Senin, 02 Juli 2012

Tentang si N: Kau Tak Butuh Bahu, Kau Hanya Butuh Bahagia

Lagi lagi, aku akan bercerita tentang si N, salah satu N dari banyak N yang menjadi puzzle hidupku di muka bumi ini. N yang puitis yang selalu bersedia menjadi Manusia Telinga bahkan sebelum aku berkata apa-apa.

Oh… N, aku tak tahu harus menyaingi puisimu seperti apa. Ketika kudapati kabar itu. Puisimu selalu kubanggakan, terlebih saat kau tetAskan airmata di setiap hurufnya. Tapi malam ini, puisimu sangat tak beraturan kata-katanya. Kau melupakan Sutardji-mu! Aku membencimu yang seperti ini!

Aku menangisimu! Menangisi betapa pilunya kisahmu, betapa merananya dirimu yang terpaksa kehilangan dua lelaki sahabatmu. Aku menangisimu, menangisi kalian yang memerankan kisah ini dengan setengah hati. Betapapun aku mencintai duka, namun lakon yang kalian perankan sungguh sangat menyakitiku!

Aku menangisimu –andai kau melihatnya– karena aku tak punya kata-kata lagi untuk kutuliskan untukmu. Aku menangisimu, dan kusodorkan bahuku padamu. Andai aku membersamaimu, tapi kau tak benar-benar membutuhkan bahuku. Katamu, kau hanya butuh bahagia.

Tapi bagaimana aku bisa membantumu untuk bahagia? Aku tahu seperti apa hidupmu. Terlebih setelah kepergian lelaki sahabatmu yang kedua ini, kau akan menjadi semakin ‘alien’, kau akan selalu memilih untuk hidup di luar angkasa daripada di dalam rumah bumimu sendiri. Lalu kau akan berkata akan lebih senang bila segera menyusul mereka. Arggh!Aku sungguh membencimu saat kau terlalu sering mengatakan itu! Aku membencimu yang seperti ini, N! karenanya aku tak tahu bagaimana membantumu untuk bahagia.

Aku tahu cerita kenanganmu yang melebihi satu dasawarsa dengannya. Satu dasawarsa! dan kau telah menjaga hatimu selama lebih dari satu dasawarsa! Kau sungguh membanggakanku! Kau menghadirkannya sebagai inspirasi di hampir semua puisi-puisimu. Kau menjadikannya ayah bagi bunga-bunga harammu.

N.., kau tak perlu berpura-pura tegar, dan aku tak perlu menghapal naskah nasehat bahwa semuanya akan baik-baik saja. Karena kau bukan anak kecil yang tidak menyadari keadaanmu sendiri. Kalau kau mau menangis, maka lakukanlah! Lakukan sampai kau lupa apa yang kau tangisi. Sampai kau lupa untuk puas menangis. Menangislah! Bila kau bertekad untuk mengiringi jejak-jejaknya dengan airmata.
Kau tak perlu memintaku untuk membantumu bahagia, karena kau tentu tahu bahwa aku tak kan tahu bagaimana caranya. Lantas mengapa kau memintaku untuk membantumu bahagia? Padahal aku sama sekali tak tahu bagaimana caranya!

Aku tak tahu bagaimana rasanya menjadi dirimu. Karenanya, kau tak kan membutuhkan petuah-petuahku, kau takkan membutuhkan nasehat-nasehatku. Maka ijinkan aku menangis saja, mengikuti tangismu. Karena aku sadar tidak kan bisa memberimu apa-apa.

Aku tak tahu bagaimana aku bisa membantumu untuk bahagia. Aku hanya punya lisan untuk berdoa, dan kau hanya akan memaksakan diri untuk terpuaskan dengan doa-doa. Aku hanya punya bahu yang bisa kau pakai untukmu menangis, tapi tidak, yang kau butuhkan adalah bahagia….

Makassar, 3 September 2009
Maafkan aku N, biarkan ALLAH yang membahagiakan kalian dengan RamadhanNYA