Tampilkan postingan dengan label untag. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label untag. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 12 Maret 2016

MAKKALA' ala Pasar Sentral Part 8

''kueee kueeee... putu ayu, putu cangkir, putus asaaaa...
kueee kueee... ondeonde, cantik manis, cantik tonjaaa'...''
''cantik? cantik iya kalau mati lampuki, trus yang bilang orang buta...''


''dimana nasimpan tadi gunting itu anakkaaa? mutahu dimana nasimpan gunting?''
''meneeeketeeempeee''


''baksooo baksooo goreeeng, hargaaa gerhanaaa''
''gak nyambung binggo kik bu...''


ada yang ulang tahun dan membuka kadokadonya, salah satunya berbentuk kotak.
''apa isinya ini?''
''kulkas empat pintu''


btw... finally, dapat fotonya tante Jo...


Tante Jodha in action

Selasa, 23 Februari 2016

habis tidur

kayaknya ini cemen banget yah, dihapus deeeh...


untuk Q (yang bukan fiksi)

Inilah saya, yang mungkin membosankan, lebih enak didiamkan daripada diajak ngomong, diajak bertengkar di DM twitter. Soal memanfaatkan dan memerlukan, oooh di sana titiknya. Kita pernah saling memanfaatkan, kalau kau mau tahu, apalagi pas saya skripsi.

Tulisan-tulisan yang menyinggungmu, itu hanya hayalanku saja yang kulebaylebaykan sebagai pengisi blog. Kau yang betah di sana, kau biarkan diriku menghayalkan dirimu di sini, itu kenyataan yang kukembangkan jadi fiksi. Bukankah katamu sebenarnya penulis itu curhat colongan di novelnovelnya.

Saya sebenarnya gak mau bikin note ini, karena mungkin kau sudah ilfil saya meminta maaf. Dan saya yakin, kau terusterusan meyakinkan dirimu bahwa kau terluka dengan notenoteku, jadi saya percaya kau menengok lagi apa yang terbaru kutulis tentangmu di sini.

Jika tersinggung, katakan! Saya bukan peramal... Baiklah, saya tak berharap banyak. Kalau pun dapat maaf, saya yakin kau tak akan lupa lagi, bahwa waktu mencopot teman satu per satu, kau berhak mempertahankan yang mana.

Salam, si ''DRAMA QUEEN''


Sabtu, 02 Januari 2016

Lukisan-Lukisan Afrizal Malna

Habis baca buku OKSIGEN JAWA, Biografi Visual Hanafi. Buku ini adalah 'pendamping' pameran lukisan Hanafi, dengan judul yang sama. Di dalamnya terdapat satu bab, semacam Kata Pengantar oleh Afrizal Malna, tapi justru kelihatan kalau tulisannyalah yang paling banyak memakan tempat di antara interpretasi kata-kata akan lukisan oleh Hanafi sendiri.

Baru nyadar mengapa Afrizal Malna menjadi salah satu penyair keren yang dimilik Indonesia, mengapa saya berkata demikian? Silakan googling sendiri puisi-puisi beliau. Di dalam satu bab di Oksigen Jawa ini, Afrizal Malna memaparkan bagaimana tepatnya zaman lukisan abstrak dan realis di Indonesia.

Maka, wajarlah jika selama ini, ketika membaca puisi-puisi beliau jadi merasa sedang melihat lukisan. Ada bantal, tiba-tiba ada demo buruh, tiba-tiba bicara jemuran dan seterusnya. Hanafi mengaku sebagai teman dekat dengan Afrizal Malna, saya percaya pelukis lebih ''terasing'' daripada penyair, saya pun yakin Afrizal Malna ''penyepi'' macam begitu.

Afrizal Malna, seorang pelukis, melalui kata-kata.

*apa sih ini, gak konsisten banget, padahal postingan ssebelumnya justru apatis ma puisi. piye :P

Minggu, 29 November 2015

NORAK VS COOL



Seorang perempuan, dicap perawan tua oleh orang-orang di sekitarnya. Suatu hari seorang pemuda datang ke desanya untuk urusan pekerjaan. Pemuda ini lumayan tampan, berpendidikan dan sopan. Pemuda ini langsung mencuri perhatian perempuan tersebut, baginya pemuda itu sempurna. Bukan pertama kalinya dia menyukai seorang laki-laki, tapi baginya pemuda ini unik, tidak seperti pemuda-pemuda di desanya yang kebanyakan hanya bertani. Sepertinya rugi jika dia tidak melakukan apa-apa. Maka untuk pertama kalinya, dia mengenalkan lipstik ke bibirnya, tau-tau nanti pemuda itu lewat depan rumahnya. Tak perlu ditanya lagi, semua orang tersenyum, mungkin bagi mereka lucu, norak.

