Rabu, 25 Juli 2012

sucKcess

http://en.wikipedia.org/wiki/Subterranean_Homesick_Blues

Subterranean Homesick Blues video music

DONT LOOK BACK (1967) opening movie



Johnny’s in the basement
Mixing up the medicine
I’m on the pavement
Thinking about the government
The man in the trench coat
Badge out, laid off
Says he’s got a bad cough
Wants to get it paid off
Look out kid
It’s somethin’ you did
God knows when
But you’re doin’ it again
You better duck down the alley way
Lookin’ for a new friend
The man in the coon-skin cap
By the big pen
Wants eleven dollar bills
You only got ten

Maggie comes fleet foot
Face full of black soot
Talkin’ that the heat put
Plants in the bed but
The phone’s tapped anyway
Maggie says that many say
They must bust in early May
Orders from the D.A.
Look out kid
Don’t matter what you did
Walk on your tiptoes
Don’t try “No-Doz”
Better stay away from those
That carry around a fire hose
Keep a clean nose
Watch the plain clothes
You don’t need a weatherman
To know which way the wind blows

Get sick, get well
Hang around a ink well
Ring bell, hard to tell
If anything is goin’ to sell
Try hard, get barred
Get back, write braille
Get jailed, jump bail
Join the army, if you fail
Look out kid
You’re gonna get hit
But users, cheaters
Six-time losers
Hang around the theaters
Girl by the whirlpool
Lookin’ for a new fool
Don’t follow leaders
Watch the parkin’ meters

Ah get born, keep warm
Short pants, romance, learn to dance  
Get dressed, get blessed
Try to be a success
Please her, please him, buy gifts
Don’t steal, don’t lift
Twenty years of schoolin’
And they put you on the day shift
Look out kid
They keep it all hid
Better jump down a manhole
Light yourself a candle
Don’t wear sandals
Try to avoid the scandals
Don’t wanna be a bum
You better chew gum
The pump don’t work
’Cause the vandals took the handles

Senin, 23 Juli 2012

Kamis, 19 Juli 2012

Pengen teriak...

"AKUUU CINTAAAA DIRIIIIIKUUUU!"

Direkam, dan jadi bunyi wekerku tiap bangun pagi.







Mungkin, itu sebabnya saya menyukai dingin. Menggigil membuat kita berusaha menghangatkan diri-sendiri, memeluk diri sendiri. Sepertinya saya harus menunggu perubahan iklim, dengan dipeluk selimut, memandang jendela yang berembun terkena nafas para salju-salju yang mungil.

Senin, 16 Juli 2012

LINGKARAN

Memandang bulan sabit itu, terkadang melihatnya seperti sebuah bibir yang tersenyum. Namun, suatu saat pula dia jungkir-balik, bibir itu cemberut. Serupa menikmati indahnya warna-warna pelangi, kita tak bisa memberi batas antara warna yang satu dengan yang lainnya. Seperti saat kita demam, tubuh kita tak seluruhnya berasa hangat. Demam mengiris-ngiris tubuh kita dalam bagian tubuh yang panas dan dingin, dan kita tak tahu di titik tubuh bagian manakah suhu netral itu berada. Kita berselimut untuk mengusir gigil, di sisi lain ada panas yang serasa ingin meledak dari dalam tubuh kita.

Seperti saya, yang akhir-akhir ini justru tak bisa membedakan antara jenius dan idiot. Banyak orang yang beranggapan bahwa jenius itu tingkat kecerdasan yang paling atas, sedangkan yang paling di bawah itu idiot. Tingkah laku orang-orang (yang katanya) jenius dan orang (katanya) idiot tak ada lagi bedanya bagi saya. Kemudian, di dalam kepalaku, idiot dan jenius bukan lagi mempunyai hubungan ‘lawan’, mereka adalah dua orang yang bergandengan tangan dengan tingkat kecerdasan lain membentuk lingkaran.



Diagram piramida, bukan soal kuantitas, tapi kualitas kecerdasan.



Lingkaran, hubungan IDIOT dan JENIUS



Saya pun kemudian khawatir, tak bisa membedakan antara tulus dan bodoh. Ketika mayoritas Ilmuwan Eropa yakin bahwa perubahan iklim itu benar-benar terjadi, yang lebih dikenal dengan istilah global warming, banyak aktivis lingkungan kemudian muncul menyerukan untuk peduli kepada alam dan lingkungan. Namun ada beberapa orang (yang konon lebih cerdas) percaya bahwa itu hanya konspirasi saja, bukan berarti saya menganggap diri saya cerdas, tidak. Saya punya pendapat sendiri tentang isu global warming ini.

