Rabu, 30 November 2011

PERAHU SENYUM

Jika seorang teman pernah mengataiku Kuda Nil, kerjanya menguap melulu di kelas...
Jika seorang teman pernah menggelariku Badak karena lebih suka jalan kaki mengitari unhas...
Kali ini saya ingin punya telinga gajah, mengibas-ngibas untuk mengusir serangga dan (mungkin) mengatup untuk tak mendengarkan yang tak mau didengarkannya. Haha, semuanya harus lucu!

Hari ini, tak berhasil bertemu PD1. Dalam keadaan darurat seperti ini, ngemis untuk diberi kesempatan menjadi mahasiswa satu semester lagi adalah ide satu-satunya. Tiga rumahnya kudatangi, tak satupun berisi dirinya, tolong, saya bukan Ayu TingTing. HPnya tak bersamanya, yang ngangkat seorang putrinya. Skenario-Mu memang canggih, Tuhan! Saya hanya bisa sok bijak, kalau ingin mendengar kabar baik harus keliling kota dulu. Sudah pengen nangis sih, saya termasuk mudah nangis, tapi tiba-tiba saya memikirkan sesuatu...


Sebelum matamu pecah, menumpahkan airnya, paksakan dirimu tersenyum. Sebelum kau tak bisa bernafas lagi karena telah tenggelam, secepat mungkin mekarkan senyummu, jadikan perahu untuk menyelamatkanmu sebelum kau benar-benar sudah tidak bisa menyelamatkan diri.
Haha, ini bukan tips, ini hanya sekedar ide konyol yang tiba-tiba bercokol di kepalaku tadi siang. Dalam hal ini, kayaknya harus sering-sering melototin gambar Joker, yang punya banyak 'perahu', banyak joke-joke menyedihkan yang dia lontarkan agar terpaksa lucu.

Jika dunia nyata telah terlalu banyak melukai, saya harus segera mengungsi, ke dunia maya. Segera mencari warkop karena si SHIRO lagi malas berlari, sudah lama tidak memberinya nutrisi, uang habis buat keliling kota jadi tidak ada tersimpan buat beli pulsa untuk SHIRO. Power laptop tinggal 10%, sudah bunyi-bunyi kayak alat pendeteksi detak jantung di ruang ICU. Colokannya segera dihubungkan, dan... baterainya tak terbaca sedang dicharge. Saya ulangi sampai tiga kali pada colokan yang berbeda di warkop tersebut, pun sama. Lunglaaaaaaai! Laptop buluk ini tak membaca aliran listrik, mau disubsidi pakek apa lu, hah? Pakek ciuman? Jangan sampai penjaga warkopnya ngira saya gila dan dengan segera memberiku nama : Plankton. Cappuccino pun tak sempat kuhayati, di luar sudah gelap dan warkop ini telah rame akan nyamuk. Baiklah, ini sepertinya pertanda untuk pulang lebih cepat dari biasanya.

Langsung mengagendakan ke MTC besok nyari charger baru. Tak jauh dari tempat itu pun beberapa hari yang lalu si MUHRIM terpisah denganku, tersesat di tangan pencuri. Saya jadi begidik sendiri, jangan-jangan ini penolakan dari zaman digital terhadap diri ini. Pelan-pelan, sepertinya diri ini dijauhi teknologi satu-persatu. Naik pete-pete, dapat kursi paling belakang, dengan perasaan yang aneh sambil mandang lampu-lampu mobil/motor yang ngantri di belakang. Jangan-jangan itu bukan mobil, jangan-jangan mereka itu sekelompok harimau liar yang matanya bisa bersinar dalam gelap. Seraaaaaaam! Makin horor karena membayangkan diri ini menggigit-gigit kaki sendiri dalam mobil, gara-gara tadi digempur sama nyamuk pengen ngegaruk tapi tadi pagi sudah potong kuku.

Berleha-leha di jalan menuju rumah, gaya jalan kayak orang mabuk padahal hanya neguk air minum biasa bekal dari rumah dari tadi siang. Suasana kompleks juga lagi sepi, hanya kodok yang kedengaran kayak membunyikan terompet satu sama lain, sambil memikirkan dimana bisa kucuri benda yang bernama 'telinga gajah' (daun telinga yang lebar, bukan Telinga Gajah yang krupuk!) dan membayangkan dari colokan listrik di rumah nanti keluar ranting-ranting lunak pohon yang pelan-pelan mencekik sekujur badan.