Memang, mencintai itu norak, kangen itu norak, (pantaslah Kangen Band begitu, namanya saja demikian), tapi kau tak bisa menangkisnya. Tapi mencintai diri sendiri rasanya lebih cool, lebih keren ketimbang keliatan norak. Karena mencintai diri-sendiri bukan mengenai luluhnya diri akan pesona dan karisma. Menerima diri dengan segala kebaikan dan dosa* yang telah diperbuat, bukan mengenai puji-pujian gombal lalu kemudian melayang karenanya. Tidak perduli dengan pandangan orang tentangmu, apakah yang kau lakukan baik atau buruk, itu tidak penting lagi.

Tapi sepertinya aku masih sulit melakukannya, satiap hari aku  sibuk memikirkan, aku salah apa sama orang lain, aku sibuk mencela diri sendiri daripada harus meminta maaf kepada orang itu, aku banyak mengecewakan orang-orang di sekitar saya. Tiap malam, itulah menu insomnia di kepalaku. Tapi ajaibnya, sesibuk-sibuknya aku membenci diriku sendiri, aku terkadang masih (sempat) kangen… kamu!**

Tapi buat apa mencintaimu jika mencintai diriku sendiri saja sudah membuatku puas?




*karena kita merasa pantas melakukannya, dan orang itu pantas menerimanya, tak ada manusia yang sempurna.
** “cieeee cieeee” dan pura-pura batuk itu juga norak

KURANG NASIONALIS

Kalau berkunjung ke toko buku akhir-akhir ini, ada yang aneh. Sedang ramai buku mewarnai untuk dewasa, ramai pula dibahas di medsos. Katanya terapi anti-stres, yang benar saja, saya sampai sekarang masih suka mewarnai. Saya tidak tahu siapa yang tidak normal, saya yang kekanak-kanakan, atau orang-orang dewasa yang “mendadak” menganggap seru kegiatan mewarnai ini. Mungkin kebanyakan orang ke toko buku untuk membeli buku, oke, saya juga membeli buku jika kebetulan lagi ada uang, tapi saya akan paling lama memelototi lemari, khusus memajang sebuah merk alat tulis-menulis paling terkenal di dunia, mau beli semua jenis-jenisnya, pensil warna, cat warna, cat akrilik, blablabla, pokoknya mau membeli satu set suuuuper lengkapnya, mungkin tak ada orang yang mau merelakan uangnya untuk itu, begitupun orang-orang di sekitar saya, buang-buang duit saja kan? Tidak bisa memenuhi obsesi saya yang ini, maka sebagai gantinya, saya hanya bisa memeriksa stok pensil warna para krucil di rumah, kalau pensil-pensil mereka sudah sekarat, saya merasa bertanggung jawab membelikan mereka yang baru. Kasiyan mereka jika harus bernasib sama dengan saya waktu kecil, pensil dan spidol warna hanya untuk tugas kesenian kakak-kakak di sekolah, setelahnya pensil dan spidol warna itu diumpetin agar saya yang belum sekolah tak merengek karena melihatnya.
Bicara tentang ‘mewarnai’, mungkin orang yang paling terhindar dari stres adalah tukang cat, mungkin. Tapi, mereka melakukannya untuk bekerja, lebih kepada kewajiban (untuk mendapatkan materi, nafkah) daripada kesenangan. Atau, perempuan yang tiap hari make-up, mewarnai wajahnya, bisa dibilang terhindar dari stres, jadi ini juga salah satu kebingungan saya mengapa ada buku mewarnai untuk dewasa. Tapi trend jilbab, rok, baju (terutama untuk wanita), mulai dari pertengahan tahun ini adalah monochrome, dua warna saja. Pakaian dengan lebih dari tiga warna kurang diminati sekarang, terkesan norak, murahan. Agh, bagi saya membosankan sekali, seperti hitam dan putih, rasanya dunia sepi sekalilah kalau begini keadaannya, hahahaha. Seperti warna bendera kita, tapi sepertinya jarang orang yang mau memakai trend ‘merah-putih’ doang, nanti dikira bendera berjalan.
Tapi lihatlah, bendera negara lain, Amerika misalnya, pernah juga tuh trend Bendera Amerika diaplikasikan ke fashion. Bendera merah-putih terlalu membosankan, berIndonesia bukan lagi soal ‘berani’ dan ‘suci’, seperti dunia yang tak lagi melulu hitam dan putih, benar atau salah.

