Kamis, 10 November 2011

HANYA INGIN SECANGKIR CAPPUCCINO

Hari ini hari pahlawan, tapi justru saya tak ingin melakukan apa-apa, apalagi harus menemui dosen perempuan. Saya malas berurusan dengan mereka, hal-hal yang bisa saja mudah kulakukan, tiba-tiba terasa rumit jika mereka yang menjelaskannya. Mari merayakan kemalasan karena kebanyakan orang telah terlihat sok rajin. Kita telah terlalu banyak merayakan, mungkin nanti, pertama kali Winnie The Pooh memakai celana akan kita rayakan juga. Merayakan terus-menerus tanpa tahu mengapa harus merayakan, memperingati untuk ingat tapi kurang menjiwai dan mengamalkan. Hem, sebentar saya mau pesan segelas es cappuccino dulu…

Yap, beberapa hari ini padat akan hujan. Saya tetap saja menyenangi minuman dingin, mungkin itulah yang membuat tebal badan ini, seperti pinguin di benua beku sana yang melulu menghirup dingin. Pada dasarnya saya suka dingin, saya tak bisa tidur tanpa kipas angin walau suhu telah relatif dingin. Hey, dengar teori bodoh yang telah kubuat : “dalam keadaan dingin kau bisa menciptakan hangat hanya dengan selimut, tapi kau harus menyalakan kipas angin untuk menyegarkan dirimu jika matahari tengah menyengat.” Alangkah mahalnya dingin itu, jadi nikmati sajalah selagi alam menyediakannya dengan gratis. Hehe…. Pesanan saya telah datang! Tunggu dulu agar dinginnya merata, jadi mari kita lanjutkan dulu tulisan ini.

Beberapa bulan yang lalu, saya harus berurusan dengan kopi agar malam bisa lebih panjang dari biasanya, mata ini harus terjaga untuk mengetik skripshit. Pelan-pelan saya belajar menikmatinya, mendalami mengapa alm. Bapak menyukai minum kopi, seorang kakak laki-lakiku malah menggilai kopi. Mengapa menggilai? Karena dalam segelas, takaran kopinya bisa sampai 3 sendok penuh. Silakan terperanjat, karena saat pertama kali melihatnya membuat kopi pun saya terperanjat. Apakah ini ritual khusus bagi para pemuja Castro yang konon juga fanatik terhadap kopi, saya enggan menanyakan hal-hal berbau ideologis kepadanya. Dia abangku, telah banyak yang harus terpisah dengan yang dicintainya karena tembok yang satu itu, jadi saya tak usah menanyakannya.

Alm. Nenekku justru lebih suka teh. Yah ‘mari bicara, mari ngeteh’, sepertinya sangatlah tepat. Teh adalah minuman para pemikir yang tetap ingin tenang. Bagi mereka yang memutuskan istirahat setelah bekerja seperti biasanya, sepertinya lebih tepat menikmati teh ketimbang kopi karena kopi justru usaha untuk tetap melek, bukan istirahat. Balzac menghantam tenggorokannya dengan kepahitan kopi saat begadang menciptakan inspirasi untuk karya-karyanya. Kopi, minuman pilihan favorit bagi penggila bola, teman begadang bagi orang-orang yang bekerja tak cukup di siang hari saja. Telah banyak warkop bertebaran dimana-mana, bukan war-teh yang memang terdengar aneh, aneh tentu saja bisa kurang menjual. Begadang dan kopi, haha, sungguh baik untuk meriuhkan malam walau (konon) justru tak baik untuk kesehatan, saya bukan dokter maupun ahli gizi, saya hanya mahasiswa hukum yang telah men-D.O.-kan dirinya, yang celakanya tak mau ditanya apapun tentang hukum.