Sampai di rumah, buru-buru cobain cargher laptop, dan................ berhasil! Alhamdulillah, akhirnya gak jadi menjadi manusia purba yang kesasar di era digital. Tiba-tiba kepikiran untuk membuat bahagia diri sendiri. Setiap hari, setiap bangun pagi, saya harus membuat kabar baik untuk diri sendiri : D.O. memang tidak keren, tapi D.O. itu tidak selalu buruk, Nay!

Minggu, 27 November 2011

D.O.

do, (bukan) do re mi, tapi de-oo!


Bangga jika sarjana, di Indonesia, sepertinya itu telah lama sekali, sekitar tahun 70,80,90-an, saat mereka masih disebut dengan titel Drs. dan Ir. DROP-OUT, siapa yang pertama kali menemukan istilah ini? Ingin rasanya mengalungkan bunga di lehernya. Dan siapa pula yang berusaha menyingkatnya menjadi D.O.? Ucapan terima kasih yang banyak buatnya. Karena D.O. di pikiranku bisa berarti banyak.

D.O. IT
D.O.ING
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
. namun, bisa juga berarti...
BOD.O.H

Kamis, 24 November 2011

(bukan) TANAH AIR BETA



Kaget lihat video ini, atlet Indonesia yang tanding pada video di atas justru mendapatkan emas. Yah "sesuatu" itu memang selalu mempunyai dua sisi, jika itu bukan "kehormatan" itu sudah pasti "kemaluan", haha!

Lebih baik mendapatkan juara II tapi dengan usaha emas, seperti yang ditampilkan tim Garuda Muda di pertandingan final. Banyak yang kecewa dengan mereka, tapi lebih banyak yang lebih suka mencela lawannya : Malaysia, sebuah negara yang banyak menganggapnya sebagai musuh bebuyutan Indonesia. Hal-hal yang tidak ada sangkutpautnya dengan olahraga dibawa-bawa untuk membangkitkan (red: memanas-manasi) nasionalisme. Ada yang menyalahkan wasit, sepertinya kita susah menerima kalau kita memang 'buruk'. Jika tak mau menerima kenyataan, bagaimana kita bisa memperbaiki diri? Jangan karena kita tidak bisa main lebih baik dari orang lain lalu serta merta kita bisa dengan gampang menyalahkan orang lain yang memang bisa bermain lebih baik.

Memang banyak hal-hal yang membanggakan dari Indonesia, banyak yang setengahmati berjuang di perhelatan internasional agar Indonesia Raya bisa berkumandang setelah perlombaan tapi semua seolah tak ada artinya jika dibandingkan dengan sikap para birokrat kita, korupsi adalah berita yang membuat nama Indonesia terngiang-ngiang.

Kembali ke bola. Titus Bonai, Patrich Wanggai dan Oktavianus Maniani adalah tiga di antara pemain sepakbola berhasil menghantar Indonesia menuju final. Seorang teman berkelakar "Jadi apa Indonesia tanpa Papua? Papua berhentilah bergolak, banyak putra-putramu memperjuangkan merahputih!". Haha, lucu. Saya kemudian bilang "Jadi apa Indonesia? Bukan Indonesia, tapi PAPUA MERDEKA yang sedang di final". Dengan mudahnya kita menempelkan Indonesia...

Kenyataan bahwa mereka yang dari Papua dengan bangga berjuang untuk merah putih membuat kita miris karena saat mereka membela Indonesia sementara saudara-saudara mereka terus-terusan dianaktirikan. Lalu, mengapa kita masih harus ber'negara' jika negara itu sendirilah yang menginjak-nginjak? Jika Papua merdeka, paling tidak mereka telah punya atlet bola yang handal. Haha...


Yah, memang aneh rasanya juga harus jadi lawan dari 'mantan', Timor Leste. Apakah Papua akan mengikuti jejak mereka? Papua Merdeka terus-terusan dicap separatis. Hey, siapa yang lebih separatis? Telah lama Pemerintah bersikap separatis terhadap mereka, menganggap mereka seolah bukan warga negara Indonesia, alamnya terus-terusan dimanfaatkan dan penduduk pribuminya hidup menurut adat mereka sendiri tanpa ingin tahu bahwa wilayah mereka dibawah naungan NKRI. Menjadi warga negara siapa sepertinya tak begitu penting bagi mereka. Toh jaminan untuk warga negara seperti kesehatan tak pernah sampai kepada mereka dengan baik.