Sabtu, 28 November 2015

MAKKALA' ala Pasar Sentral Part 7

"mdeeeh, makruh ko terus, makan tidur saja"

- "Tabeee, tabeeee... Awaaaaas air panaaassss!"
+ "Minummi..."

- "Weee, terima kasih sudah mukopikanka lagu-lagumu, tidak tahu apa balaskankoo"
+ "Balaskanmi tuba.."

- "Weeeh, jangko dek dengarki ituuu"
+ "Iyoo, laki-laki lifeboy ituuu" *playboy maksudnya -_-

- "Hey, what's going on?"
+ "Haaaaa, what du yu kaaanaaaa?"

"Beliki silverqueen, maumi bulan dua"

- "Jam berapami?"
+ "Jam sepert kemarin."

- "Astaghfirullah..." katanya sambil nyapu rambutnya
+ "Banyakna pahalamu..."
- "Ka memang, tidak ditrima saya dosaku"


- "Weh, pattasa'*moko, masih pagi innieeeh"
+ "Iye, takutka pulang malam.."
- "Mentong kau, laki-laki pengecup"
*beresberes


(sambil menyeret tas dan koper buat pembeli, tante Jo tiba-tiba ditanya)
- "Maukik kemana itu, tante Jo?"
+ "Mau piiigii singga pur"


- "Weh, ibu, jatuh-jatuhki anuuta"
(ibu-ibu yang lewat terpaksa liat ke bawah)
+ "Apa, dek? Mana?"
- "Jatuh-jatuhki kulit jerukta!"
(ibu-ibu campur kesal dan tersenyum karena lucu)




btw, Tante Jodha sekarang punya nama panggilan baru dari anak-anak, TANTE JO, waaaw kedengaran lebih keren yak. Kapan-kapan saya fotoin deh dia, soalnya dia lucu orangnya hihihi


bersambung...

Minggu, 11 Oktober 2015

MAKKALA' ala Pasar Sentral Part 7

Penjual (cowok) : Mampirki' belanja, Ani... *Rhoma kapang
*Cewek yang ditawari lewat saja
Penjual : Apa kita cari, dek... Nuuuur... Nisaaaa..., Fitri...., Diaaaan....
*Cewek yang dipanggil malah makin jauh, semua nama salah... -_-


A : Sudahmoko makan? Simpanki kembali piringmu naah....
B : Ngapamieeee...
A : Marahmarahki nanti Jodha hilang piringnya...
*Jodha, sebutan buat penjual nasi langganan, bukan nama sebenarnya :p


A : Weee, ketemuka teman menjualta kemarin.
B : Iya, ketemuka juga kemarin, di sampingki tooo?
A : Iyo, samaki cowok...
B : Pacarna ituuu.
A : Pacarna? Masak? Daeng Bentor?
-_-


''Bu, beliki bajuku kodong, tiga harima tidak makan di Bambuden.''


Penjual : Apa kita cari dek, mondar-mandir dari tadi. Toddo' poing maki' sajaaa...
Pembeli : Carika kemeja warna kuning telur.
Penjual : Kuning telur masak atau mentah?
* -_-


Ketemu Mas tetangga lapak.
Saya : Bah, banyakna kita beli air minum. Kita ndak bawa sendirikah?
Mas : Malas bawa air, tidak berkah...


"Dimanakah rumahmu sebenarnyakah? Oooo, di perbatasannya Indonesia-Australia? Yang naik gunungkik tooo, di lihatmi Jeneponto, sebelah kiri Singapur, tengok ke kanan di dapatmi New York...''

