Selasa, 19 April 2011

TABUNGAN RINDU (1)

Ada begitu banyak sosok terpendam dalam diri seseorang, muncul satu persatu secara pelan-pelan. Hal itu terjadi sebagai respon kita saat berkenalan atau lebih dari sekedar itu seperti sebuah kejadian kehilangan seorang yang dicintai. Jadi, jangan khawatir jika ada yang membenci, itu artinya kita telah memberi kesempatan orang itu mengenal salah satu karakternya lagi. Sikapnya tiba-tiba berubah drastis, terbawa arus akan kebenciannya, sementara usahanya untuk terlihat “baik” terabaikan, padahal itulah yang selama ini dia coba untuk perlihatkan. Hem, maaf! Mungkin ini hanya satu paragraf teori bikinan saya, entah setuju atau tidak setuju, itu terserah Anda.

Kami memang harus bertemu, tujuh tahun lalu…
Saya berkenalan dengannya saat malam terakhir ospek. Sebelum-sebelumnya, saya hanya menganggapnya calon teman kuliah yang baik. Dia mengajakku untuk ‘lari’ dari hukuman senior dengan berlama-lama di mushollah, sementara teman-teman yang mengaku sedang halangan akan disuruh mijit-mijit senior. Malam itu, dia tak bisa lari dari ketakutannya, ruangan remang sehingga mendatangkan rasa harap-harap cemas bagi maba. Malam paling tersangka, disuruh menunduk terus-menerus, seolah paling bersalah sedunia, mereka meneriakkan “Bantai saja!”. Dia menggenggam tanganku, mengalirkan ketakutannya. Saya meyakinkannya, bahwa ini hanya pura-pura, dia masih terus ketakutan sampai acaranya selesai.


Hari ke hari, kami saling menggiring satu sama lain, entah kepada kebaikan atau keusilan (semoga tak tergolong jahat sekali! :P). Selesai kuliah, kami akan berjalan dari fakultas ke pintu satu universitas. Kemana-mana kami sering sama-sama, sampai banyak yang mengira kami punya hubungan keluarga, seorang teman malah menyangka kami punya hubungan terlampau serius. Dia senang mengajakku ke kamarnya, mengenalkan dengan tetangga-tetangganya dan memperlihatkan hadiah-hadiah dari temannya lengkap dengan nilai historikalnya. Dari situ saya tahu, dia orang yang sangat menghargai teman. Sebuah boneka beruang pink menghuni tasnya kemanapun dia pergi, katanya itu hadiah dari sahabatnya. Saya sampai-sampai punya ide untuk menggelarinya Ms. BEAN. Dia punya banyak kisah yang diceritakan, bisa kukatakan dia tergolong cerewet. Saya malah diperkenalkan dengan sahabatnya yang tadi lebih banyak lewat cerita daripada bertemu langsung. Dan tanpa disengaja, saya dan sahabatnya saling mengagumi satu sama lain gara-gara dia. Heheheh…

Dia juga pernah bercerita, punya seorang sahabat namun keakraban itu telah hilang. Sahabatnya telah memilih jalan sendiri, punya pandangan sendiri soal hidup. Begitulah idealisme dengan kejam mengkotak-kotakkan kita. Membuat kita terlalu banyak hati-hati bergaul, membuat kita membangun benteng untuk melindungi diri kita dari sesuatu yang mungkin bukan bahaya. Tapi beruntunglah, saya dan dia bukan orang-orang yang suka mencari nama di organisasi, memang tidak demen. Menjadi orang yang berguna bagi banyak orang tak perlu punya muka dulu kan? Jadilah, kami tak menjadi apa-apa, sementara teman sebaya sibuk dengan organisasi, ikut lomba dan semacamnya. Kami lebih senang membincangkan hal-hal ringan, tentang seorang ‘mace’ yang lansia namun selalu mudah tersenyum, atau tentang dosen yang terlambat ngajar karena keranjingan memenuhi hobi nonton acara gossip dulu, sampai pergaulan dunia maya yang menyihir kami juga untuk segera ingin menjadi salah satu penghuninya.

