Sabtu, 18 Januari 2014

EXPECTING RAIN

Untuk ERNISA PURBA


Sebelum kau melangkah pergi lebih jauh meninggalkan cerita-cerita sedih dan pilu yang kita bagi satu sama lain, izinkan saya menceritakan sesuatu padamu.

Hari ini kita janjian bertemu, di sebuah pantai, entah itu di kotamu, di kotaku atau bisa jadi di kota lainnya. Ranselku dipenuhi berbagai macam hal, kita berencana untuk piknik di sana. Tapi rencana tinggal rencana, mendung menyambut kita di sana.
Hujan deras, semua orang berlari untuk berteduh, kecuali kita. Entah mengapa rasanya ini lebih indah dari piknik. Entah hujan yang meresap ke dalam diri kita atau sebaliknya, sepertinya itu tak penting lagi.
Kita tetap berdiri, berpegangan tangan menghadap pantai. Rasa-rasanya tubuh ini mencair, kita menangis, tak penting lagi apakah itu tangis sedih atau senang. Kita dewasa, kita layak merayakan dan menghadapi itu semua. Tapi percayalah, dalam hatiku berdo’a, itu tangis bahagiamu.

*Anggaplah ini Pesta Bujang khayalan untukmu.

Selasa, 14 Januari 2014

FAVORITE SCENE


Scene ini, bagi saya ajaib, terutama dialognya. Lagi dan lagi dari film Stand by Me (1986), film yang seumuran denganku. Kebetulan hari ini sedang berulang tahun, saya sebenarnya tak suka merayakan, justru akhir-akhir ini ingin memberi hadiah-hadiah kecil ke beberapa teman. Dan yang satu ini, spesial buat HAQRAH DEWI SAFYTRA. Seperti pesan Chris Chambers kepada Gordie Lachance, agar dia tetap percaya dan yakin akan jadi penulis nantinya.





GL : Do you think I'm weird?

CC : Definitely.

GL : No, seriously. Am I weird?

CC : Yes, but so what? Everybody's weird.
You ready for school? Junior high.
You know what that means.
By next June we'll all be split up.

GL : What are you talking about?
Why would that happen?

CC : Cause it's not going to be Iike grammar school, that's why.
You'll be taking college courses, and me, Teddy, Vern we'll all be in the shop courses
making ashtrays and birdhouses.
You're gonna meet a lot of new guys. Smart guys.

GL : Meet a lot of pussies is what you mean.

CC : No, man. Don't say that. Don't even think that.

GL : I'm not going in with a Iot of pussies.

CC : Then you're an asshole.

GL : What's asshole with wanting to be with your friends?

CC : It's asshole if your friends drag you down.

GL : You hang with us, you'll just be another wise guy with shit for brains.

CC : You could be a real writer someday.

GL : Fuck writing! I don't to be a writer. It's stupid. It's a stupid waste of time.

CC : That's your dad talking.

GL : Bullshit! 

CC : Bulltrue!
I know how your dad feels about you, he doesn't care about you.
Denny was the one he cared about, and don't try to tell me different.
You're just a kid, Gordie.

GL : Gee thanks, Dad.

CC : I wish to hell I was your dad.
You wouldn't be talking about taking these stupid shop courses if I was.
It's like God gave you something, man, all those stories that you can make up.
He said, "This is what we got for you. Try not to lose it".
Kids Iose everything unless there's someone there to look out for them.
If your parents are too fucked-up to do it, then maybe I should.

Rabu, 01 Januari 2014

SURAT BUAT NUNU*

Sudah tahun 2014, bagaimana perayaan tahun barumu? Petasan meledak dimana-mana, serasa berada di zona perang. Mungkin bagi banyak orang bermain petasan itu menyenangkan dan keren, membunyikan sesuatu sampai terdengar keras sampai mengganggu orang lain (yang tidak menyukainya), kebebasan itu keren dan hebat. Saya juga pernah melihat mobil-mobil kavaleri lewat di jalan raya, saya sedang melintas di sana, petugas yang berdiri di atasnya terlihat bangga. Itu terlihat keren, yah mungkin perang masih keren, walau pada kenyataannya perang adalah hal yang sudah kuno untuk dilakukan lagi.

Oh ya, maaf, saya memanggilmu dengan sapaan Nunu saja, saya orang Indonesia. Dalam Bahasa Indonesia, jarang ada kata yang mendampingkan dua huruf vokal, kau tidak keberatan kan? Bahasa Inggris saya juga jelek, jadi saya menulis surat ini dalam Bahasa Indonesia. Maaf! Lagipula mungkin kau tak akan menemukan surat ini.

Ada saatnya kita meninggalkan, ada saatnya kita akan tiba giliran untuk melepas.

Gordie Lachance : What's asshole about wanting to be with your friends?
Chris Chambers : It's asshole if your friends drag you down! You hang with us, you'll be just another wise guys with shit for brains.

Agak egois memang, tapi bagiku inilah dialog terbaik dari film Stand by Me ini. Karakter Chris Chambers begitu membekas di hati saya, saya merasa Gordhie Lachance hanya pencerita walau digambarkan dialah tokoh utama dan paling pintar di antara mereka berempat, tapi saya merasa Chris Chamberslah letak kekuatan cerita.

