, suka buku, doyan filsafat, dan jadilah para status kami selalu disisipi komen olehnya. yah, dia (dan beberapa orang) berhasil mengumpulkan kembali saya dengan impian masa kecil : ingin jadi pelukis, kartunis, komikus, apapun namanya itu. dan tangan ini telah kaku untuk menarikan sebuah coretan bermakna di atas kertas. bisa dibilang saya hilang kegilaan karena untuk membuat mimpi menembus kenyataan butuh kegilaan. dan suatu kebanggan bisa menjadi obyek dari sketsa yang dibuat teman saya yang satu ini.


Sketsanya yang lain bisa dinikmati di gallery DTnya.

Sabtu, 29 Oktober 2011

Mengusirmu

Pergi...,
pergilah semuaaaa...,
pergilah menggugurkan kewajiban,
kalau ngomong hak semua tak ada yang mau jadi nomor dua!


*untuk dua orang yang mengaku mengajarkan hak dan kewajiban tapi ternyata sama sajaaaaa dengan orang yang tidak pernah belajar hukum, sepertinya pendidikan luar negri malah membutakan mata mereka!
 

Rabu, 19 Oktober 2011

Untukmu Saja...

http://sweet-feet.deviantart.com/art/Your-feet-12264874

Di bawah sepasang kakimu yang jauh dari indah ini telah Tuhan tanamkan surga untukku. Tapi untuk sampai dan menjumpainya berupa 'surga' kenyataan sungguh susah. Butuh melewati berbagai macam kesulitan tempat para neraka bersarang. Mungkin, bagiku hanya bisa sampai pada neraka-neraka, di situ saja sudah cukup, karena surga itu, biarlah untukmu saja Mak.
Aku (lebih dari) mencintaimu...

*sekali lagi telah membuktikan diri ini orang yang membosankan di dunia!

Rabu, 28 September 2011

SAYAP-SAYAP INGATAN

Semua yang berhasil dikumpulkannya, puji-pujian dan prestasi telah membuatkannya sayap. Mungkin itulah mimpinya, mengangkasa. Hanya sesekali bahkan akan melupakan cara berjalan. Lama-kelamaan kaki itu pun akan hilang, karena seluruh yang dia makan untuk memperlebar sayapnya agar bisa memeluk langit. Maka makin tinggilah meninggalkan daratan. Kemudian, dia hanya akan dipandang sebagai titik yang jauh di sana dan menghilang ditelan langit.

Sedangkan aku, tak perlu langit, tak perlu terbang. Kenangan ini telah meluas melebihi langit. Kutelah memiliki angkasa di kepalaku, jadi percumalah sayap itu. Percuma punya sayap jika untuk melupakan, beruntunglah kupunya ingatan agar tak mudah meninggalkan…

Kamis, 08 September 2011

TELINGA-TELINGA

Dunia sepertinya tak akan pernah alpa : bernafas dan berdetak dengan cinta. Tentang pengorbanan, tentang kepahlawanan, semua kisah harus melibatkan cinta. Pada novel, film, musik, semuanya mesti terinfeksi. Pahlawan super yang harus memakai topeng guna mengaburkan identitasnya, memang sisi humanitas mendominasi cerita, tapi lagi-lagi wajib menyelipkan sisi lain dari pahlawan super. Bagaimana yang dicintainya justru menggilai dirinya yang pahlawan bagi banyak jiwa, namun yang di depannya hanya hadir seorang pahlawan yang menanggalkan tugas-tugas mulianya. Seseorang yang menghadirkan dirinya apa adanya, ingin dicintai bukan karena jasa-jasanya di balik topeng itu, bukan pahlawan bagi orang banyak, hanya ingin jadi pahlawan bagi diri sang kekasih.

Sekarang, aku di depanmu. Tak ada bunga, tak ada coklat, tak ada surat, hanya diam yang kusuguhkan. Sudahlah, cerita romantik seperti itu hanya rekaan, cinta pada kelanjutannya adalah masalah dan tanggung jawab. Cinta memang senang memperlihatkan sisi terangnya untuk menyembunyikan bagian yang kelam itu. Cinta tak seindah namanya…

Akulah diamnya, biarkan kaulah yang jadi ramainya. Aku sungguh senang jika kau berkeluh kesah, bercerita tentang apapun. Jika ini lagu, biarkan aku yang jadi pengiringnya, kaulah yang menjelma liriknya. Ceritakan semua, tentang tawa yang bermekaran, tentang kemarau yang begitu deras yang bisa memadamkan bahagiamu. Ceritakan kemana nasib mengalirkan hidupmu,aku menyimak!