Anggap saja diriku yang mahasiswa telah mati, saya malah pernah kedapatan membaca novel di kelas daripada serius merapal pasal per pasal sebuah peraturan. Saya kedapatan oleh dosen tersebut setelah berkali-kali berhasil menipunya, dikiranya novel yang kubaca itu undang-undang mata kuliahnya. Beberapa teman menasehati tentang nasib, bahwa saya telah salah masuk fakultas. Apakah nasehat bisa memperbaiki takdir? Takdir tak semudah itu, tak seperti di film yang nasib para karakternya bisa kita tebak karena ‘t’uhannya hanya manusia biasa seperti kita. Dalam film, seorang yang akan diceritakan mati dalam beberapa jam kemudian akan (sempat) memberikan isyarat akan ‘pergi’. Sekitar sepuluh tahun sebelum alm. Nenekku ‘pulang’, dia sering sekali mengatakan bahwa sebentar lagi dia bisa saja mati. Saking seringnya, telinga kami menganggap kalimat itu terlampau biasa. Tak ada yang tahu tentang takdir, takdir selalu lihai menyembunyikan dirinya. Tak ada yang tahu tentang takdir, takdir selalu lihai menyembunyikan dirinya. Kita bisa menemukan seseorang yang nyambung, berencana menikah, menjamin kebahagiaan, tapi takdir bisa saja bicara lain. Yang mulanya bahagia berkemungkinan untuk bercerai karena 'tak cocok lagi'. Bersatu  atas nama Tuhan, kemudian berpisah hanya mengatasnamakan egois. Takdir banyak membuat kaget, begitulah cara Tuhan menampar.

Saya adalah orang yang menerka takdir di benak sendiri dengan kemungkinan selalu buruk, bukannya melangkahi hak Tuhan untuk merancang hidup saya, tapi salahkah saya yang mempersiapkan kemungkinan terburuk itu? Saya termasuk manusia yang hidup dengan stok pesimis sangat banyak, mantra-mantra macam Mario Tergugah justru tak membuat saya teguh. Mengapa orang harus mencari Tuhannya melalui orang lain? Celakanya beberapa harus berbayar pula (MLM penghisap uang!).  Saya benci diri ini yang punya otak tak mudah mengenakan novel semacam 5 CM, justru BILANGAN FU yang di GRAMEDIA hanya beberapa exampler begitu mudah membuat saya mengangguk-ngangguk. Kebanyakan orang sudah nyerah duluan memandang BILANGAN FU sebelum membaca, tebal bukan main. Semua orang bisa meneriakkan 'SEMANGAT!', tapi sepertinya berteriak saja tak bisa memberi ruh pada semangat itu. Yah, saya berkembang jadi pencaci, setelah 1000 kali mencaci orang lain entah mengapa malah seperti boomerang, 1.000.000 kali kembali saya mencaci diri sendiri. Saya bisa membenci orang lain dan selanjutnya saya bisa jauh lebih membenci diri saya sendiri. Seorang teman pernah menawarkan ide untuk bunuh diri, haha, kedengarannya seperti mengikuti jejak Kurt Cobain yang (katanya) jenius. Haha, tidak, diri ini terlalu bodoh untuk bunuh diri. Dunia ini memang penjara bagi orang-orang jenius. John Lennon, apakah kemungkinan dia membayar Chapman untuk membunuh dirinya. Haha, konyol. Saya ini jauh dari jenius, lagian bunuh diri bukanlah cara untuk mencintai diri. Membandingkan diri ini dengan Kurt Cobain dan John Lennon, haha, 'siapa gue?''

Saya tidak membenci hidup, saya hanya membenci diriku sendiri. Pun saya tak mau jadi orang lain, saya hanya membenci diriku sendiri…

Baiklah, surat kali ini telah terlalu panjang untuk membuat es cappuccino menunggu. Gelasnya  telah terlihat menangis, semoga ada keputusan untuk mencintai diri setelah meminumnya. Kopi, bukan untuk memulai istirahat, tapi hanya jeda untuk bekerja keras kembali. Jadi setelahnya, mari melanjutkan agenda : berfikir keras untuk membenci diri lagi…

nb : info paling penting hari ini adalah ustadz Zolmed menikah besok.