Rabu, 19 Agustus 2015

TO LIVE/HIDUP (Yu Hua)




"Komandan Kompi, kita ada di mana?"
"Kamu tanya aku, sialan, terus aku harus tanya siapa?"
(halaman 61)


Sederhana, menggelitik sekaligus membuat haru/sedih. Itulah kesan saya sepanjang membaca buku ini. Novel ini berkisah tentang seorang pemuda kaya raya di kampungnya, bernama Fugui, yang jatuh melarat karena semua harta keluarganya yang bakal jadi warisan untuknya habis di meja judi. Bagaimana selanjutnya dia menghidupi anak-istrinya?

Kisah selanjutnya bukan hanya sekedar "menjalani" kemiskinan, menjadi lebih sulit karena keluarga Fugui harus menghadapi perang, dirinya dipaksa berperang ketika mencari nafkah, dan paling berat adalah ketika harus melalui Revolusi Kebudayaan yang terjadi di Cina pada saat itu. Aturan Komune mengharuskan semua harta mereka (termasuk alat-alat masak) dikumpulkan untuk menjadi harta bersama.

Ketika sebuah topik "ideologi" digelar, maka tak perlu ditanyakan lagi, hal-hal serius, perdebatan alot akan mengikutinya, sesuatu yang menggetarkan bahkan bisa menimbulkan efek traumatik dan menyeramkan. Namun gaya bercerita sederhana membuat kita tak perlu serius mengikuti ceritanya. Yu Hua juga cerdas membayar kesedihan yang mengalir ke pembaca dengan menyelipkan lelucon-lelucon sederhana yang membuat kita akan tersenyum. Sepertinya saya akan membaca ulang novel ini. Kisah ini telah diangkat ke layar lebar tapi percayalah, versi bukunya lebih mengharukan.

Ada yang mengatakan kalau novel ini Anti-Komunis, salah satu prasangka yang membuat novel ini kontroversial di Cina sana. Tapi, saya tak menemukan "penolakan" yang berarti tentang komunis di novel ini karena novel ini hanya berkisah bagaimana Fugui menjalani hidupnya sampai tua. Kerja dari Agustinus Wibowo, terjemahan yang baik dari novel ini membuat kita tak terhambat untuk memahami novel ini.

Orang miskin, wong cilik hanya terselip di pidato-pidato orang atas. Ketika orang-orang di atas sedang berperang bahkan sampai tahap pergantian ideologi atau "sejenis apakah itu" yang sulit mereka mengerti, merekalah pihak yang paling mendapat imbasnya. Selesai tercelup pada sungai kesusahan yang satu, akan tercelup kembali ke sungai kesusahan selanjutnya. Seperti yang dilakukan Fugui, kita hanya perlu menjalaninya.