Tumpahkan, ada banyak pendengar di tubuhku yang bersedia menampungnya. Tuangkan semua masalah agar setelah kau bercerita, yang tersisa di pikiranmu tinggal solusi –yang selama kita terpisah- sedang menjadi bagian dari antrian yang lama untuk diberi jalan, berdesak-desakan dengan masalahmu yang berlimpah. Jalan keluar itu, selama itu telah resah ingin diberi ruang untuk menampilkan dirinya dengan leluasa.

Tenanglah, tubuhku bukan hanya punya dua telinga, ada telinga di pori-pori kulitku, di kukuku, ujung-ujung rambutku pun adalah beribu mikropon yang berukuran sepernya dari seper ukuran kuman, semuanya khusus untuk ‘unjuk rasa’mu. Akulah manusia telingamu, datanglah jika kau perlu dan pulanglah dengan bahagia… Aku manusia telingamu seorang.


Oh Tuhan, saya tak akan menolak semua pemberianMu, tapi ijinkan saya meminta padaMu. Anugerahkan padaku kekayaan kesempatan agar bisa berkumpul dengannya sesering-seringnya…

Kamis, 18 Agustus 2011

(SEMOGA) MALAM-MALAM SELALU AJAIB

Malam, pinjamkan telingamu sejenak kepada Ayahku!

Kau mendengarku, Ayah? Kau berada di sini? Aku sedang sangat mengingatmu, sedang butuh pertolonganmu.

Aku hanya memohon kau sejenak bisa menyisip ke mimpinya, memberitahukan bahwa yang sedang kulakukan kepada Ibu adalah ‘hanya’ membahagiakannya, seburuk apapun usahaku itu. Aku ingin mengabdi dengan caraku sendiri, bukan dengan memberinya materi, tapi mencintainya dengan diam, dengan menangis tiap malam sebagai upayaku untuk sedikit mencicil semua rasa bersalah itu.

Yah, aku merasa tugas membahagiakannya telah merambat kepadaku setelah kau tak ada di sini. Yah, memang telah lama saya menyangka diri ini telah menjadi teman bercerita yang membosankan bagi semua orang. Seorang teman mengaku sebagian besar tema percakapan dan isi goresan penaku melulu tentang kalian berdua, bukan soal pacar yang bisa dibanggakan, bukan pula tentang soal prestasi seperti orang lain pamerkan. Cerita-ceritaku yang sebetulnya tak bisa membahagiakan kalian secuilpun. Tapi beginilah caraku.

Kutanggung dosa itu dengan asin yang mengalir dari kedua mataku. Semoga sebagian kecilnya menguap, bergabung dengan udara malam, menjelma sebuah bumbu rahasia. Semoga kelam bersedia meramunya menjadi masakan yang super rahasia karena dimasak dalam lindungan gelap, saat semuanya justru sedang dipermainkan mimpi. Dan saat Ibu mencicipi wangi ramuan ‘udara pagi’ ketika dia membuka pintu awal hari, semoga aromanya akan membuatnya bahagia. Walau aku sendiri masih tidur dengan asinan mataku yang bengkak.

Begitulah caraku membahagiakannya Ayah, maafkan aku karena telah berkali-kali merasa gagal.


*sambil dengar The Beatles ~hey , you've got to hide your love away!

Rabu, 10 Agustus 2011

SAFARI RAMADHAN ~10082011

Kita hampir tiba pada puasa kelima belas, hari yang membelah bulan ramadhan menjadi dua tolak ukur, antara “masih bisa dibilang awal ramadhan” dan “sisa sedikit bulan ramadhan”. Saya tak mau menceritakan kesolehan apa sajakah yang telah saya amalkan selama ramadhan kali ini. Yah, jujur saja, malah yang kulakukan hanya mengeluh, serasa udara panas selama ramadhan ini belum berat untuk kuhirup. Begitulah, kita selalu sibuk menyalahkan seolah ada sesuatu yang bisa diperbaiki dari itu padahal kita justru menambah beratnya.

Tiap hari, kebanyakan waktu habis di atas pete-pete dan becak atau bentor menuju ke rumah pengajar. Sebagai mahasiswa terancam D.O., kuping saya sudah penuh tuntutan sana-sini untuk segera kelar kuliah, mengambil jatah sarjanaku sendiri lewat perjuangan tugas akhir. Saya terkadang bengong melihat mahasiswa yang tergolong baru untuk berdesak-desakan mengurus nilai yang entah tercecer di kertas bagian mana, mengejar dosen demi sebuah tandatangannya. Akankah mereka semangat untuk mengejar kesarjanaannya nanti. Dan itulah pertanyaanku; mengapa harus sarjana? Orang bisa berbuat banyak tanpa harus sarjana. Tapi, demi membahagiakan orangtua, jadi budak tandatangan saya pun rela. SAFARI RAMADHAN, door to door rumah dosen.

