Senin, 07 Maret 2016

SUMANTI

Semalaman mencari miniatur kaktus yang pernah diberikannya, tapi sudah menghilang. Sudah berkalikali pindah rumah jadi ada beberapa benda yang hilang, tapi chat ini belum hilang. Dia menamakan dirinya Sumanti, hari itu, ketika kami berdua duduk di belakang, bosan mendengar Pak Albert yang (sungguh) dengan ingatan yang luar biasa cemerlang memberi kuliah tentang perang, bahkan nama panglima perangnya pun dia ingat.



Orang yang ketakutan ketika kami diospek, bahkan setelah itu saya lupa namanya. Saya lupa, saya sibuk mencari perlengkapan ospek. Sampai ketika hari pertama kuliah, dia menghampiri pertama kali, membuka catatanku tanpa izinku, menemukan dua buah cerpenku dan menanyakan ‘’kau suka menulis?’’ kujawab iya, ‘’saya juga’’, katanya. Saya tak terlalu peduli bahwa dia orang yang ketakutan malam itu, yang lebih membuatku bersemangat justru karena dia suka menulis, berharap suatu nanti punya teman, berjalan ke impian tersebut.

Jarak yang dia ciptakan membuat menyayanginya jadi susah, terkadang membencinya menjadi lebih mudah, keduanya tak bisa dibedakan lagi. Maka dia yang sebenarnya baik tapi jauh, kuhadirkan dia, yang bukan dia, dia yang ciptaanku semata, dia yang kubenci walau tak nyata.

Mungkin dia membaca postingan ini, mungkin juga tidak. Tidak ada niat untuk rujuk kembali dengannya. Dia sudah memutuskan untuk menjauh dari saya, yang mau pergi biarkan pergi, gak usah dibikin galau, gak usah ditahantahan. Saya bukan dirinya yang bisa sok tegar, kemarin menangis, walau mengurung diri tapi membuka telinga untuk menggantikan yang hilang dari hatinya.

Saya, orang yang mengganti kehilangan dengan segera mencari yang lain, walau sebenarnya saya orang yang sulit dapat teman dekat. Jarang orang yang mau dekat dengan orang yang lebih banyak pesimisnya. Ketika seseorang pergi dan menjauh sedikit demi sedikit, disaat itu kau yakin dirimu orang yang membosankan, teman yang buruk. Kemarin dia ingin saya melihat air matanya akibat tulisantulisanku, maaf, saya tidak melihatnya, terlalu jauh jarak itu.

Jika itu untuk memberi hukuman rasa bersalah ke saya, saya rasa dia tidak perlu repotrepot, saya menerimanya, ini bukan goodbye lagi kan, ini ‘’badbye’’. Saya malas memperbaikinya, saya hanya akan bikin dia tambah sedih, tidak memberi halhal baik di kehidupannya, biarlah dia mencari teman yang baik untuk kebaikan dirinya. Selanjutnya hanya akan ada ujicoba perasaan untuk mengisi kekosongan itu. Dia yang sangat baik, berkebalikan dengan teman angananganku, kuucapkan doa ini....

Semoga tambah tegar, tambah bijak, bahagia, dan segera menjadi penulis seperti yang telah diimpikan selama ini. Amin.

Kupajang doa di sini (padahal katanya Tuhan tidak bikin akun di dunia maya), supaya ada yang berusaha mewujudkannya, ya saya tidak percaya doa yang tak ditunaikan. Doa sunyi kebanyakan untuk menenangkan batin saja, menunggu Tuhan mau.