Jumat, 23 Mei 2008

UNTUKmu ER…

Di lorong perpisahan kita saling menertawai, menunjuk-nunjuk satu sama lain. Penampilan yang berantakan dan baju kaos yang dicorat-coreti. Kita berjanji tak memakai baju kemeja hari ini : “Kasiyan! Kan bisa dipakai lagi baju kemejanya! Pakai seragam olahraga saja!” katamu.
Kita berjanji untuk bertemu kembali di bangku SMA.
Dengan riang… ku tunggu kau seminggu kemudian. Di sekolah itu, kita tak akan memakai biru lagi. Abu-abu ER… betapa bangganya! Di sepanjang perjalanan tetangga mencandaiku “ Yaelah, baru pergi mendaftar sudah pake seragam abu-abu!”. Mereka tersenyum. Apalagi kau nanti!
Kita akan bertemu di sekolah nanti.. Kagumilah rok abu-abuku…
* * *
Di tempat biasa, di pinggir lapangan sepak bola depan rumahku kita janjian lagi. Seperti biasa… Kita akan sama-sama ke rumahmu atau ke rumahku untuk menghabiskan waktu nonton kartun.
Saya : “Kau sudah mendaftar kan?”
ER.. : (hanya tersenyum)
Saya : “Ayo cepat, nanti Sinchan keburu habis!”
Kuraih tanganmu, kau mengajukan untuk ke rumahku saja. Saya mengiyakan… Kau diam-diam saja, tak seperti biasanya. Kita akan nonton Sinchan, mengapa kau berjalan seolah-olah kau sedang memanggil maut?
Lihat… hampir kita ketinggalan. Sinchan sudah di kandetto sama Mamanya karena kegenitan lihat cewek di taman. Hahahaha! Bekas kandettonya sampai berlapis tiga… Lihat ER… Hahaha! Tapi…, mengapa hanya ada suara tawaku? Tak ada suara ‘dua’ darimu? Ntahlah, kau menjadi sangat aneh hari ini.
Saya : “ER… kenapa tadi? Kau sedih yah karena kita tak bisa sama-sama hari itu pergi mendaftar? Ya ellah, gak perlu segitunya Neng! Yang penting kau mendaftar!”
ER.. : “Saya tidak mendaftar!”
Saya : “Ha?”
ER.. : “Kemarin saat saya menjahit rok SMAku, Makku langsung menyambarnya. ‘Kamu tak boleh sekolah!’ katanya.”
Kau mematahkan lehermu jatuh ke pundakku. Kau menangis, mengucapkan selamat tinggal pada rok biru, rok abu-abu, dan rumput yang di depan kita, rumput di lapangan yang setiap hari kita injak dengan sepatu kesombongan kita.
“Maafkan kesalahanku rumput, saya tak akan menginjakmu lagi dengan sepatu sekolah!”
* * *
Apa kabar ER…? Sepuluh tahun kita tak bertemu lagi. Terkabar bahwa setahun setelah perpisahan kita kau di petik oleh seseorang. Ternyata kamu memang tak boleh mendaftar karena justru kaulah yang menjadi tempat pendaftarannya. Hahahah! Apakah kau sudah punya malaikat? Berapa?
Kita mungkin sudah berbeda… Saya yang masih kekanak-kanakan, dan kau mungkin sudah keibuan. Hahahaha! Tak masalah, kau menjelma feminim atau masih tetap tomboy, hanya saja saya masih penasaran ingin melihat cahaya matamu : Apakah masih seperti dahulu? Yang tak pernah menakutiku untuk pura-pura baik dihadapanmu? Karena sesama preman tak boleh saling menakuti.
Hahahahah!
Entahlah… kita tak pernah melabeli hubungan ini. Temankah? Saudarikah? Sahabatkah? Tak perlu merk yang penting kualitasnya, iya kan?
ER… kutitipkan salam rindu dan ucapan ‘kaulah yang mengajariku membanggakan diri sendiri’ pada rumput lapangan depan rumahku. Kuharap kau mendengarnya jika kau sempat atau mendadak rindu ketika lewat di sini, walau kakimu menginjaknya bukan dengan sepatu sekolah. Khayalanmu membuat kenanganmu tak sadarkan diri, mendamparkan dirimu pada saat …..
….. kita bolos shalat dhuhur alasan haid, "Kok haid terus? Bersamaan lagi!” kau ingat pertanyaan Ibu Sum yang satu itu kan? Manjat pagar belakang, alasan pergi ganti baju habis olahraga malah keterusan nonton kartun minggu. Sepanjang perjalanan kita mengumpat : ‘mengapa libur kita jum’at sih?’. Besoknya teman-teman satupersatu menginterogasiku, katanya saya dicari Pak Gau, guru Bahasa dan Sastra Indonesia. ….. ER.. yang seperti penjual obat mempropagandakan kartun bikinanku. Saat kau mengajariku menulis Bahasa Arab : ‘kok kamu tidak menulis huruf? Itu menggambar huruf namanya!’ atau saat kita berontak dan bikin nangis Ibu Sam? Atau saat kita kompak nyontek kitab, ketahuan sama Pak ‘DONO’. Kita menyusun strategi balas dendam dengan menyapukan debu ke arahnya jika beliau lewat. Dan kita tertawa menang. Hah… sungguh sombong!.....
Rumput itu bercerita tak hentinya, dan menahanmu untuk singgah mendengarnya….
Dari :
- Anak emasnya Alm.‘Pak Gau’ -



NB :
kandetto’ (bugis) : jitak