Mari kita lihat, bisa apa Indonesia hanya dengan Pulau Jawa? Bisa Apaaaaaaaa???

Selasa, 22 November 2011

Dapat UNFINISHED GOWN

Ada kiriman dari kak SHANTI YANI RAHMAN, seorang pelukis berbakat yang dimiliki Makassar. Dia mengirimnya dari tanah kelahirannya, Sorowako. Sebenarnya dia dan keluarga kecilnya telah menetap di Makassar, hanya dia baru saja dikaruniai bayi kembar.
Menurutku, hadiah yang paling berkesan dari seseorang bukanlah benda-benda yang dibeli, tapi sebuah karya yang dibuat oleh tangan sang pemberi sendiri. Terima kasih kak Shanti, kirimannya telah sampai di tanganku dengan baik wal-afiat. Sayaaa sukaaa.... dan selamat kak, telah jadi surga untuk ketiga kalinya (Zidan, Zaira dan Zaila). =)

UNFINISHED GOWN (Shanti Yani Rahman)

*Penampakan yang di belakang itu, nda' penting sekali.
Maaf, kamera paling canggih di rumah hanya kamera laptop.

Minggu, 20 November 2011

in memoriam si MUHRIM


MUHRIM*, setahunan bersamaku. Kuberi nama MUHRIM karena Makku telah menitipkan saya kepadanya, katanya kalau saya di luar sulit dihubungi. Maka setelah si CORA** dimuseumkan, tugas-tugasnya beralih ke si MUHRIM ini, fungsi paling utamanya adalah tempat Makku berteriak di telingaku jika saya lupa pulang, menghilang di belantara malam.
Telah dua jam MUHRIM tak menemaniku. Hiks! Foto di atas, adalah momen terindah selama bersamanya, saat semua ruangan digelapkan agar seisi rumah bisa terlelap, saya masih bermain-main menggunakan senternya, poto-potoan pakek kamera laptop alakadarnya. Hehe
MUHRIM, bagaimana kabarmu? Rindu menengokmu setiap setengah jam...


nb : menemukan video ini di tengah kehilangan MUHRIM




"Somebody else could have replicated the Stones. Nobody could have been Dylan or the Beatles." Steve Jobs benar-benar menyukai Bob Dylan dan The Beatles, yeeeah!




*NOKIA 1202
**NOKIA Express Music 5220

Sabtu, 19 November 2011

untuk N, N dan N

*untuk 3 N yang telah lama tidak menghubungi dan yang tidak bisa kuhubungi dengan caraku

kepada NO
> hey apakabar dirimu? terutama otakmu? masihkah kau merasa jenius walau telah jadi 'budak negara'. dulu, otakku sering tercengang jika mendengarmu berbicara, disisipi dengan berbagai macam teori dan istilah-istilah ilmiah yang tak semua orang punya kamusnya di otaknya. jika mungkin kau merasa mendekati jenius, hanya saja saya merasa masih jauh, dan itu tak apa-apa. pada akhirnya saya tahu, jenius itu bukan tentang apa yang kau baca, bukan tentang apa yang kau bicarakan, tapi tentang bagaimana kau berusaha menghadirkan masa yang jauh berada di depanmu hidup di zamanmu, bagaimana kau membuat waktu seolah bocor, bagaimana kau melawan keadaan.

kepada Nd
> telah lama kabarmu tak berhasil sampai ke telingaku, saya memang telah menjauh dari orang-orang yang bisa saja mengabarkan sesuatu tentangmu, dan kau sudah tak berada lagi di tempat yang sering kutemui : kesakitan. yang artinya kau telah bahagia, itu mungkin yang kau cari selama ini. jika telah menemukan buat apa mencari lagi, begitu kan? tak ada lagi puisi-puisimu, dimana hanya di puisilah tempat kebahagiaan itu bisa hidup. kenyataan memang lebih dari mimpi buruk. "Penulis punya banyak persediaan mimpi buruk", begitu kata Sport, teman Harriet si Mata-Mata. yah, hidup (termasuk mimpi dalam tidur) itu rumit, sepertinya dalam fiksilah kita mencoba menyalurkan kesederhanaan kita. kau telah sederhana... mungkin saya harus mencoba kehilanganmu sebelum kau benar-benar hilang dariku...

