Kamis, 24 Februari 2011

SIAPAKAH YANG SEBAGAI ENGKAU?

Senyummukah yang bereinkarnasi di bibirnya? Bersinar menyilaukan hatiku, seperti sesuatu yang tak pantas kumiliki. Seseorang yang cukup hanya kulihat dari jauh, seperti rasa ketika aku hanya telah merasa lebih dari cukup saat dipunggungi olehmu. Dan muncul lagi sebuah perang dahsyat, antara pikiran dan hati. Namun, lagi-lagi akulah yang jadi korban... Seseorang di kepalaku berkata, kebodohankulah yang menerjemahkan dia adalah kau dalam bentuk lain.

Hah, malam ini kembali kenanganmu mempermainkan diriku, rasanya seperti telah muak bermain komediputar namun permainannya tak bisa berhenti, mengulang-ulang kenangan, seolah sayalah yang jadi bahan tontonan.

~ ~ ~

Apakah di sana ada waktu lowong untuk menghayal, mengdamparkan diri pada masa lalu? Apakah arwahmu terlalu sibuk tidur tanpa bermimpi? Apakah kau pernah mengingat pertemuan terakhir kita?

Kau memintaku datang karena katamu baru hanya padaku kau bilang sedang sakit. Aku sangat mengerti karena begitulah kau, tak ingin membuat orang lain resah. Kau meminta dibawakan sejumlah obat herbal, katamu "sapa tahu ampuh!", jangan khawatir. Saya malah membawa diriku pula sebagai obat untuk hatimu...

"Jangan kaget jika bertemu nanti!" sms darimu. Jangan khawatir, saya punya banyak persediaan airmata untuk memaklumi keadaanmu, bagaimanapun dirimu nanti. Setiap orang yang keluar dari pintu hotel itu, kupandangi kakinya melangkah, was-was kalau itu dirimu.

Sweater abu-abu, mana mungkin aku lupa. Apalagi setelah seorang perempuan di kemudian hari menghubungiku bahwa sweater itu pemberiannya. Lalu, bagaimana dengan nasib buku-buku kirimanku? Apakah isinya kau kenakan dengan baik di pikiranmu? Fakta yang membuatku seperti jatuh ke dalam jurang, semakin jauh darimu.

"Ayo, kita ke sana!" katamu menunjuk sebuah swalayan kecil di ujung jalan. Di sini terlalu ramai, mungkin kau membaca ketidaknyamananku. "Jangan terlalu cepat jalannya, saya cepat lelah!" Bahkan kau tak tahu, saya selalu bersedia mengalah, demi untuk dipunggungi olehmu. saya selalu di belakangmu. Aku selalu harus melihatmu. Kita melangkah, sampai mendapatkan sebuah kursi panjang.

Waktu yang terus mengejar malam, kendaraan yang berlalu, manusia-manusia yang lalu lalang, semuanya berlari. Hanya kita berdua yang melambat seolah kau memberi kesempatan diriku menyimpan momen ini sedetail-detailnya.

Kau tahukah? Saya selalu pulang pada kenangan ini, hatiku selalu berhasil memperbaharuinya, sesekali mengulangi langkah-langkah lambat kita di jalan ini. Aku mengulang langkahku, lalu siapakah yang memerankan dirimu? Jika kau berganti oleh yang lain, haruskah pula aku menjelma yang lain? Siapa sebagai engkau?

Malam kali ini berdurasi lumayan panjang karena harus menonton kenangan kita...