Sabtu, 19 September 2015

MAKKALA' ala Pasar Sentral Part 6

''Salatullah salamullaaaah...
Salah satu salah semua....''
*salawatan ala sentral -_-


si A : Bagaimana kabarta kak? Sehatsehatjakik?
si B : Alhamdulillah... sedikit!
*sedikit sehat atau sedikit sakit???? -_-


si A : Weh sini dulu motormu, piii ambil barang duluweh.
si B : Ndak bisaaa...
si A : Sebentarji, ngapami eee.
si B : Ndak ada bensinna.
si A : Sinimi kujual motormu baru beli bensin.


si A (penjual) : Mana kita pilih dek, liatliatmaki.
si Pembeli : Iye, adami tadi kubeli, lagi naambilkanka itu anak buahta... (si C, korban bully)
si A : Yang mana layanikik dek tadi?
si Pembeli : Yang mukanya kotak
*dasar pembeli, yang diingat bentuk wajahnyaa, bukan warna bajunya dan seterusnya hahaha*
si Ucup (penjual juga) : (nyeletuk) Muka kotak? SpongeBob doooong!
*dengan demikian, resmilah si C punya nama panggilan SpongeBob -_-



BONUS!



Saya akan cerita, kali ini sayalah yang kena sasaran. Di lapak Om saya dan lapaklapak sekitarnya, seorang anak muda bernama Ucup (saya ndak yakin ini nama betulannya, kulitnya lebih gelap, mungkin karena dia mirip Ucup sahabatnya Lupus makanya dipanggil demikian), menamai semua orang seenak udelnya. Cewek yang kerja di depan, sering memakai warna biru, dipanggilnya Doraemon. Ada juga yang dipanggilnya Rapunzel karena cewek ini anak rumahan, kalau diajak jalanjalan gak pernah mau. Saya pun dipanggilnya Patrick, ikutikutanlah kebanyakan orang manggilmanggil saya Patrick.

Karena saya maksa diri tengah malam begadang, maka saya makai celak niatnya supaya mata gak keliatan ngantuk banget. Satu jam pemakaian sih masih rapi, tapi mungkin karena kantung mata saya, setelahnya, celak saya agak belepotan. Suatu hari, Ucup menghampiri saya yang sedang melayani beberapa cewek.

"Dek, hatihatiko dek sama itu yang layaniko'', cewekcewek itupun memandang agak curiga ke arah saya...
''Awasko, nahipnotisko nanti. Liatmi hitamnya matanya, temannya Dedy Corbuser ituuu...'', semua orang tertawa.
Uuuuuh, dasar Ucup.

Kemudian, yang sering dipanggil SpongeBob membela saya, kebetulan saya dan dia lumayan akrab.
''Jangko kasih begitu tawwa, sobatku saya ini eee, toooo, dek tooo?''
Kemudian Ucup menyudahi dengan ''Oooooh, ini SpongeBob, kau Naya jadi Patrick, temannya SpongeBob, cocokmi...'' Lalu dia ngomong dimiripmiripkan suara Patrick Star. Ngeselin sih, tapi sudahlah... Lumayan terhibur juga, tidak sampai merasa benci karena kesannya malah lebih ke luculucuan daripada menghina. :)



bersambung...

Minggu, 30 Agustus 2015

MAKKALA' ala Pasar Sentral Part 5

si A : (kelaparan) Waduuu, manami Mbak tempatku pesan gado-gado? Lamaanaaa...
si B : Pingsammi kapang maccobe'


Seorang anak kecil menghampiri Bapaknya yang sedang jaga jualan, dia ingin menangis karena barusan terjatuh di tengah jalan.
si Anak : Jatuhka, Bapaaaak! (sambil megang lutut yang lecet)
si Bapak : Di manako Nak jatuh sede'?
si Anak : Di sana tadi...
si Bapak : (menghampiri mengusap luka si anak) Ndak papaji itu, Nak. Asalkan jangan jatuh dari helikotter.


si A seorang cowok, naksir ke si B, seorang cewek. Mereka sering bertemu di Pasar lantaran tempat kerja mereka berhadapan.
si A : Sudahmako makan, Dek? Kupesankanko, apakah nusuka, mie, gado-gado, nasi goreng?
si B :  Sudahmaka, kenyangma, makan basso barusan.
si A : Oooo... Sudahmi mubayar bassomu? Ne'ang (si C, korban becandaan) pa yang bayar bassomu...