Bagaimana Eropa menggulirkan isu lingkungan ini agar kita senantiasa ‘mengerti’ alam, kemudian kita mencoba untuk menanam pohon dan memeliharanya. Tapi, pemerintah dan beberapa pihak masih saja melewatkan (atau sengaja?) bahkan mengacuhkan oknum-oknum yang mengeksploitasi secara berlebihan. Kita yang setengah mati menanam dan menjaga, merekalah yang memanen untuk kepentingan dompet mereka. Yang jelas bagi saya, menjaga lingkungan adalah tugas kita bersama. Kalau mereka yang cerdas namun pesimis dan ‘cuek’, ada semacam kecerdasan yang mubazir/terbuang percuma, tapi kembali lagi itu hak mereka.

Kebanyakan orang optimis itu, selalu berpikir kalau bisa menularkan keoptimisannya kepada orang lain. Mengutip berbagai macam kalimat para motivator agar bisa mengubah si pesimis, seperti cahaya yang melabrak kegelapan, akhirnya cahaya itu sekedar lewat, ada yang berhasil tapi lebih banyak yang sia-sia. Memangnya jadi pesimis itu selamanya ‘nyampah’? Beberapa bulan lalu, saya iseng mencari, adakah seseorang yang bangga dengan kepesimisan. Memang tak ada yang secara gamblang mengatakan dirinya lebih cenderung pesimis tapi ada kalimat yang lumayan membuat saya bersyukur :

Orang optimis dan pesimis sama pentingnya.
Orang optimis membuat kapal, orang pesimis membuat pelampung. 
(Pepatah Cina)



Ini, lebih dari Cinta Segi Tiga? Cinta Segi Banyak? :D



Begitulah dunia diciptakan, kita tidak bisa menerima hanya putih, namun ada juga hitam dan kemungkinan besar datang pula abu-abu. Kita tak bisa memilih hanya satu saja, kita harus menerima ‘satu paket’ hidup ini. Kita bisa menawarkan berbagai hal kepada orang lain, namun kita tak bisa memaksakannya. Seperti A yang mencintai B, namun B belum tentu punya perasaan yang sama kepada A. Bagaimana kalau B ternyata lebih mencintai si C, dan begitulah seterusnya. Konon, kita akan menerima kebaikan yang telah kita lakukan di masa lalu, memang klise. Klise, karena memang itulah yang akan terjadi. Saling mencintailah atau punah, nasehat Prof. Morrie kepada Mitch Albom (Buku SELASA BERSAMA MORRIE).




 Ini Bunga Kupu-Kupu atau kupu-kupu yang dikutuk jadi bunga?

Rabu, 11 Juli 2012

BUKAN DONGENG

Tak tahukah Mak Malin Kundang kalau seorang Ibu yang sabar menasehati anaknya akan lebih mudah masuk surga daripada harus mengutuk anaknya jadi batu? Jadi soleh, atau sekalian salah pun anak kalian, tetap kalian akan masuk syurga jika kalian menyikapinya dengan baik, wahai orang tua negeri dongeng!

Tidak suka sekali dengan orang dewasa yang mudah sekali mencap seseorang 'durhaka', mudah sekali mereka mengatakan hal-hal seperti itu, memperdayai beberapa anaknya agar jadi penurut, 'anak manis'. Belum puas menyalahgunakan cap 'durhaka' itu, setelahnya akan ada umpatan 'keras kepala' dan lain-lain lagi.

Mereka tak akan melunak lagi, mereka akan terus keras, mereka telah kalian kutuk jadi batu!

Senin, 02 Juli 2012

Inayah bukan maya

Beberapa hari yang lalu aku dan lili sedang menikmati sore di vihara sambil makan es cream. Dan kami tiba tiba mebicarakanmu. Karena teringat ulang tahunmu yang tidak kami ucapkan. (Tapi hebatkan kami bisa ingat).
Dan juga entah bagaimana. Aku dan mungkin Lili merasa, bahwa kau itu bukan hanya sekedar teman yang biasa. Seperti pertanyaan pertanyan di Formspring.me yang pernah kau tanyanya kan padaku. " bagaimana kau menemukanku". dan aku menjawab. "kau yang menemukanku. Inayah Mangkulla menemukan Ernisa Purba." :)


Menarikku pada sebuah masa, pertemanan bukan lah jarak, apalagi pertemuan.
Kita, sering bercerita buku, punggung, lagu lagu sendu. Dan menyuruhku pindah agama supaya mencintai The beatles.

Kita bahkan merasa mahluk alien yang berasal dari Yupiter  bukan Venus. Aku lupa kapan kita kenal. Tapi semenjak itu aku merasa aku sangat beruntung, dan berjodoh.

