Rabu, 30 November 2011

PERAHU SENYUM

Jika seorang teman pernah mengataiku Kuda Nil, kerjanya menguap melulu di kelas...
Jika seorang teman pernah menggelariku Badak karena lebih suka jalan kaki mengitari unhas...
Kali ini saya ingin punya telinga gajah, mengibas-ngibas untuk mengusir serangga dan (mungkin) mengatup untuk tak mendengarkan yang tak mau didengarkannya. Haha, semuanya harus lucu!

Hari ini, tak berhasil bertemu PD1. Dalam keadaan darurat seperti ini, ngemis untuk diberi kesempatan menjadi mahasiswa satu semester lagi adalah ide satu-satunya. Tiga rumahnya kudatangi, tak satupun berisi dirinya, tolong, saya bukan Ayu TingTing. HPnya tak bersamanya, yang ngangkat seorang putrinya. Skenario-Mu memang canggih, Tuhan! Saya hanya bisa sok bijak, kalau ingin mendengar kabar baik harus keliling kota dulu. Sudah pengen nangis sih, saya termasuk mudah nangis, tapi tiba-tiba saya memikirkan sesuatu...


Sebelum matamu pecah, menumpahkan airnya, paksakan dirimu tersenyum. Sebelum kau tak bisa bernafas lagi karena telah tenggelam, secepat mungkin mekarkan senyummu, jadikan perahu untuk menyelamatkanmu sebelum kau benar-benar sudah tidak bisa menyelamatkan diri.
Haha, ini bukan tips, ini hanya sekedar ide konyol yang tiba-tiba bercokol di kepalaku tadi siang. Dalam hal ini, kayaknya harus sering-sering melototin gambar Joker, yang punya banyak 'perahu', banyak joke-joke menyedihkan yang dia lontarkan agar terpaksa lucu.

Jika dunia nyata telah terlalu banyak melukai, saya harus segera mengungsi, ke dunia maya. Segera mencari warkop karena si SHIRO lagi malas berlari, sudah lama tidak memberinya nutrisi, uang habis buat keliling kota jadi tidak ada tersimpan buat beli pulsa untuk SHIRO. Power laptop tinggal 10%, sudah bunyi-bunyi kayak alat pendeteksi detak jantung di ruang ICU. Colokannya segera dihubungkan, dan... baterainya tak terbaca sedang dicharge. Saya ulangi sampai tiga kali pada colokan yang berbeda di warkop tersebut, pun sama. Lunglaaaaaaai! Laptop buluk ini tak membaca aliran listrik, mau disubsidi pakek apa lu, hah? Pakek ciuman? Jangan sampai penjaga warkopnya ngira saya gila dan dengan segera memberiku nama : Plankton. Cappuccino pun tak sempat kuhayati, di luar sudah gelap dan warkop ini telah rame akan nyamuk. Baiklah, ini sepertinya pertanda untuk pulang lebih cepat dari biasanya.

Langsung mengagendakan ke MTC besok nyari charger baru. Tak jauh dari tempat itu pun beberapa hari yang lalu si MUHRIM terpisah denganku, tersesat di tangan pencuri. Saya jadi begidik sendiri, jangan-jangan ini penolakan dari zaman digital terhadap diri ini. Pelan-pelan, sepertinya diri ini dijauhi teknologi satu-persatu. Naik pete-pete, dapat kursi paling belakang, dengan perasaan yang aneh sambil mandang lampu-lampu mobil/motor yang ngantri di belakang. Jangan-jangan itu bukan mobil, jangan-jangan mereka itu sekelompok harimau liar yang matanya bisa bersinar dalam gelap. Seraaaaaaam! Makin horor karena membayangkan diri ini menggigit-gigit kaki sendiri dalam mobil, gara-gara tadi digempur sama nyamuk pengen ngegaruk tapi tadi pagi sudah potong kuku.

Berleha-leha di jalan menuju rumah, gaya jalan kayak orang mabuk padahal hanya neguk air minum biasa bekal dari rumah dari tadi siang. Suasana kompleks juga lagi sepi, hanya kodok yang kedengaran kayak membunyikan terompet satu sama lain, sambil memikirkan dimana bisa kucuri benda yang bernama 'telinga gajah' (daun telinga yang lebar, bukan Telinga Gajah yang krupuk!) dan membayangkan dari colokan listrik di rumah nanti keluar ranting-ranting lunak pohon yang pelan-pelan mencekik sekujur badan.

Sampai di rumah, buru-buru cobain cargher laptop, dan................ berhasil! Alhamdulillah, akhirnya gak jadi menjadi manusia purba yang kesasar di era digital. Tiba-tiba kepikiran untuk membuat bahagia diri sendiri. Setiap hari, setiap bangun pagi, saya harus membuat kabar baik untuk diri sendiri : D.O. memang tidak keren, tapi D.O. itu tidak selalu buruk, Nay!