si A : Weee, pergi laloomookoo naik pesawat.
si B : Kenapa tossi nu suruka naik pesawat?
si A : Bosamma liatko, Ne'aang. Kalau perlu kubayarkanko pesawatmu.
si B : (mulai khawatir akan jadi korban)
si A : Kalau naik pesawatko, kecelakaanko, langsungka' jadi ahli warismu...
si B : Siala'
si A : Iyo, nanti tooo, kalau perlu kutegel kuburannu, kupanggilkanko Udztas Maulana untuk acara takzia, kalau perlu kupanggilkanko elektone.
*paraaaaaaah*


si A : We, kenapa lama duduwi mupilih itu parfum?
si B : Cari'ka parfum rasa kaldu ayam.


Pembeli : Ada pasmina polos warna hijauta', Bu?
Penjual : Hijau apa dek, hijau daun? Lango-lango dadar? Hijau tai kuda? Atau hijau tai ngongo?


Jam 05.30 sore
"Mas, nasi gorengta, kasi banyak ayamnya, ka penghabisanmi to!"


si A : (kepada penjual gado-gado langganan) Mbak, gado-gadota satu nah!
si B : Pedas?
si A : Nasrami, seperti biasaji, Mbak.
si B : Oke, tunggumi.
si A : Kalau perlu yang pedasnya membunuh mertua.


Seorang anak kecil memukul anak tetangga lapak Bapaknya. Nasehatnyakayak gini, "Janganko jadi preman begitu, Nak. Kalau perlu, pigiko Masjid sana eee, ikutko Jama'ah Tabligh, trus jadimako pengusir jin kafir, tinggalmako di Perumas.
Seseorang nyeletuk, "Kenapa tossi Perumnas?"
si Bapak jawab, "Kan ada ayatnya begitu di Qur'an"
"Sotta'koooo"
si Bapak kembali membalas, "Ada tweee, jangko begitu nah. Bunyinya ginieee, minal jinnaati wannaas, tohh, sini kukasihtahukanko artinna, artinna sesungguhnya jin-jin itu tinggal di Perumnas, bagaimana? Cocok toooh?"


bersambung...

Senin, 17 Agustus 2015

MAKKALA' ala Pasar Sentral Part IV

Cowo : (lagi makan dan ngajak makan) ''Dek, eh, makanki'eee!"
Cewe : ''Iyye, masih kenyangja'...''
Cowo : (nyodorin tangan buat menyuap) ''Sinimi, kusuapiko, Dek. Kalau sisaku mumakan langsung pintarko mengaji''


''Es, es putar, es putar, es putaaaaar, siapa bilang es tidak dingiiiin...''


A : ''Weh, pinjam duluwe sendokmu!''
B : ''Inieeee'' (nyodorin sendok)
A : ''Sudahmi mucuci ini?''
B : ''Iyooo, mdedeh segitunaaa...''
A : ''Betulanko?''
B : ''Iyo, sudahmi kucelupkan juga di Sungai Gangga*''
*selokan di belakang lapak.


A : ''Weh, masih cari (si C--->korban bully) 4 orang buat bikin baju kaos, buat bikin geng AGM''
B : ''Apa bede itu AGM?''
A : "Anak Gagahna Makassar...'' (semua tertawa, sementara si C senyum-senyum dijadikan bahan candaan)
B : ''Kenapa tosseng 4 orangji?''
A : ''Supaya genapki 5, karena diami ketuanaaa, capekmi bede' gabung di Lavender''
B : ''Apa lagi sede' itu Lavender, minyak rambut?''
A : "Laki-laki Penuh Derita, hahahaha..''


