Selasa, 19 Juni 2012

KLAIM

Jam sepuluh malam, baru tiba di rumah. Begitulah tiap hari, semua orang di rumah sudah terlelap. Lapar dan mengantuk, padahal tidak ada makanan yang tersedia. Alangkah beruntungnya tikus yang terdengar mengais-ngais di bawah lemari tiap malam, dia kesana kemari mencari makanan, bagi saya merekalah “pemakan segala” sejati, sabun, kertas, semua diembat. Tapi kemudian saya kecewa, mendapatkan fakta bahwa tikus adalah hewan pengerat, dalam artian mereka punya gigi seri yang terus bertumbuh. Jika tidak sering menggigit maka gigi tersebut ukurannya akan tidak seimbang dengan tubuh  mereka malah bisa-bisa menyakiti tubuh mereka sendiri. Jadi teringat ponakan-ponakanku, saya selalu pura-pura jadi tikus kalau tiba-tiba ada sesuatu yang menginterupsi lelap tidurnya.

Jam sepuluh malam, dengan gontai saya merapikan mobil satu persatu. Remang-remang cahaya, kuberfikir sambil memegang mobil mini mainan ponakanku. Seandainya mobil ini sungguhan, saya tak perlu lagi beli mp3 player untuk menyingkirkan gonggongan anjing depan kompleks, tak butuh lagi jalan buru-buru karena berisik akan petikan gitar para remaja di jalan kompleks, saya tak perlu ditatap dengan penuh curiga oleh penjual nasi goreng, seolah saya bertanggungjawab atas semua kejelekan yang dilekatkan pada malam. Salahkan para pencuri, salahkan para hidung belang, salahkan para pelaku pelecehan seksual yang mengeksploitasi gelap untuk berulah, bukan sayaaaa! Dan… saya tak perlu menyetop beberapa pete-pete yang sopirnya menggeleng saat saya bertanya “Sudiang, Pak?”. Tapi jika saya punya mobil yang saya kemudikan sendiri, maka saya tak bisa lagi tidur di perjalanan dan nanti terbangun ketika pete-petenya bergoyang melalui jalan yang buruk rupa, yang kalau hujan menyerupai empang. Jika jalanan sudah terasa melalui ombak, maka tak salah lagi, kompleks tempatku tinggal sudah dekat.




Ketika jam sepuluh malam, apa yang salah dengan Sudiang? Sebegitu terpencilnyakah sampai-sampai seorang teman bercanda kepada saya “Du, jauhmu dek! Jauh dari peradaban memang tempatmu tinggal.” Saya hanya bisa tersenyum saja, tak bisa tertawa karena bagaimanapun saya telah bernafas di sini selama tujuh tahun terakhir. Seolah Sudiang itu area aneh, menghilang setelah jam sepuluh malam. Saya tidak bisa banyak bekerja di rumah karena banyak pengganggu, terutama dua ponakan yang sepertinya selalu percaya netbookku ini mempunyai daerah rahasia untuk menyembunyikan berbagai hal kesukaan mereka, entah gambar SpongeBob dan kawan-kawannya, iklan lucu, video klip kartun dan semacamnya. Monitor netbookku sudah seperti kepala yang manggut-manggut jika dibuka akibat keanarkisan mereka. Tempat paling aman dan nyaman untuk bekerja yakni di warkop yang ada fasilitas wi-finya. Karena saya masih menganggur, saya berusaha menghemat, dari yang tadinya sangat menyukai cappuccino dingin kini berusaha belajar menyenangi kopi hitam. Mau diapalagi, itulah menu yang paling murah. Orang kaya memesan menu yang paling enak, orang kere memesan menu yang paling murah, begitu kan? Asyik juga ternyata, racikan kopi ala warkop langganan saya lebih pekat daripada yang biasa saya bikin di rumah, lumayan pahit dan justru karena rasanya itulah saya tidak bisa meneguknya seketika itu pula habis.

Akhir-akhir ini jadi sering-sering nonton berita gara-gara Liga EURO, maklum manusia-manusia yang bermukim di rumahku tidak ramah bagi orang yang hobi begadang jadi saya hanya kebagian beritanya saja di keesokan harinya. JERMAN, saya percaya, saya menonton ataupun tidak menonton, kalian (harus) menang!Dua-tiga hari ini, Indonesia gempar lagi akan berita diklaimnya Tari Tor-Tor oleh Malaysia sebagai warisan budaya. Saya kemudian berfikir, tak maukah Malaysia mengklaim Sudiang sebagai wilayahnya? Sayang, Sudiang bukan area perbatasan padahal ada GOR atau Bandara Hasanuddin yang bisa membuatnya menonjol. Hahaha, saya selalu mengira saya sedang berada di sebuah daerah konflik ketika ada pesawat yang lewat di atas kami. Serasa ingin teriak “tiaraaaaaaap!” seperti di film-film perang, serasa masih zaman penjajahan. Suatu malam, saya berharap ada sekelompok alien yang mengamati Sudiang ini dari planet mereka, sebuah daerah ajaib tempatnya akan mendarat kemudian mengklaim daerah ini. Sudiang akan sangat bersinar di malam hari jika dilihat dari atas langit karena bergelimangan teknologi canggih sehingga membuat daerah lainnya iri. Hoaaahm. Maaf, saya mengantuk!