Minggu lalu, pembimbing mengiyakan untuk memberikan koreksi proposalku pekan ini. Berhubung nomor beliau rusak jadi agak susah menentukan kapan bisa bertemu. Melalui bantuan dosen lain, saya menanyakan keberadaan beliau. Alhamdulillah direspon baik, saya datang dan dia mengatakan agar saya menemuinya dalam ruangan. Dengan gugup bercampur ngos-ngosan karena habis naik tangga terburu-buru saya menanyakan proposal saya. Dia dengan santai berujar “Duh, sori! Saya lupa baca proposalmu, minggu depan lagi nah kau baru bisa cek!”

Sehabis dari ruangan tadi, saya merasa telah dibunuh perkataan dosen tadi. Saya yang ‘mati’ melangkah, mayat berjalan, menyedihkan! Hantu seharusnya sudah bisa terbang atau paling tidak lompat-lompat, tapi itu lebih baik daripada ngesot. *maaf, bioskop endonesa terselip di sini*. Mimpi untuk ujian proposal pekan depan sudah dikuburkan. Saya pun akhirnya tak jadi melapor bahwa langkah menuju sarjana telah maju setahap lagi. Walau tadi siang telah bertemu seorang dosen lainnya, seorang wanita bercadar warna gelap yang selalu menjabat tangan saya sehingga saya merasa dia sedang menyalurkan semangatnya. Terima kasih Bu! Namun sekarang, dua jam berselang, saya telah mati kembali… Rasanya seperti iklan tetesmata 'tiiit' di televisi yang merasa sendiri karena sakit mata lengkap dengan sound lagu jadul “all by myself, don’t wanna be…!

Semua orang tiba-tiba menjadi tersangka, tapi kembali, seperti tabiat lama saya, saya mudah membalikkan posisi sudut pandang saya terhadap orang lain. Sayalah letak kesalahannya, saya yang sudah terlambat. Menangis sepertinya bukan hal yang bisa membuat dosa itu luruh, yang bisa saya lakukan hanya menertawakan, kau merasa telah memerdulikan orang lain, tak mau mendesaknya agar dia bisa meloloskan kemauanmu dan ternyata dia dengan gampang hanya bisa menjanjikan “nanti”, bukan “sekarang”. Baiklah, bagiku itu terpaksa harus lucu!

Dengan rasa humor yang menyedihkan hasil bertemu dosen pembimbing, saya menuju ke pembimbing yang lainnya, saya telah berjanji bertemu di rumahnya. Beliau tak banyak mengkritik, bahkan perbincangan kami lebih mengarah ke diskusi. Saya tak punya niat untuk menampakkan keputusasaan tadi walau beliau menanyakan kabar proposal saya dari pembimbing yang tadi. Dia memakluminya, dan juga lebih memaklumi saya. Saya ceritakan saja alakadarnya tanpa mengikutsertakan bagaimana sebenarnya perasaan saya. Ada semacam perasaan yang entah datang darimana, telah membuat saya harus menyingkirkan keinginan untuk curhat. ALLAH mungkin menyapa saya atau malah menampar saya. DIA memperlihatkan saya akan suatu ‘gambar’ ajaib. Mengapa tiba-tiba kesadaran dan mata saya teralih ke pemandangan tersebut. Inilah sebenarnya yang ingin saya ceritakan sejak dari tadi…

Saat menumpang bentor tadi masuk ke Perumdos-Unhas Tamalanrea menuju rumah dosen, saya tak merekam baik di sudut jalan mana karena saya lebih terfokus pada Daeng Becak yang beristirahat di atas becaknya, dinaungi sebuah pohon. Lagipula bentor melaju lumayan kencang, saya hanya melaluinya. Yang terekam jelas hanya baju putih lengan panjang lusuh dan topi coklatnya, tak ingat becaknya warna apa, tak ingat wajahnya dengan jelas. Tapi kejadian sekilas ini membuat saya tiba-tiba miskin, tak punya apa-apa. Dia sedang khusyuk membaca apa yang tengah dipegangnya, sebuah buku kecil. Dan dengan sangat malu, saya pastikan itu Al-Qur’an.