Musik instrumental yang mengiring film ini terkadang membuat saya menangis. Ada orang, yang baru sebulan berkenalan dengannya, tapi kau sudah rindu untuk selalu menengok gambar dirinya, menebak dari wajahnya, kira-kira apa yang sedang dikatakan oleh pikirannya saat itu. Mungkin saya kecanduan akan apa yang kulakukan ini, karena Rio** telah tiada sejak 20 tahun yang lalu. Apalagi kau, yang pernah bertemu dan berkawan baik dengannya. Lihat makna nama kalian, “sungai” dan “hembusan sejuk dari atas gunung”, seperti sebuah keajaiban, memang kalian dinasibkan bertemu. Betapa mudahnya dia bisa dirindukan dengan sangat hebat. Kita menjadi sulit memaafkan diri kita sendiri akan kepergiannya.


Keanu Reeves & River Phoenix



Apakah kau percaya pada konsep reinkarnasi? Saya bertanya walau banyak bilang kau penganut Budha. Apakah kau pernah mencari sesuatu, seseorang atau apapun itu yang baru lahir dan bertanya dalam hatimu “Kaukah itu, teman? Rio yang lahir kembali?” Saya bukan Budha, tapi saya pernah diam-diam berdoa kepada Tuhan jika Ayahku lahir kembali, saya ingin lahir lagi di janin istrinya kelak, saya ingin menjadi anaknya lagi. Tapi untuk orang seperti Rio, saya tidak bisa berharap banyak, dia terlalu berharga, jadi mungkin dia hanya datang satu kali di muka bumi ini. Saya hanya bisa menikmati karya-karyanya, membuka laptop dan mencari info tentangnya. Saya hanya bisa membaca bahwa dia membeli tanah 320 ha yang merupakan hutan, agar tidak ada pohon yang ditebang di sana. Saya manusia biasa, kita hania bisa menghidupkannya sebatas ide-ide, bagiku itulah wujud reinkarnasinya.

Saya pernah punya sabahat di SMP, saya memanggilnya Er. Mungkin Er adalah sahabat terbaik yang pernah saya punya. Untuk pertama kalinya saya bertemu seseorang menerima apa adanya saya. Bersahabat dengannya memunculkan diri saya yang sebenarnya, dan itu bertahan sampai sekarang. Perpisahan terjadi ketika hari pertama saya mengenakan rok abu-abu, kami berjanji bertemu di sekolah kami yang baru, kami akan memamerkan rok SMA satu sama lain. Tapi hari itu Er tidak datang. Saya sibuk sekolah dan jarang bertemu lagi dengannya. Er sudah menikah, terakhir bertemu dia sedang menggendong bayi perempuan berumur setahun, itu terjadi lima tahun yang lalu. Dia masih orang yang sama, tidak berubah sedikitpun, waktulah yang berubah. Dia tak mungkin mengajak saya lagi nonton film kartun minggu di rumahnya, tak mungkin lagi ada kegiatan manjat pagar sekolah untuk bolos. Terkadang rasanya ingin jadi seseorang yang tak peduli akan waktu. Namun sepertinya hanya orang gila yang tak peduli sudah berapa usianya, tak perlu menatap kalender sudah tanggal berapa hari ini.

Mimpi adalah hal yang membuatmu bergairah untuk hidup. Saya menemukannya kembali, seorang sahabat, rasa indahnya berbagi, suka, duka, rahasia muncul kembali. Tapi kesalahanku adalah menganggapnya Er, padahal mereka dua sosok yang berbeda. Saya menyesal, merasa bersalah, sehingga terkadang saya merasa pantas untuk diabaikan. Dia pernah menghiburku dengan kalimatnya “Sahabat tidak akan pergi kemana-mana!”. Dia sedang diculik oleh duka atau apapun itu, dia berjanji kembali. Tapi bagiku, perpisahan dengan Er membuatku sadar bahwa benar-benar tak ada yang abadi. Semua harus pergi, sahabat paling sejati bagimu adalah dirimu sendiri, yang selalu ada dan tak pernah pergi.

Saya harus merelakan semuanya pergi, membiarkan mereka hidup dengan jalan yang mereka mau, bertemu dengan orang-orang, entah itu yang lebih baik dariku atau orang yang malah melukainya dan justru itu yang baik untuknya. Dengan begitu dia bisa jadi lebih dewasa, jadi lebih kuat, lebih tegar dari biasanya, menjadi orang yang berbeda. Yah, berbeda dari yang dulu kita kenal, sehingga ketika kita bertemu kembali dengannya, kita merasa aneh karena harus ‘berkenalan’ lagi dengannya, ada fase hidupnya yang tidak kau tahu, kau tidak sedang bersamanya pada saat itu. Pembicaraan menjadi tidak nyambung, kau tiba-tiba terlihat bodoh karena selera humornya telah berbeda, gaya bercandanya tidak sama lagi. Kau tidak mengerti itu dan merasa tidak perlu berusaha untuk mengerti karena bagimu itu baik untuknya, membuka pikirannya terhadap banyak hal baru, bergaul dengan begitu banyak orang yang bisa memperkaya pikirannya.

Kita tak perlu bersusahpayah untuk mengenalnya kembali, jalan terbaik adalah melepasnya, membiarkannya datang dan pergi, ini bukan lagi tentang apa yang kau inginkan, tapi apa yang dia butuhkan. Itu jauh lebih baik daripada harus mengejar ketertinggalan agar bisa menjadi teman yang bisa memahaminya, itu melelahkan.

Terima kasih, surat ini telah jadi, walau mungkin kau tak akan membacanya, paling tidak saya bisa ingat bahwa saya pernah menulisnya. Terima kasih, Nuuu! Terima kasih, Rio!


* Keanu Reeves
**Rio berarti sungai dalam Bahasa Latin, beberapa teman dekat memanggilnya dengan nama tersebut selain dengan sapaan Riv.