Kita hanya menyapa di YM, saat jaga malam kita di warnet, ah aku sering lupa waktu bagian Indonesia Tengah padamu, Kita bertukar note di Fb, dan sering, bercerita ngawur di wall.
Bahkan semenjak aku berubah begini, aku jadi tidak bisa menulis, dan berkata kata layaknya teman se alien.
Sebenarnya, aku cukup terharu, saat 2 hari yang lalu, kau memberi tag lagi untukku, aku melihat Pic mu yang... Woow!! Dan aku diam. Itu cukup.
Efek kangen dirimu. :)

Kau, selalu jadi motivasi terselubung, dalam kisah kisahku dan Lili.
Terimakasih menerima kami di semesta yang cukup luas ini.
Hingga sedikit mimpi kami, ingin menyentuhmu.

Dari : Teman Jarak Jauhmu. :)

Tentang si N: Kau Tak Butuh Bahu, Kau Hanya Butuh Bahagia

Lagi lagi, aku akan bercerita tentang si N, salah satu N dari banyak N yang menjadi puzzle hidupku di muka bumi ini. N yang puitis yang selalu bersedia menjadi Manusia Telinga bahkan sebelum aku berkata apa-apa.

Oh… N, aku tak tahu harus menyaingi puisimu seperti apa. Ketika kudapati kabar itu. Puisimu selalu kubanggakan, terlebih saat kau tetAskan airmata di setiap hurufnya. Tapi malam ini, puisimu sangat tak beraturan kata-katanya. Kau melupakan Sutardji-mu! Aku membencimu yang seperti ini!

Aku menangisimu! Menangisi betapa pilunya kisahmu, betapa merananya dirimu yang terpaksa kehilangan dua lelaki sahabatmu. Aku menangisimu, menangisi kalian yang memerankan kisah ini dengan setengah hati. Betapapun aku mencintai duka, namun lakon yang kalian perankan sungguh sangat menyakitiku!

Aku menangisimu –andai kau melihatnya– karena aku tak punya kata-kata lagi untuk kutuliskan untukmu. Aku menangisimu, dan kusodorkan bahuku padamu. Andai aku membersamaimu, tapi kau tak benar-benar membutuhkan bahuku. Katamu, kau hanya butuh bahagia.

Tapi bagaimana aku bisa membantumu untuk bahagia? Aku tahu seperti apa hidupmu. Terlebih setelah kepergian lelaki sahabatmu yang kedua ini, kau akan menjadi semakin ‘alien’, kau akan selalu memilih untuk hidup di luar angkasa daripada di dalam rumah bumimu sendiri. Lalu kau akan berkata akan lebih senang bila segera menyusul mereka. Arggh!Aku sungguh membencimu saat kau terlalu sering mengatakan itu! Aku membencimu yang seperti ini, N! karenanya aku tak tahu bagaimana membantumu untuk bahagia.

Aku tahu cerita kenanganmu yang melebihi satu dasawarsa dengannya. Satu dasawarsa! dan kau telah menjaga hatimu selama lebih dari satu dasawarsa! Kau sungguh membanggakanku! Kau menghadirkannya sebagai inspirasi di hampir semua puisi-puisimu. Kau menjadikannya ayah bagi bunga-bunga harammu.

N.., kau tak perlu berpura-pura tegar, dan aku tak perlu menghapal naskah nasehat bahwa semuanya akan baik-baik saja. Karena kau bukan anak kecil yang tidak menyadari keadaanmu sendiri. Kalau kau mau menangis, maka lakukanlah! Lakukan sampai kau lupa apa yang kau tangisi. Sampai kau lupa untuk puas menangis. Menangislah! Bila kau bertekad untuk mengiringi jejak-jejaknya dengan airmata.
Kau tak perlu memintaku untuk membantumu bahagia, karena kau tentu tahu bahwa aku tak kan tahu bagaimana caranya. Lantas mengapa kau memintaku untuk membantumu bahagia? Padahal aku sama sekali tak tahu bagaimana caranya!

Aku tak tahu bagaimana rasanya menjadi dirimu. Karenanya, kau tak kan membutuhkan petuah-petuahku, kau takkan membutuhkan nasehat-nasehatku. Maka ijinkan aku menangis saja, mengikuti tangismu. Karena aku sadar tidak kan bisa memberimu apa-apa.

Aku tak tahu bagaimana aku bisa membantumu untuk bahagia. Aku hanya punya lisan untuk berdoa, dan kau hanya akan memaksakan diri untuk terpuaskan dengan doa-doa. Aku hanya punya bahu yang bisa kau pakai untukmu menangis, tapi tidak, yang kau butuhkan adalah bahagia….