*pete-pete : angkot
bentor : becak-motor
daeng becak : pengemudi becak

Sabtu, 23 Juli 2011

TELEGRAM buat *SR (bisa sesuatu atau seseorang)

telegram, karena memang hanya pesan pendek, menghindari bertele-tele, makanya ini bukan sebenar-benarnya telegram.

____ memang aku bukan yang terbaik, tetapi aku selalu mengingatmu. walau aku tak berani membuktikan kalau yang terbaik pasti pernah melupakanmu ____

Senin, 06 Juni 2011

cacat

Surga tak cukup menjadi motivasi hidupku jika kau masih terus meragukan semua yang kulakukan!
Surga itu cacat, dan mantra Mario Teguh itu tak pernah ampuh. Aku menelankan diri ke dalam gelap pun agar bisa dipanggil olehmu untuk pulang...

Rabu, 25 Mei 2011

Dear GOD

Tuhan...
Aku lelah Tuhan, sampai-sampai aku pernah berfikir bahwa mati bisa memadamkan segalanya.
Tuhan, KAU hanya satu, tapi mengapa serasa begitu banyak?
Diri yang hanya satu ini lelah terbagi-bagi untuk berbagai banyak tujuan dan fungsi.
Atau, KAU memang hanya satu, sedangkan yang lain hanya berusaha menyerupaimu?

Tuhan...
Semoga tak ada kemurkaan yang membuatMU harus meruntuhkan surga.
karena di sini, di dunia ini, begitu banyak tuan yang ingin melampauimu...
menuntut ingin dibangunkan surga untuknya.

Selasa, 19 April 2011

TABUNGAN RINDU (1)

Ada begitu banyak sosok terpendam dalam diri seseorang, muncul satu persatu secara pelan-pelan. Hal itu terjadi sebagai respon kita saat berkenalan atau lebih dari sekedar itu seperti sebuah kejadian kehilangan seorang yang dicintai. Jadi, jangan khawatir jika ada yang membenci, itu artinya kita telah memberi kesempatan orang itu mengenal salah satu karakternya lagi. Sikapnya tiba-tiba berubah drastis, terbawa arus akan kebenciannya, sementara usahanya untuk terlihat “baik” terabaikan, padahal itulah yang selama ini dia coba untuk perlihatkan. Hem, maaf! Mungkin ini hanya satu paragraf teori bikinan saya, entah setuju atau tidak setuju, itu terserah Anda.

Kami memang harus bertemu, tujuh tahun lalu…
Saya berkenalan dengannya saat malam terakhir ospek. Sebelum-sebelumnya, saya hanya menganggapnya calon teman kuliah yang baik. Dia mengajakku untuk ‘lari’ dari hukuman senior dengan berlama-lama di mushollah, sementara teman-teman yang mengaku sedang halangan akan disuruh mijit-mijit senior. Malam itu, dia tak bisa lari dari ketakutannya, ruangan remang sehingga mendatangkan rasa harap-harap cemas bagi maba. Malam paling tersangka, disuruh menunduk terus-menerus, seolah paling bersalah sedunia, mereka meneriakkan “Bantai saja!”. Dia menggenggam tanganku, mengalirkan ketakutannya. Saya meyakinkannya, bahwa ini hanya pura-pura, dia masih terus ketakutan sampai acaranya selesai.


Hari ke hari, kami saling menggiring satu sama lain, entah kepada kebaikan atau keusilan (semoga tak tergolong jahat sekali! :P). Selesai kuliah, kami akan berjalan dari fakultas ke pintu satu universitas. Kemana-mana kami sering sama-sama, sampai banyak yang mengira kami punya hubungan keluarga, seorang teman malah menyangka kami punya hubungan terlampau serius. Dia senang mengajakku ke kamarnya, mengenalkan dengan tetangga-tetangganya dan memperlihatkan hadiah-hadiah dari temannya lengkap dengan nilai historikalnya. Dari situ saya tahu, dia orang yang sangat menghargai teman. Sebuah boneka beruang pink menghuni tasnya kemanapun dia pergi, katanya itu hadiah dari sahabatnya. Saya sampai-sampai punya ide untuk menggelarinya Ms. BEAN. Dia punya banyak kisah yang diceritakan, bisa kukatakan dia tergolong cerewet. Saya malah diperkenalkan dengan sahabatnya yang tadi lebih banyak lewat cerita daripada bertemu langsung. Dan tanpa disengaja, saya dan sahabatnya saling mengagumi satu sama lain gara-gara dia. Heheheh…