Terkadang dia bercerita dengan sangat bersemangat padahal itu cerita ulangan darinya. Mungkin, karena kebiasaannya ini, kemana-mana mungkin dia merasa aneh jika pergi sendirian. Dia selalu butuh telinga untuk menumpahkan ceritanya. Beruntunglah, saya salah satunya. Selain telingamu akan kenyang akan ceritanya, kau tak perlu khawatir kelaparan walau tugasmu hanya berkata “O, iyakah?”, karena sebenarnya perutnya lebih duluan dibajak kelaparan daripada perutmu. Bercerita butuh banyak energi daripada hanya mendengar, bukan begitu? Hehehe. Kadangkala saya digiring olehnya untuk berdebat, saya lebih banyak mengalah, saya tidak tahu mengapa harus mengalah dengan tulus (bukan karena traktirannya), mungkin karena saya merasa memang pantas saya menyenangkannya. Latoh, pada kenyataannya nanti dia akan mempertanyakan lagi kemenangannya. “Betul apa yang kau bilang dulu, Nay!”. Begitulah, keadaan tak bisa diajak berdebat, kenyataan tetap jadi pemenang.

Semua keseruan itu terjadi sampai suatu malam, saya bertemu seorang laki-laki yang mengaku temannya. Saya curiga, mungkin dia telah lebih dari sekedar teman. Saya diam-diam tidak menyukai keadaan ini. Dan benar saja, jadwal kami tak sama lagi. Dia telah banyak buru-buru, saat dihubungi dia banyak menolak karena sudah punya janjian. Bisa dikatakan saya cemburu… Kami bertiga pernah bertemu malam di pinggir jalan. Mereka berdua sedang makan, sedang saya dari bergentayangan dari Biblioholic sampai mampir ke warnet, kuliah-ran malam, sendiri! Saya merasa aneh berjalan sendiri, tanpa sengaja saya merasa tergantung untuk menemani. Ada ruangan yang telah dibuat karena selalu akan diisi, dan hari ini ruangan itu serasa mubazir. Dan begitulah! Kita tak selamanya harus punya, pada akhirnya hanya ada peng’rela’an, melepaskan! Ya, dan benar terjadi pada hubungan mereka jugas, dia melepaskan diri dari hubungan itu. Setengah mati saya membujuknya untuk berhenti merasa bersalah, tapi dunia tetap dijadikan sebagai musuhnya. Saya lumayan membenci lelaki yang telah membuat teman saya hilang, dan celakanya tak berhasil mengembalikannya seperti dulu.

Tapi, tidak. Itu setahun yang lalu. Sekarang dia sedang menjalani proses penyembuhan. Tiap malam begadang mengisi pikirannya dengan membaca buku-buku teori , melanjutkan kuliahnya sebagai pelaksanaan misinya yang lebih penting :: menyelamatkan dunia! Hahahah… Saya hanya mendo’akan semoga dunia bisa membalasmu sebaik-baiknya imbalan. Saya tak bisa mentraktirmu (mengenalkanmu-lah :P)seorang lelaki yang bisa membuatmu mengecek lagi list-list pasangan idaman di dalam hatimu. Saya hanya mengulurkan harap kepada DIA, yang tahu yang terbaik, karena… saya hanya temanmu!

Hem, semoga kereta api kata-kata ini tak mengganggu malam khusyukmu dengan si DJ. Pesanku “Jaga baik-baik nama ‘negeri’ Makassar di luar negeri, Nak!”

Minggu, 03 April 2011

AKU MENCINTAIMU WALAU AKU TAK PUNYA APA-APA

Apakah cinta yang membahagiakanmu? Sesuatu yang ingin kumiliki!

Inilah aku, yang mencintaimu dengan segala yang tidak kupunyai.
Aku mungkin tak punya telinga tempat suara resahmu mengalir.
Akupun tak punya keinginan memperlihatkan bahwa aku seorang yang telah dewasa untuk cukup menguatkanmu dengan kata-kata nasehatku, yah aku jauh lebih muda. Umurku bukanlah lautan yang asin karena pengalaman, tempatmu berenang seluas-luasnya, mungkin malah hanya sebuah kubangan yang beruntung ada karena hujan sejenak saja.
Keberanian tak kujadikan mulut untuk mengatakan cintaku padamu.
Aku juga tak punya dana untuk membeli jarak agar kau bisa merindukanku.
Perasaan ini sungguh sederhana, ada begitu saja seperti sebuah bangunan menjulang yang muncul tiba-tiba, tapi mengapa terasa rumit?
Aku tak punya sesuatu yang pantas membuatmu bangga, sesuatu yang harus membuatmu memilihku…
Aku hanya punya dua ‘tahu’, tahu bahwa aku mencintaimu. Dan tahu, itu tak pernah cukup!