kepada Nur
> wah, kau mahasiswa sekarang. menyedihkan sebenarnya, pemuda sepertimu yang terwarnai oleh zaman yang alay harus tenggelam menjadi mahasiswa di fakultas yang sama sepertiku. suatu hari kau datang dan telah SMA, kau telah menjadi remaja pemalu dan canggung. bukan, bukan dirimu yang sekarang kuinginkan, saya merindukan dirimu yang anak-anak. tapi, mungkin kau pun mengharapkan diriku yang anak-anak. hiks. aneh, kita pernah anak-anak bersama, menit ini kita baku bombe', menit berikutnya baikan karena kau mengiba dibagikan uang jajan, dan saat kita makan snack yang telah kita beli kita akan tertawa-tawa lagi, bahagia lagi. masa kecil memang indah, saat kita masih punya banyak stok bahagia dan usia membuatnya tanggal satu demi satu...

nb : tambahan untuk diri sendiri
kepada NAY
> dirimu semakin membosankan. menonton beberapa film aneh yang sepertinya tak akan sekalipun dipajang di bioskop tidak berhasil membuat kegilaan kembali. buku-buku, lagu-lagu juga ikut meramaikan suasana bosan ini. ohyah satu lagi, bertemu dosen (perempuan) itu membuat malas, malas itu melebihi bosan. menikmati es krim atau es tong-tong, hanyalah salah satu momen saat hidup ini terasa tak membosankan, sayangnya es cepat meleleh. sesekali menulis di blog ini pun dalam rangka memerdekakan pikiran walau dalam waktu singkat. juga saat 'menabung' di WC, ketika kran dinyalakan, entah mengapa banyak hal-hal yang mengalir di kepala, saya pun tak tahu asalnya darimana. konon, memang banyak orang mendapat inspirasi saat sedang buang air besar/ sedang di WC. aneh juga, sayangnya keanehan itu hanya ada di WC. haha! ohhoh, dimana planet sebenarnya kau berasal sementara ada beberapa manusia bumi yang meminta dirimu untuk membahagiakannya? dimana dirimu ingin berada? kemana dirimu ingin menghilang?

Selasa, 15 November 2011

Mari Memeluk Pohon

Save The Tree, salah satu episode Shaun The Sheep yang membuat pikiranku lumayan terjarah dibandingkan episode yang lain. Membuat saya teringat kepala sekolahku waktu sekolah dasar, tempatku menyalurkan rasa ingin tahuku waktu kecil saat jawaban-jawaban yang kudapat dari orang lain justru membuatku semakin bingung. Mulai pertanyaan pelajaran, berita politik yang kudengar sampai dongeng-dongeng pun kutanyakan padanya. Mengapa banyak orang yang takut kepada pohon besar, apakah memang benar ada jin yang hidup di dalamnya? “Itu syirik, tidak boleh. Pohon itu pohon biasa seperti pohon-pohon yang lain!”, begitu jawaban Nenekku.


Tapi jawaban berbeda justru kudapatkan dari Pung Uleng, guru favoritku ini. Dia dengan bijak mengatakan, “Orang jaman dulu membuat cerita seperti itu agar kita menyayangi pohon tersebut, karena pohon itu banyak manfaatnya, dia banyak menghisap air jika curah hujan lebat, kalau kamu jalan-jalan di sana pada siang hari, kamu tidak akan kepanasan kan?”. Saya mengangguk dalam hati. Dia guru terbaik yang pernah kukenal.

Mitos-mitos semacam ini memang pernah hidup di nusantara, banyak orang membawa sesajen di bawah pohon besar, ada pula kepercayaan Hindu yang berasal dari India dimana para bertapa dianjurkan bersemedi di bawah pohon besar. Yah begitulah sejarah mengungkapkan bahwa nusantara terbangun dari nilai mistis, sangat dipengaruhi oleh agama Hindu yang berasal dari India. Di India sendiri, pernah terjadi pemberontakan dahsyat yang ada hubungannya dengan pohon, lebih dikenal dengan nama Chipko Movement, chipko artinya memeluk. Hutan tempat mereka menggantungkan hidup sehari-hari terancam digusur oleh pemerintah. Uniknya, aksi memeluk pohon ini dilakukan oleh para perempuan.

Apakah episode Shaun The Sheep yang ini dipengaruhi oleh Chipko Movement tersebut? Yah kita tidak dapat mengingkari, India pernah sebegitu mengubahnya wajah dunia. Siapa yang tak mengenal Gandhi, masa mudanya dihabiskan untuk belajar menghargai perbedaan tanpa mengikutsertakan kekerasan. Ini seperti menampar keras negara-negara Eropa yang merasa paling ter di dunia dengan memamerkan persenjataannya yang canggih melalui perang. Seketika masyarakat dunia merasa harus pindah haluan, menuju ke Asia. Jadilah pemikiran-pemikiran Gandhi mewarnai dunia, tak lupa ‘sedikit’ kultur India mempengaruhi kaum muda pemberontak perang masa itu.