Dia juga pernah bercerita, punya seorang sahabat namun keakraban itu telah hilang. Sahabatnya telah memilih jalan sendiri, punya pandangan sendiri soal hidup. Begitulah idealisme dengan kejam mengkotak-kotakkan kita. Membuat kita terlalu banyak hati-hati bergaul, membuat kita membangun benteng untuk melindungi diri kita dari sesuatu yang mungkin bukan bahaya. Tapi beruntunglah, saya dan dia bukan orang-orang yang suka mencari nama di organisasi, memang tidak demen. Menjadi orang yang berguna bagi banyak orang tak perlu punya muka dulu kan? Jadilah, kami tak menjadi apa-apa, sementara teman sebaya sibuk dengan organisasi, ikut lomba dan semacamnya. Kami lebih senang membincangkan hal-hal ringan, tentang seorang ‘mace’ yang lansia namun selalu mudah tersenyum, atau tentang dosen yang terlambat ngajar karena keranjingan memenuhi hobi nonton acara gossip dulu, sampai pergaulan dunia maya yang menyihir kami juga untuk segera ingin menjadi salah satu penghuninya.

Terkadang dia bercerita dengan sangat bersemangat padahal itu cerita ulangan darinya. Mungkin, karena kebiasaannya ini, kemana-mana mungkin dia merasa aneh jika pergi sendirian. Dia selalu butuh telinga untuk menumpahkan ceritanya. Beruntunglah, saya salah satunya. Selain telingamu akan kenyang akan ceritanya, kau tak perlu khawatir kelaparan walau tugasmu hanya berkata “O, iyakah?”, karena sebenarnya perutnya lebih duluan dibajak kelaparan daripada perutmu. Bercerita butuh banyak energi daripada hanya mendengar, bukan begitu? Hehehe. Kadangkala saya digiring olehnya untuk berdebat, saya lebih banyak mengalah, saya tidak tahu mengapa harus mengalah dengan tulus (bukan karena traktirannya), mungkin karena saya merasa memang pantas saya menyenangkannya. Latoh, pada kenyataannya nanti dia akan mempertanyakan lagi kemenangannya. “Betul apa yang kau bilang dulu, Nay!”. Begitulah, keadaan tak bisa diajak berdebat, kenyataan tetap jadi pemenang.

Semua keseruan itu terjadi sampai suatu malam, saya bertemu seorang laki-laki yang mengaku temannya. Saya curiga, mungkin dia telah lebih dari sekedar teman. Saya diam-diam tidak menyukai keadaan ini. Dan benar saja, jadwal kami tak sama lagi. Dia telah banyak buru-buru, saat dihubungi dia banyak menolak karena sudah punya janjian. Bisa dikatakan saya cemburu… Kami bertiga pernah bertemu malam di pinggir jalan. Mereka berdua sedang makan, sedang saya dari bergentayangan dari Biblioholic sampai mampir ke warnet, kuliah-ran malam, sendiri! Saya merasa aneh berjalan sendiri, tanpa sengaja saya merasa tergantung untuk menemani. Ada ruangan yang telah dibuat karena selalu akan diisi, dan hari ini ruangan itu serasa mubazir. Dan begitulah! Kita tak selamanya harus punya, pada akhirnya hanya ada peng’rela’an, melepaskan! Ya, dan benar terjadi pada hubungan mereka jugas, dia melepaskan diri dari hubungan itu. Setengah mati saya membujuknya untuk berhenti merasa bersalah, tapi dunia tetap dijadikan sebagai musuhnya. Saya lumayan membenci lelaki yang telah membuat teman saya hilang, dan celakanya tak berhasil mengembalikannya seperti dulu.

Tapi, tidak. Itu setahun yang lalu. Sekarang dia sedang menjalani proses penyembuhan. Tiap malam begadang mengisi pikirannya dengan membaca buku-buku teori , melanjutkan kuliahnya sebagai pelaksanaan misinya yang lebih penting :: menyelamatkan dunia! Hahahah… Saya hanya mendo’akan semoga dunia bisa membalasmu sebaik-baiknya imbalan. Saya tak bisa mentraktirmu (mengenalkanmu-lah :P)seorang lelaki yang bisa membuatmu mengecek lagi list-list pasangan idaman di dalam hatimu. Saya hanya mengulurkan harap kepada DIA, yang tahu yang terbaik, karena… saya hanya temanmu!

Hem, semoga kereta api kata-kata ini tak mengganggu malam khusyukmu dengan si DJ. Pesanku “Jaga baik-baik nama ‘negeri’ Makassar di luar negeri, Nak!”

Minggu, 03 April 2011

AKU MENCINTAIMU WALAU AKU TAK PUNYA APA-APA

Apakah cinta yang membahagiakanmu? Sesuatu yang ingin kumiliki!