Makassar, 3 September 2009
Maafkan aku N, biarkan ALLAH yang membahagiakan kalian dengan RamadhanNYA

TABUNGAN RINDU (2)

--- special untuk Club PUNGGUNG


Apakah melihatmu membutuhkan teleskop atau mikroskop?*

Saya sepertinya harus sering-sering minta maaf kepada beberapa teman akrabku sendiri walau saya tahu mungkin mereka merasa saya tak punya salah. Saya terlalu banyak berfikir negatif tentang mereka terlebih-lebih mengenai diri saya sendiri, untuk apa mereka bertahan menjadi teman saya padahal saya tak punya apa-apa untuk dibanggakan. Sebenarnya, sulit bagi saya menyebut mereka sahabat, hanya masa depan yang layak mengujinya. Sahabat bagi saya adalah “barang mewah”. Sahabat itu pekerjaan hati. Bukan soal hartamu, bukan soal intelektualmu, bukan soal umur atau apapun.

Maka ketika penyakit rindu itu kumat, kita membuat benteng sendiri, planet kita sendiri, lebih banyak membayangkan daripada menerima kenyataan. Rindu itu gejala  meng-alien, menjauh dari riuh, berkonsentrasi, membuktikan bahwa kita tak pernah lupa dengan mereka. Sampai suatu saat kita benar-benar mencintai merindukannya, tak perlu lagi kehadirannya, benar-benar telah alien. Kita terus-terusan mencatat “kita pernah blablabla…”. Kenyataannya,  tidak ada yang bisa memaksa seseorang untuk terus menyukai kita.

Yah, hanya alien yang selalu rindu, selalu ingat, karena lupa dan bosan itu konon manusiawi.



Minggu, 01 Juli 2012

PUSH THE TEMPO POO POO!

AMON memakai pengendalian darah melawan KORRA dan MAKO

Habis nonton AVATAR KORRA Chapter 12, ternyata ini penutup Book 1, jadi sekarang tungguin Book 2 lagi dengan permasalahan baru.

Saya kemudian berfikir, teringat pengendalian darah yang diciptakan Nenek Hama dalam Serial Kartun AVATAR AANG, mirip yang dilakukan di video musik ini, mereka seperti sedang dalam pengaruh dikendalikan.

Ini salah satu video klip jadul, saya dan kakak saling memanggil kalau video klip ini tiba-tiba tayang di televisi. FATBOY SLIM, salah seorang DJ yang tidak perlu diragukan lagi karya-karyanya, juga video musiknya yang digarap dengan serius.

suami

Cover Album BARANG ANTIK


Semoga anak muda zaman sekarang---pengagum Britney Spears atau Lady Gaga,tak lantas mencap selera musikmu terlalu "Oldies" atau malah menganggapmu "aneh". Tapi bagiku Dylan emang jauh lebih Highclass dibanding Gaga.

Begitu komentar teman, tentang selera musikku. Oldies atau modern itu pendapat orang lain karena 'oldies' atau 'modern' hanya batas waktu, musik bukan soal zaman tapi soal selera. Saya tak bisa berbuat apa-apa jika memang harus 'meriah' sendiri dengan seleraku sendiri yang jarang sama dengan orang lain, pun saya tak bisa berbuat apa-apa dengan selera SIPUT yang menurutnya 'ababil', atau mengenai ACCILONG yang maniak boyband/girlband Korea. Tak masalah, toh sampai sekarang kami masih berteman baik.


Oldies, aneh, itu kata orang. Kalau kataku, saya tak pernah mendengar musik seberkualitas musik tahun 1960an.

Dari kecil, bahkan (mungkin) bayi, dua orang kakak laki-lakiku yang bertanggungjawab mendidik selera musikku. Mereka fanatik Iwan Fals, setiap hari rumah kami tumpah akan celotehan Iwan Fals. Maka, ketika seorang teman (mungkin gila musik pop modern) bertanya, "Kau suka Iwan Fals?", seolah heran, saya yang seumuran dengannya mengapa menyukai karya orang yang sudah menjadi orang tua sekarang.

Saya justru malah balik heran, bagiku orang Indonesia macam apa jika tak tahu Iwan Fals, atau bisa kucurigai dia bukanlah WNI.

Maka SIPUT menimpali "Duh, Naya itu mau dijadikan istri keduanya Iwan Fals dia juga mau!" Saya tersenyum, yah mungkin Iwan Fals telah terlanjur menjadi suami bagi telinga saya.