Kaum ini, kemudian lebih dikenal dengan nama hippy. John Lennon yang sangat mengagumi Gandhi mengantarkan The Beatles memutuskan untuk mengadakan perjalanan spiritual ke India. Jadilah musik ‘empat ajaib’ ini disusupi musik khas sitar petikan George Harrison. The Beatles kemudian melepaskan kostum jas seragamnya dan tak lagi mengenakan rambut moptop. Bukan The Beatles kalau mereka tak bisa mempengaruhi dunia, banyak pemuda mengenakan warna-warni (warna cerah khas India) turun ke jalan seolah menghina media dan televisi yang masih diisi hitam-putih. Mereka mengajak untuk berhenti mendengarkan berita tentang betapa hebatnya negara mereka dengan berperang, pikirkan tentang berapa orang yang telah dibunuh oleh negaramu.


Mereka membagi-bagikan bunga kepada yang mereka temui,  bahkan memasangkan bunga pada moncong senjata para aparat yang mengawal aksi mereka di jalan. Mengajak orang sebanyak mungkin berkumpul di sebuah tanah lapang yang luas, mendengarkan lagu-lagu keresahan akan perang atau sekedar pentas puisi menuntut perdamaian. Kemudian dikenallah Pete Seeger yang terkenal dengan Hammer Song-nya, Bob Dylan yang mengajak kita bertanya kepada angin (lebih tepatnya bertanya pada diri sendiri), atau puisi Allen Ginsberg yang menemukan banyak airmata di ‘library’ negaranya sendiri. Isu tak melulu tentang perang dan damai, masih banyak tema yang mereka suarakan.

They took all the trees, and put em in a tree museum
And they charged the people a dollar and a half to see them
No, no, no, don't it always seem to go
That you don't know what you've got till it's gone
They paved paradise, and put up a parkin' lot

Begitulah rangkaian lagu ciptaan Joni Mitcell membayangkan masa depan. Saat tak ada tempat bagi petani atau sekedar lahan untuk para pejalan kaki karena semuanya telah berfungsi sebagai parkir. Tak ada lahan kosong lagi untuk alam sebab pabrik-pabrik yang begitu banyaknya telah dibiarkan bernafas senyaman mungkin, sementara pohon-pohon telah diawetkan (hanya) menjadi pajangan di museum.

* * *

Beberapa bulan lalu saya sepete-pete* dengan dua orang bule. Mereka menyetop pete-pete ini dari Pasar Sentral menuju ke Terminal Daya. Saya memberanikan bercakap-cakap dengan mereka padahal Bahasa Inggris saya terbilang menyedihkan. Haha! Saya pun tahu, mereka berasal dari New Zealand, tujuan mereka ke Tana Toraja. Tapi, saya sebagai orang timur dibuat mereka lumayan berfikir. Selama ini saya tahu mereka orang yang dimanjakan kecanggihan, mengapa pula mereka mau repot-repot berpanas-panas ria mengendarai pete-pete padahal naik taxi bisa lebih nyaman bagi mereka.

Atau jangan-jangan mereka berwisata ke endonesa justru menghindari kecanggihan, bosan dengan berbagai kemudahan itu, apalagi saya pernah mendengar di Eropa sedang santer-santernya pertanian organik.  Mereka tertarik dan menganggap ketradisionalan unik, kenapa justru kita senang terlihat modern? Tak bisakah kita seperti dua tetanggaan yang berbeda, dimana Barat yang berlimpah kemudahan, sehari-hari menyantap makanan instan, yang sesekali mengunjungi tetangganya si Timur yang masakannya lebih enak dan lebih menggiurkan karena diolah secara alami dan manual? Saya sering sekali menonton di televisi, bule-bule tanpa gengsi membeli keperluannya (itu Thailand apa Filipina yah?) pada penjual pinggir jalan sedangkan kita (dan pemerintah kita) senang menggusur para pedagang kecil untuk memajang mall dengan bangga?

Apakah timur dan barat akan tertukar? Hehe, mari 'memeluk' bumi yang telah jomblo dan jablay...