Inilah aku, yang mencintaimu dengan segala yang tidak kupunyai.
Aku mungkin tak punya telinga tempat suara resahmu mengalir.
Akupun tak punya keinginan memperlihatkan bahwa aku seorang yang telah dewasa untuk cukup menguatkanmu dengan kata-kata nasehatku, yah aku jauh lebih muda. Umurku bukanlah lautan yang asin karena pengalaman, tempatmu berenang seluas-luasnya, mungkin malah hanya sebuah kubangan yang beruntung ada karena hujan sejenak saja.
Keberanian tak kujadikan mulut untuk mengatakan cintaku padamu.
Aku juga tak punya dana untuk membeli jarak agar kau bisa merindukanku.
Perasaan ini sungguh sederhana, ada begitu saja seperti sebuah bangunan menjulang yang muncul tiba-tiba, tapi mengapa terasa rumit?
Aku tak punya sesuatu yang pantas membuatmu bangga, sesuatu yang harus membuatmu memilihku…
Aku hanya punya dua ‘tahu’, tahu bahwa aku mencintaimu. Dan tahu, itu tak pernah cukup!

Rabu, 23 Maret 2011

MALAM “TUMBEN” INSAF

Malam selalu harus berdurasi panjang, ada banyak cerita yang menggelayut di kepala meminta untuk diceritakan. Begini, saya hanya ingin memberitahukan bahwa saya sudah jarang pulang kampung. Saat nenek saya masih hidup dan sehat, beliau sering bercerita tentang masa kecil kami, masa lalunya dia, atau tentang dongeng-dongeng yang tak bisa dijangkau jamannya bahkan (mungkin) oleh kakeknya sendiri. Kampung, dalam pikiran saya tahun-tahun terakhir ini hanya berbentuk cerita, salah satunya melalui cerita Mak kepada saya jika beliau menghadiri acara keluarga.


Teman-temanku mungkin mencapku sombong, anak desa yang telah durhaka karena jarang berkumpul lagi dengan mereka. Saya lebih senang menyebutnya ‘menabung rindu’. Pun sedikit kecewa juga, keindahan desa yang kurasakan hanya terbingkai oleh dongeng-dongeng para orang tua. Desa-desa kini telah mengkhianati kesederhanaannya, yang dipaksa menjadi kota oleh penghuninya. Jadi, bukannya tak ingin pulang, hanya merasa tak ada perbedaan. Dari kota pulang ke desa yang ‘nanggung’ jadi kota.


Saya jadi ingat seorang teman sekelas, dia seorang siswi lumayan rupawan. Pun kepintarannya jangan diragukan, jika ujian tiba dia akan begadang untuk menghapal satu buku demi sebuah nilai yang bagus. Heheheheh… Namun, yang sangat jadi perhatiannya adalah poninya, sepertinya dunia akan jungkir balik kalau dia belum menjenguk mukanya sesekali di cermin membetulkan kemiringan poninya!


Suatu pagi, saya dengan beberapa teman duduk di halaman sekolah. Sepertinya Tuhan membuatku harus berfikir tanpa harus belajar di kelas pagi ini, sebuah kejadian kecil membuat saya kecewa. Kebetulan La Kato’, seorang penjual *roti otti di kampungku lewat. Segera kupanggil karena memang pagi itu saya belum sempat sarapan. Beberapa teman yang sudah mengenalnya segera mendekat untuk membeli juga. La Kato’ segera memarkir sepedanya.


Saya mengajak si Bintang Kelas ini turut merasakan enaknya jajanan yang satu ini, dia langsung memperlihatkan wajah jijik melihat La Kato’.


“Enak lo!” kata saya.


“Ah, janganmi! Tidak jijikko Nay lihat mukanya? Ih….!” Dia meludah.


Semua hal-hal yang bagus selama ini kulihat padanya berguguran. Saya tak melihatnya lagi sebagai salah seorang siswi pintar di kelasku, tapi hanya seorang budak nilai. Saya berbalik mengucilkannya, bahwa dengan mudah dia menganggap najis seseorang hanya karena fisiknya, hanya dengan melihat mata La Kato’ yang tak lagi sempurna, hanya karena dia jijik kepada giginya yang tak rapi. Saya malah menyesal mengapa pernah mengakui bahwa dia pintar.


La Kato’, selain tiap paginya keliling kampung bersepeda untuk menjual roti buatan Maknya yang sudah janda, dia juga bekerja sebagai penjaga salah satu masjid yang lumayan besar di kampungku. Setiap harinya dia bertugas mengecek sound system, menyapu lantai, membersihkan tempat wudhu, dan mengatur sandal para jema’ah. Dia hidup dari ucapan “terima kasih” para jama’ah. Malah saya pernah mencandainya, kebetulan dia memang orang yang dikenal humoris dan mudah bergaul.


