Selasa, 21 Oktober 2008

MANIS 101008

“.… Tidak usahmi fikir biaya”, begitu ujung sebuah pesan yang mampir di hpku sehari sebelumnya. Saya merasa tak tahu diri, belum terlalu kenal tapi sudah merepotkan. Hanya ucapan ‘terima kasih’ dengan bunyi ‘i’ yang panjang mencoba lebih menghargai bantuantak…. Malah kita kasihkak lagi senyum, kubalas sekedarnya karena sadar senyumku tak begitu indah jika disandingkan dengan senyumtak….
Di
pete’-pete’, gak berhentikak tersenyum, bukan karena mengingat kita tapi karena bibirku belum merasa ckup untuk membalas senyumtak yang tadi ---sampe-sampe ku lupaywi uang kembalian billingku tadi Rp 2.000, seolah senyumtak sudah cukup bagiku lebih dari sekedar kembalian. Heheheh!

Seandainya kita perempuan, akan kupujakik :


Di rumahku yang telah lama tak terjamah, bertumbuh bermacam-macam sarang laba-laba. Kan kutunggu hujan yang rela singgah di benang-benangnya yang
Di mengayun lemah. Tetesan hujan itu melingkar membentuk kalung mutiara bening yang elok nan ajaib. Cahaya lampu biasa akan menjelma menjadi sinar bintang pujaan jika dilihat dari dalam kebeningannya. Ingin kubekukan dan kulingkarkan di lehermu.
Bukan…, bukan untuk mengalahkan indahnya senyummu karena sesungguhnya senyummu adalah gula dan kalung itu cahaya. Sinarnya akan berpendar memperjelas senyum malu-malutak selama ini terhadap kebanyakan orang. Supaya semua orang tahu, kita memang manis….

Huekz…, gombal!