Nb : tulisan semakin aneh bin ngawur, sepertinya otakku sedang pedekate dengan d.o.
* : angkot

Senin, 14 November 2011

Sedang KAYA

Saya sedang merasa kaya malam ini, semoga bertahan cukup lama. Saya pernah tiba-tiba merasa lebih hartawan dari siapapun, ketika di Top Mode ketemu dengan guru SD saya. Saya refleks menjabat tangannya, kasar! Yah saya tahu, Umar Bakri yang satu itu pekerja keras, selain mengajar dia juga bertani dan merintis usaha menjahit bersama istrinya. Dia telah jauh, jauh lebih hitam daripada saat saya bertemu terakhir kali.

Dan hari ini saya memaksa diri menemukan jalan menjadi kaya kembali dengan membeli sebuah novel, ATONIA UTERI: MENEMUKAN JEJAK MASA LALU. Oh terima kasih, kalimat paling terakhir (tentunya di lembaran terakhir) adalah nomor yang bisa menghubungkan saya dengannya. Saya bertemu lagi dengan Navis itu, BAHARUDDIN ISKANDAR. Saya senang bisa dipertemukan lagi dengan beliau walau keadaan saya (dia bilang) telah bermetamorfosis, saya bukan lagi seseorang yang suka berdiskusi tentang moral dan akhlak. Yah baiknya seorang pengajar tetap malaikat. =)

Ingatanku sedang berpesta poraaaaaaaaa…. Terima kasih kenangan, kalian adalah hartaku. Harta bisa dicari, uangpun bisa dicuri, tapi kenangan hanyalah milik seseorang yang telah membangunnya.

Sabtu, 12 November 2011

Masih tentang SURGA

Terbuat dari apakah surga itu? Apakah selalu pagi di sana? Tak ada siang, tak ada sore, tak ada malam? Bayanganku, yah di sana pagi selamanya. Keluarga tetap lengkap di rumah, duduk santai sambil menikmati teh dan penganan kecil, menghirup hari yang selalu bayi, tanpa perlu khawatir harus ke sekolah atau ke kantor. Apakah akan bosan jika terus-menerus melakukan hal yang sama? Sepertinya, rasa bosan telah dicabut Tuhan digantikan oleh persediaan rasa bahagia yang selalu full.

Semua hanya penggambaran saja, yang katanya, jika kita menghayalkan keindahannya maka yang sebenarnya justru jauh berkali-kali lipat melampaui khayalan kita sebagai manusia biasa. Konon, semua yang kita minta ada di sana. Tidak, saya tak sedang berminat membuat daftar permintaan di surga, saya hanya senang memikirkannya, menyambungkannya dengan kisah-kisah yang sudah saya dengar sebelumnya.

Manusia paling matahari di dunia pernah bertitah bahwa surga itu hidup di bawah telapak kaki ibumu. Bahkan beliau memerintahkan menuruti sosok ibu tiga kali lebih dahulu kemudian ayah. Di budaya India, seorang yang lebih muda jika memasuki sebuah rumah harus menyentuh kaki orang yang lebih tua di rumah tersebut. Inilah adegan paling saya suka jika kebetulan menonton Film India. Yah yang jelas tak sampai bersujudlah, sujud itu hanya hak Tuhan.

Ohhow, apakah Tuhan punya niat terselubung dengan menanam begitu banyak perempuan di dunia? Meski semuanya belum tentu akan jadi ibu. Jadi, surga itu terbangun dari sekian banyak kaki ibu? Tapi bukankah surga itu lebih tua dibandingkan saat pertama manusia itu sendiri diciptakan? Oh, yang terjadi mungkin surga telah terbagi-bagi ke kaki-kaki semua wanita yang akan ditakdirkan menjadi ibu kelak(?)

Huff, surat kali ini lagi-lagi tentang Ibu, semoga tidak bosan karena saya tidak tahu banyak sekali stok tentang ibu di otakku yang berdesakan minta tumpah. Untuk kali ini itu saja surat saya.


*skripsi, oh kenapa kau tak pernah cantik di mataku?