“Wey, PNS betulanmi La Kato’je’, pake pakaian dinas terus ke masjid!”, dia tertawa menanggapi bercandaanku sambil meneruskan tugas menyapunya. Banyak warga yang memberinya baju, mungkin banyak baju dinas PNS, maka dia jadikan semacam seragam kerja saat bertugas.

Semoga orang-orang macam dia tak ditumbuhkan kekesalan akan hujat terhadap fisiknya. Seandainya saya yang dihidupkan Tuhan dengan jalan hidup seperti itu, mungkin saya akan lebih banyak putus asa. Tapi tidak dengan dirinya, dia tahu bahwa banyak orang yang tak bisa menerima kekurangannya. Maka dia mencari tempat-tempat yang bisa menerimanya, yah masjid! Diapun menampilkan dirinya sebaik mungkin, sesopan mungkin menghormati orang lain bahwa dia pun layak berarti buat orang banyak.


Maka, saya pun teringat seseorang. Banyak yang mengatakan bahwa dia, memang seorang lelaki dengan terbelakang mental. Kehidupannya hanya berkisar dari suatu hajatan ke hajatan yang lain. Orang di kampungku memanggilnya La Bandung. Saya tidak tahu mengapa dia dinamai demikian. Mukanyapun sering jadi bahan tertawaan karena dianggap idiot. Dengan pakaian lusuhnya yang seolah melecehkan sebuah pesta yang dikerumuni dengan baju-baju kerlap-kerlip dan makanan mewah, dia berkali-kali lalu lalang di tengah tamu untuk mengumpulkan piring-piring kotor, pekerjaan yang mungkin orang-orang gengsi untuk melakukannya. Jika saja tidak ada La Bandung, maka piring untuk menjamu tamu akan habis. Di sela-sela kewajibannya, sejenak dia menuju ke depan pengiring musik pesta tersebut. Dia akan bergoyang di depan panggung, dan orang-orang masih akan menertawakan ulahnya itu. Dia mungkin tak peduli, dia terus bergoyang mendengar musik karena begitulah caranya menikmati hidup.


Maka, malam ini saya telah menguliahi diri sendiri. Mereka berdua tak perlu dilabeli pahlawan, mereka tak perlu. Jikapun diberi, mereka tak tahu untuk menjadikannya suatu kebanggaan, pikiran mereka terlalu sederhana. Mereka tak perlu diundang ke acara semacam KICK ANDY untuk menyiarkan apa yang telah mereka perbuat untuk orang banyak. Tak perlu membayar mahal-mahal seminar ESQ di hotel mewah hanya untuk memikirkan : bukan apa yang telah kita terima semasa hidup, tapi apa yang telah kita berikan kepada orang lain, walau posisi kita seorang idiot sekalipun!


Satu hal, kita telah hilang kesederhanaan. Kita terlalu banyak mengejar, berlari menuju tujuan yang menawarkan kemewahan sehingga kita menghiraukan berbagai ragam keindahan yang banyak disisipkan di perjalanan. Rasa-rasanya banyak hal yang harus kita lewati namun kita telah melompatinya. Mungkin, kita telah lupa menjadi sederhana!


Salam KUPER, Luwwwaarrr biasa….!!! =P




*Roti otti : kue tradisional bugis terbuat dari tepung beras dan pisang, biasa juga disebut roti berre'

Sabtu, 19 Maret 2011

SURAT UNTUK DIRI SENDIRI

Sebuah hati, kau hanya berkenalan beberapa menit tapi sensasinya seperti telah tua bersama. Maka tak perlu lagi menghitung tahun, umur bukan lagi ukuran untuk tidak saling memahami, tak butuh pertanyaan untuk mendapatkan banyak jawaban antara kalian. Namun, kemana kau harus bercerita ketika hati yang punya banyak stok “memaklumi”mu itu tiba-tiba dibajak oleh hati yang lain, yang seharusnya adalah milikmu? Apakah karena saat kenalan telah melimpah jawaban sehingga sekarang yang tersisa hanya perkiraanmu tentangnya? Mendadak, kau merasa dia jauh lebih mudah dari ‘umur kalian’. Kau merasa menyayangkan, harus berkenalan ulang dengan dirinya yang ini, walau tak nyaman lagi untuk menjabat erat hatinya. (Yah, harus diakui, kita sebenarnya harus tabah berkenalan dengan banyak orang yang berdiam diri pada satu raga yang sama.)