Setelah 17agustusan, banyak TNI yang lalu lalang.
''Weh, weh, kacang polong kacang polong lewat''


Pembeli : ''Mauka kemeja ini, Dek. Tiga lembar, selembarji inie''
Penjual : ''Iye, sudahmaki dicarikan, nda ada Bu. Ada di rumah stokku, Bu. Kalau mauki kubawakanki besok''
Pembeli : ''Betulannah? Jam berapa?''
Penjual : ''Iye, jam sembilan pagi adama', Bu''
si A : (nyeletuk) ''Baa, Bu. Gampangmi itu, sudahmaki dicarikan na nda adaki. Kalau perlu, titip maami nomor rekeningta'!''
si B : (jitak kepala si A) ''Bodo'na iniee, ta'baleki kapang. Kau yang kasihki nomor rekeningmu sama Ibu''
si A : ''Cocokmi, sinimi nomor rekeningta, Bu, kutransferkanki tuyul''


si A sibuk memencet hpnya, sedang mati total.
si B : "Kenapai hpnu?"
si A : "Nda mauki hidup"
si B : "Apa merkna hapemu? Sini bede!"
si A : (memberi hp ke si B)
si B : "Oh.. Merk ARFAN"


bersambung...

Sabtu, 08 Agustus 2015

MAKKALA' ala Pasar Sentral Part III

Saya gagal paham, mengapa ada orang yang mengelompokkan humor "cerdas" dan humor "rendahan", memuja Stand Up Comedy sedangkan mencela acara macam OVJ. Saya hanya bisa bilang itu "alternatif", gak ada yang bagus maupun jelek, semua sama fungsinya, menghibur, untuk entertain. Toh, para komik pada akhirnya banyak juga yang harus kecemplung ke acara-acara dan terlibat film (terbilang) gampangan.

Akhir-akhir ini merasa lebih mudah tertawa, tiap hari ketika pembeli sedang sepi, justru kamilah para penjual yang saling sahutmenyahut, ada yang menyanyi, ada juga yang sekedar ngobrol, tapi paling rame kalau tiba-tiba ada celetuk lucu yang muncul untuk mengusir ngantuk dan bosan. Contoh kecil, teman penjual di depan, kami tak pernah saling mengenalkan nama, maka untuk memanggil saya atau perempuan lain yang tak dia tahu namanya, dia akan memanggilnya dengan sembarang nama, misal Sapna, Samanta, atau Sakati. Halhal seperti itu menggelikan, hehehe, berikut kondisikondisi lucu lainnya... *baru sempat jelasin panjang lebar padahal sudah part 3 khusus tema ini.


"Cari apaki cewe', celana botol, lengkap, pakek kantong, pakek AC, pakek remote!"


si A : "Weh, kucaricariki di lapaknya Aji penjual kerudung, berentimaki paeng dih di sana.."
si B : "Iye, sayang, di sinika lagi konser jualan baju ma celana"
*konser, maksudnya teriakteriak nawarin barang ke calon pembeli


si A : "Weh, ada tadi polisi kau we di sini"
si B : "Iyo kauweee, apa ngaseng kejadian di sebelah sede'."
si A : "Apanya bede mukentarai bilang polisi betulan itu?"
si B : "Itu tulisan di kaosna, punggungna, bacana POLICE..."
si A : "Seriusko? Gappaka tulisannya POP ICE na kau kira bacana Polisi, Ne'aang"


bersambung...

Selasa, 04 Agustus 2015

MAKKALA' ala Pasar Sentral Part II

Bulan puasa, si B seorang lelaki pada jam dua siang terlihat merokok.
A (cewe') : "Mdedeh, nda puasako?"
B (cowo') : "Baaah, puasaja'!"
A : "Baru jam dua, namarakokmokooo!"
B : "Buka puasama' ini, sotta'. Saya puasa full setengah hari, jadi total puasaku 15 hari donggooo!"


A : "Weh, ayok pi karokean"
B : "Iyo, panggil semuaki personilka"
C : "Nda' bisaka saya ikut!"
A : "Ngapamoeee, malam mingguji lagi"
C : "Ih, kaaa capekki, mau istirahat"
B : "Sudahmi, jangko gangguki Rapunzel (si C)"


Si Bos : "Jam berapami, dek?"
Anak buah : "Setengah enammi, bu"
Si Bos : "Okeee, angkatmi jemuran!" (maksudnya rapikan jualan karena sudah akan ditutup)


Si A : "Weh, berapa jahitannya tanganmu?"
Si B : (sambil memegang tangannya yang habis di jahit) "Tujuh"
Si A : "Berapa mubayaranki?"
Si B : "Tiga ratus lima puluh kauwe, mahalnaaaa"
Si A : "Tapi bagus to, itu jahitannya tidak dilepasmi karena jadi dagingmi nanti"
Si C : "Iyo tawwa, coco'mi, banyak dudui goyammu pas pembukaaan dua"
Si B : "Memangnya saya perempuan bisa melahirkan!" *kesel
Si C : "Tapi memang mahal tawwa, karena rambutna ikan hiu itu benang jahitnya, ahahahaha"


Si A : (ngajak teman di depannya untuk minum minuman bersoda) "Weh, minuum!"
Si B : "Tidak, trima kasih, nalarangka dokter pribadiku minum minuman bersoda"
Si A : "Gayaaaaanuuu, dokter pribadi, palingan dukun pribadi!''


bersambung...