Kamis, 10 November 2011

HANYA INGIN SECANGKIR CAPPUCCINO

Hari ini hari pahlawan, tapi justru saya tak ingin melakukan apa-apa, apalagi harus menemui dosen perempuan. Saya malas berurusan dengan mereka, hal-hal yang bisa saja mudah kulakukan, tiba-tiba terasa rumit jika mereka yang menjelaskannya. Mari merayakan kemalasan karena kebanyakan orang telah terlihat sok rajin. Kita telah terlalu banyak merayakan, mungkin nanti, pertama kali Winnie The Pooh memakai celana akan kita rayakan juga. Merayakan terus-menerus tanpa tahu mengapa harus merayakan, memperingati untuk ingat tapi kurang menjiwai dan mengamalkan. Hem, sebentar saya mau pesan segelas es cappuccino dulu…

Yap, beberapa hari ini padat akan hujan. Saya tetap saja menyenangi minuman dingin, mungkin itulah yang membuat tebal badan ini, seperti pinguin di benua beku sana yang melulu menghirup dingin. Pada dasarnya saya suka dingin, saya tak bisa tidur tanpa kipas angin walau suhu telah relatif dingin. Hey, dengar teori bodoh yang telah kubuat : “dalam keadaan dingin kau bisa menciptakan hangat hanya dengan selimut, tapi kau harus menyalakan kipas angin untuk menyegarkan dirimu jika matahari tengah menyengat.” Alangkah mahalnya dingin itu, jadi nikmati sajalah selagi alam menyediakannya dengan gratis. Hehe…. Pesanan saya telah datang! Tunggu dulu agar dinginnya merata, jadi mari kita lanjutkan dulu tulisan ini.

Beberapa bulan yang lalu, saya harus berurusan dengan kopi agar malam bisa lebih panjang dari biasanya, mata ini harus terjaga untuk mengetik skripshit. Pelan-pelan saya belajar menikmatinya, mendalami mengapa alm. Bapak menyukai minum kopi, seorang kakak laki-lakiku malah menggilai kopi. Mengapa menggilai? Karena dalam segelas, takaran kopinya bisa sampai 3 sendok penuh. Silakan terperanjat, karena saat pertama kali melihatnya membuat kopi pun saya terperanjat. Apakah ini ritual khusus bagi para pemuja Castro yang konon juga fanatik terhadap kopi, saya enggan menanyakan hal-hal berbau ideologis kepadanya. Dia abangku, telah banyak yang harus terpisah dengan yang dicintainya karena tembok yang satu itu, jadi saya tak usah menanyakannya.

Alm. Nenekku justru lebih suka teh. Yah ‘mari bicara, mari ngeteh’, sepertinya sangatlah tepat. Teh adalah minuman para pemikir yang tetap ingin tenang. Bagi mereka yang memutuskan istirahat setelah bekerja seperti biasanya, sepertinya lebih tepat menikmati teh ketimbang kopi karena kopi justru usaha untuk tetap melek, bukan istirahat. Balzac menghantam tenggorokannya dengan kepahitan kopi saat begadang menciptakan inspirasi untuk karya-karyanya. Kopi, minuman pilihan favorit bagi penggila bola, teman begadang bagi orang-orang yang bekerja tak cukup di siang hari saja. Telah banyak warkop bertebaran dimana-mana, bukan war-teh yang memang terdengar aneh, aneh tentu saja bisa kurang menjual. Begadang dan kopi, haha, sungguh baik untuk meriuhkan malam walau (konon) justru tak baik untuk kesehatan, saya bukan dokter maupun ahli gizi, saya hanya mahasiswa hukum yang telah men-D.O.-kan dirinya, yang celakanya tak mau ditanya apapun tentang hukum.

Anggap saja diriku yang mahasiswa telah mati, saya malah pernah kedapatan membaca novel di kelas daripada serius merapal pasal per pasal sebuah peraturan. Saya kedapatan oleh dosen tersebut setelah berkali-kali berhasil menipunya, dikiranya novel yang kubaca itu undang-undang mata kuliahnya. Beberapa teman menasehati tentang nasib, bahwa saya telah salah masuk fakultas. Apakah nasehat bisa memperbaiki takdir? Takdir tak semudah itu, tak seperti di film yang nasib para karakternya bisa kita tebak karena ‘t’uhannya hanya manusia biasa seperti kita. Dalam film, seorang yang akan diceritakan mati dalam beberapa jam kemudian akan (sempat) memberikan isyarat akan ‘pergi’. Sekitar sepuluh tahun sebelum alm. Nenekku ‘pulang’, dia sering sekali mengatakan bahwa sebentar lagi dia bisa saja mati. Saking seringnya, telinga kami menganggap kalimat itu terlampau biasa. Tak ada yang tahu tentang takdir, takdir selalu lihai menyembunyikan dirinya. Tak ada yang tahu tentang takdir, takdir selalu lihai menyembunyikan dirinya. Kita bisa menemukan seseorang yang nyambung, berencana menikah, menjamin kebahagiaan, tapi takdir bisa saja bicara lain. Yang mulanya bahagia berkemungkinan untuk bercerai karena 'tak cocok lagi'. Bersatu  atas nama Tuhan, kemudian berpisah hanya mengatasnamakan egois. Takdir banyak membuat kaget, begitulah cara Tuhan menampar.