Kemana kau harus mengungsi saat semua orang yang kau butuhkan dicuri oleh kesibukannya masing-masing? Mereka tak sempat mendatangkan wujudnya di depanmu sebagai bala bantuan, terkadang rindu itu meledak di mata, hujan-hujan yang membuat lorong-lorong ingatanmu tergenang-genang kenangan. Kenangan yang butuh diperbaharui dan diulang, namun kau hanya bisa merindu dan meyakinkan diri bahwa mereka senantiasa mendo’akanmu, bantuan terhebat bagi seorang yang banyak penghalang ruang dan waktu. ‘Sesuatu’ yang lebih hebat dari sekedar uluran tangan-tangan mereka akan datang: Kuasa Tangan Sang Maha Baik! Percayalah, mereka cuma mengucapkan “sampai jumpa” bukan “selamat tinggal”.

Jadi tak usah khawatir, mereka hanya sibuk, bukan melupakanmu. Tak selalu ingat, bukan berarti lupa kan? Jadi saya pun tak ingin kalah, “Maaf, saya sibuk merindukan kalian!”

Kamis, 24 Februari 2011

SIAPAKAH YANG SEBAGAI ENGKAU?

Senyummukah yang bereinkarnasi di bibirnya? Bersinar menyilaukan hatiku, seperti sesuatu yang tak pantas kumiliki. Seseorang yang cukup hanya kulihat dari jauh, seperti rasa ketika aku hanya telah merasa lebih dari cukup saat dipunggungi olehmu. Dan muncul lagi sebuah perang dahsyat, antara pikiran dan hati. Namun, lagi-lagi akulah yang jadi korban... Seseorang di kepalaku berkata, kebodohankulah yang menerjemahkan dia adalah kau dalam bentuk lain.

Hah, malam ini kembali kenanganmu mempermainkan diriku, rasanya seperti telah muak bermain komediputar namun permainannya tak bisa berhenti, mengulang-ulang kenangan, seolah sayalah yang jadi bahan tontonan.

~ ~ ~

Apakah di sana ada waktu lowong untuk menghayal, mengdamparkan diri pada masa lalu? Apakah arwahmu terlalu sibuk tidur tanpa bermimpi? Apakah kau pernah mengingat pertemuan terakhir kita?

Kau memintaku datang karena katamu baru hanya padaku kau bilang sedang sakit. Aku sangat mengerti karena begitulah kau, tak ingin membuat orang lain resah. Kau meminta dibawakan sejumlah obat herbal, katamu "sapa tahu ampuh!", jangan khawatir. Saya malah membawa diriku pula sebagai obat untuk hatimu...

"Jangan kaget jika bertemu nanti!" sms darimu. Jangan khawatir, saya punya banyak persediaan airmata untuk memaklumi keadaanmu, bagaimanapun dirimu nanti. Setiap orang yang keluar dari pintu hotel itu, kupandangi kakinya melangkah, was-was kalau itu dirimu.

Sweater abu-abu, mana mungkin aku lupa. Apalagi setelah seorang perempuan di kemudian hari menghubungiku bahwa sweater itu pemberiannya. Lalu, bagaimana dengan nasib buku-buku kirimanku? Apakah isinya kau kenakan dengan baik di pikiranmu? Fakta yang membuatku seperti jatuh ke dalam jurang, semakin jauh darimu.

"Ayo, kita ke sana!" katamu menunjuk sebuah swalayan kecil di ujung jalan. Di sini terlalu ramai, mungkin kau membaca ketidaknyamananku. "Jangan terlalu cepat jalannya, saya cepat lelah!" Bahkan kau tak tahu, saya selalu bersedia mengalah, demi untuk dipunggungi olehmu. saya selalu di belakangmu. Aku selalu harus melihatmu. Kita melangkah, sampai mendapatkan sebuah kursi panjang.

Waktu yang terus mengejar malam, kendaraan yang berlalu, manusia-manusia yang lalu lalang, semuanya berlari. Hanya kita berdua yang melambat seolah kau memberi kesempatan diriku menyimpan momen ini sedetail-detailnya.

Kau tahukah? Saya selalu pulang pada kenangan ini, hatiku selalu berhasil memperbaharuinya, sesekali mengulangi langkah-langkah lambat kita di jalan ini. Aku mengulang langkahku, lalu siapakah yang memerankan dirimu? Jika kau berganti oleh yang lain, haruskah pula aku menjelma yang lain? Siapa sebagai engkau?

Malam kali ini berdurasi lumayan panjang karena harus menonton kenangan kita...