Selasa, 28 Juli 2015

MAKKALA' ala Pasar Sentral Part I

Pengemis (anak muda) : "Ibu, sedekahnya duluuuu!" (sambil menyodorkan toples kosong ke sasaran)
Si Ibu : "Eh, dek, kau masih muda, daripada kau pii minta-minta, lebih baik ko pergi kerja, blablablaaaa..."
Pengemis : (Kesal dan berlalu) "Orang minta sedekah kok malah diceramahin."


Anak kecil pengemis : (ngemis kepada seorang pembeli) "Kakak, uangta dulu kak!"
Penjual : "Eh, dek, sama-samajiki dek orang miskin. Itu kakak-kakak uangnya mintaji sama mamaknya"


Milih, pria, random, yang hanya kebetulan lewat.
A : "Cowo', cowo'... (si pria menoleh, si A mendekat ke temannya, si B) Teman SMPta'kah ini (si B)?"


Pembeli : "Berapa ini dek?"
Penjual : "Itu 35ribu bu!"
Pembeli : "Nda bisa 20 dek?"
Penjual : "Harganyami bu!"
Pembeli : "Kurangimiii, 25mo pade!"
Penjual : "Nda bisa bu, 35ribu itu"
Pembeli : "30 ribumo pade!"
Penjual : "Menawarmaki bu sampeta' kembar!"


Si A : "Weh, ada orang meninggal di sana kemarin eeee, bunuh diri bedeng, ngerinya."
Si B : "Iyo kauweee, prestasiki bedeng"


Si A : (mungut sandal yang ada di jalan) "Weh, sapa sandal inieeeee? Jaga i sandalnu"
Si B : "Ooo, sandalnya Katy Perry!" (sambil lempar sandal ke depan si empunya)
Si C : "Weh, jangko kasih begitu tulang rusukku!"


Si A : "Jadi berapa semua total tadi harganya nasi'ta'?"
Si B : "Lima belas" (Si A mengulurkan uang lima ribu tiga lembar, si B kemudian menghitung) "Lima jutaaaaa, sepuluh jutaaaa, lima belas jutaaa, oke pas!"


Seorang remaja perempuan, mungkin baru pertama kali ke pasar.
Pembeli : "Kak, ta'berapa jilbab parista?"
Penjual : "Sembilan ribu dek kukasihki kalau ambil sepuluh lembar" (dengan semangat nyomotin jilbab paris beda-beda warna sebanyak sepuluh lembar kemudian dihitung dan dibungkus oleh si penjual) "Sepuluh lembar, dek nah...."
Pembeli : (nyodorin uang selembar sepuluh ribu, kemudian nunggu berharap kembalian)
Penjual : "Aduh, dek, maksudku sembilan ribu per lembar ambil banyak, jadinya sembilan puluh ribu semuanya"
(si pembeli akhirnya hanya ambil satu lembar jilbab paris uangnya hanya cukup untuk selembar, kemudian ngacir karena malu)
 *ahahahaha, belum tahu dia, bahasa pasar. Dia kira selembarnya sembilan ratus rupiah, wadddduuuuh, pembeli permen.


bersambung...

Selasa, 09 Desember 2014

Kaki Kipas


Hari ini ketiban macet lagi, tau gitu lebih baik tiduran di rumah membayar cicilan-cicilan kantuk selama ini, cuaca dingin habis hujan mendukung. Saya pikir, apa lagi yang terjadi? Ternyata hari ini tanggal 9 Desember, saya lupa kalau hari ini Hari Anti Korupsi. Saya malas berbicara mengenai Korupsi, saya lebih takut dengan pencopet yang terus mondar-mandir di lapak seorang Pamanku di Pasar Sentral Makassar. Saya pernah meremehkan dua kali nasehat dua penjual minuman yang berbeda agar menjaga tas ransel saya, ternyata memang benar ada pencopet di sekitaran jalan sana.