Saya adalah orang yang menerka takdir di benak sendiri dengan kemungkinan selalu buruk, bukannya melangkahi hak Tuhan untuk merancang hidup saya, tapi salahkah saya yang mempersiapkan kemungkinan terburuk itu? Saya termasuk manusia yang hidup dengan stok pesimis sangat banyak, mantra-mantra macam Mario Tergugah justru tak membuat saya teguh. Mengapa orang harus mencari Tuhannya melalui orang lain? Celakanya beberapa harus berbayar pula (MLM penghisap uang!).  Saya benci diri ini yang punya otak tak mudah mengenakan novel semacam 5 CM, justru BILANGAN FU yang di GRAMEDIA hanya beberapa exampler begitu mudah membuat saya mengangguk-ngangguk. Kebanyakan orang sudah nyerah duluan memandang BILANGAN FU sebelum membaca, tebal bukan main. Semua orang bisa meneriakkan 'SEMANGAT!', tapi sepertinya berteriak saja tak bisa memberi ruh pada semangat itu. Yah, saya berkembang jadi pencaci, setelah 1000 kali mencaci orang lain entah mengapa malah seperti boomerang, 1.000.000 kali kembali saya mencaci diri sendiri. Saya bisa membenci orang lain dan selanjutnya saya bisa jauh lebih membenci diri saya sendiri. Seorang teman pernah menawarkan ide untuk bunuh diri, haha, kedengarannya seperti mengikuti jejak Kurt Cobain yang (katanya) jenius. Haha, tidak, diri ini terlalu bodoh untuk bunuh diri. Dunia ini memang penjara bagi orang-orang jenius. John Lennon, apakah kemungkinan dia membayar Chapman untuk membunuh dirinya. Haha, konyol. Saya ini jauh dari jenius, lagian bunuh diri bukanlah cara untuk mencintai diri. Membandingkan diri ini dengan Kurt Cobain dan John Lennon, haha, 'siapa gue?''

Saya tidak membenci hidup, saya hanya membenci diriku sendiri. Pun saya tak mau jadi orang lain, saya hanya membenci diriku sendiri…

Baiklah, surat kali ini telah terlalu panjang untuk membuat es cappuccino menunggu. Gelasnya  telah terlihat menangis, semoga ada keputusan untuk mencintai diri setelah meminumnya. Kopi, bukan untuk memulai istirahat, tapi hanya jeda untuk bekerja keras kembali. Jadi setelahnya, mari melanjutkan agenda : berfikir keras untuk membenci diri lagi…

nb : info paling penting hari ini adalah ustadz Zolmed menikah besok.



Selasa, 08 November 2011

hanya di tanganmu

Muhammad Harir

selembar kertas yang mati, akan dibuat semakin mati atau akan hidup, itu tergantung tanganmu, teringat seorang teman bernama Muhammad Harir, yang saya kenal lewat facebook. saya meng-addnya duluan karena sungguh, saya melihat mimpi masa kecil saya hidup pada bakatnya, seperti saat pertama kali mengenal Bang Arham Kendari hasil  keranjingan ngenet waktu masih awal-awal tertanam di makassar. beruntunglah, dia orangnya lumayan berwawasan luas (yang selanjutnya tahu dia pernah jadi penyiar radio di Sengkang), dia gila musik, suka buku, doyan filsafat, dan jadilah para status kami selalu disisipi komen olehnya. yah, dia (dan beberapa orang) berhasil mengumpulkan kembali saya dengan impian masa kecil : ingin jadi pelukis, kartunis, komikus, apapun namanya itu. dan tangan ini telah kaku untuk menarikan sebuah coretan bermakna di atas kertas. bisa dibilang saya hilang kegilaan karena untuk membuat mimpi menembus kenyataan butuh kegilaan. dan suatu kebanggan bisa menjadi obyek dari sketsa yang dibuat teman saya yang satu ini.


Sketsanya yang lain bisa dinikmati di gallery DTnya.