Senin, 07 Juli 2014

BARFI seperti PUISI

Dua  minggu yang lalu saya bertemu judul Barfi! (2012), judul yang unik bagi sebuah Film India. Barfi adalah tokoh utamanya, bisu dan tuli. Jadi teringat film Yang Tidak Dibicarakan Ketika Membicarakan Cinta (2013), belum nonton sih, tapi yang ini karakter-karakternya bisa bicara. Dari poster film ini, saya sebagai seorang yang bukan maniak bollywood tidak mengenalnya, dia bukan Hrithik Roshan, Syahrul Khan, Aamir Khan, ataupun aktor yang jadi ciri khas film “terdepan” Bollywood di kepalaku. Pikirku, “Siapa pulak ini? Aktingnya bagus tidak yah?”, bagaimana tidak, karakter yang dia mainkan sulit.






Langsung meluncur ke yutub nyari trailernya. Saya terpana, cinematografinya epik sekali. Berbekal penasaran gara-gara nonton cuplikannya, totalllll, pengen download. Si Barfi ini dipasangkan dengan Priyanka Chopra (Jhilmil), karakternya unik (di dalam film, dijelaskan bahwa ternyata gadis ini autis). Nah, bagaimana tuh, seorang bisu dan tuli punya kekasih seorang gadis autis.

Durasinya masih sama dengan film-film India pada umumnya, dua jam lebih, tapi film ini sangat memanjakan mata, cinematic sekali, huwwwaaaah, yang nonton di bioskop pasti puas banget ini mah! Kalau mau capture, pasti bingung pas adegan apa, hahaha. Jadi ingat Film Amelie (2001), apalagi ceritanya yang unik, musiknya juga mirip. Saya bingung, ini Film india atau Film Prancis. Skenarionya juga bagus, sangat membangun cerita, didukung dengan akting keren dua pemeran utamanya, saya gak nyangka Priyanka Chopra bisa memainkan karakter tersebut dengan sebagus itu, angkat topi! Dan Ranbir Kapoor (yang ternyata sepupu Kareena Kapoor), pemeran Barfi, menjelma Charlie Chaplin versi India, dia bisa menyampaikan dengan baik isi tentang filmnya lewat mimik dan gestur tubuh. Saya tidak berhenti berdecak kagum, kesannya sama kayak pertama kali nonton 500 Days of Summer (2009), ckckck....

Film ini sangat menghibur, terlepas dari banyaknya scene plagiat pada film ini, imdb dan rotten tomatoes memberi rating lumayan tinggi. Hanya ada satu hal yang tidak saya suka dari film ini, endingnya, dua-duanya meninggal, bersamaan. Tapi itulah tagline utama film ini, untuk mencapai dari inti cerita, "cinta sejati itu sehidup-semati", seperti janji-gombal nan klise yang terwujudkan, seperti puisi, kita tidak tahu persis apa maknanya tapi kita menyerah dan bertekuk lutut pada keindahan yang entah apa itu. Film ini, puisi yang tidak dalam kata, puisi yang justru tercipta dari bahasa bisu Barfi, bahwa tulus bukan lagi sepenuhnya tulus setelah diakui.

Bonus, scene favorit. Barfi menguji orang-orang yang menyayanginya dengan berdiri di depan tiang lampu yang dia tebang sendiri agar nantinya jatuh. Dia akan mundur menghadap tiang tersebut, memegang tangan orang tersebut dan melihat, siapa yang akan tetap bertahan menggenggam tangan Barfi, tetap merasa aman dengan Barfi walau di depan ada bahaya, atau justru akan meninggalkannya.