Pertama melihatnya, dia sedang rehat bersama beberapa temannya, yang bukan pencopet. Teman-temannya ini mengumpulkan uang dengan memaksa orang-orang untuk beli di lapak di mana dia bekerja, memaksa orang untuk singgah dan membeli dengan hasil tawar-menawar dan berdebat dengan mereka. Satu-dua orang biasa ''diladeni'' tiga orang lelaki tersebut. Supaya aksinya dan akting emosionalnya lebih mantab, terkadang sebelumnya mereka meminum ballo' terlebih dahulu, atau kalau mampu mereka membeli minuman bermerk.

Kembali ke pencopet tadi. Selesai mencopet, berlagak jagoan akan bercerita ke temannya mengenai apa yang didapatnya, walau yang didapatnya sedikit atau sedang sial, tak dapat uang sama sekali. Seolah pekerjaannya sangat beresiko tinggi, butuh keahlian khusus. Saat pertama kali melihatnya mencopet, saya ditegur oleh Paman saya supaya tidak komen apa-apa, berusaha untuk tidak memperhatikannya. Paman saya bercerita kalau dia ditegur ketika kedapatan mencopet, dia akan marah-marah bahkan sampai pada tahap memukuli orang tersebut.

Kebaikan dan keburukan tidak ada yang menang dan kalah, siapa yang punya kekuatan itulah yang menang, soal waktu saja. Saya tercenung memikirkan semua itu... Seperti ketika ada Badan POM datang ke sana, semua bisa disita, tapi tidak dengan keinginan menjual dan membeli barang tersebut. Seperti ketika seorang dosen kedapatan sedang mengonsumsi shabu-shabu di hotel, saya teringat dengan istri dan anak-anaknya. Seperti ketika orang tua yang terus-terusan mengungkung cita-cita kita hanya sebatas sebagai pegawai. Sigh. Kehidupangnga!

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh-idLgJbv__EuHuNgHjoat95AWPFv96xwIpwfqh6nWhmeb-LfHLOaDMdZ-sgIaLiM1mEY0uNvWyU8YGvjHqxPR2AWqzgkzJwYg9yE58fMGGB9x_IG1aJ-jhqG2o3tJSGpU_JPC-RR5EMe9/s1600/sj_wanita.jpg

Apa kita tidak bosan terus-terusan memakai seragam? Apa kita tidak bosan memakai pantofel dan selalu bangun pagi setiap hari? Walau sebenarnya saya tidak bosan jalan kaki, dari TK sampai kuliah. Mungkin itulah penyebabnya telapak kaki saya bentuknya tidak seperti bentuk kaki wanita kebanyakan yang langsing, muat dengan sandal jepit untuk wanita. Ketika membeli sandal jepit, saya justru mencari sandal jepit yang nyaman, sandal jepit laki-laki dan cenderung kebesaran untuk telapak kaki saya. Peduli siapa, kaki saya yang makai kok.




*ballo : minuman miras khas Makassar

Kamis, 24 Juli 2014

Demam Kazakhstan

Sebutlah demikian, fenomena yang terjadi di dunia maya setelah hiruk-pikuk pilpres mulai tenggelam, maaf, soalnya nama lengkap si Sabina pemain volly asal Kazakstan ini sulit diucap dan diketik. Teman-teman facebook juga jadi rame, tiba-tiba seorang teman (seorang animator) bahas, gak adil rasanya kalau ini hanya jadi obrolan laki-laki, maka inilah yang terjadi...




Buat cewek-cewek yang demen pria muka-muka oppa ala Drama Korea pasti terpesona, cobalah googling. Btw, di ask.fm, Sabina juga menanggapi pertanyaan mengenai Palestina, ternyata dia seorang muslimah. :)

Minggu, 20 Juli 2014

RAMADAN 2014

Buka sosmed pas ramadan tahun ini, serasa tidak puasa lagi, fitnah sudah jadi ibadah. Maka, selamat menjalankan ibadah fitnah. #pilpres

Kamis, 26 Juni 2014

massaddung malleepa

Sebelum mengaji, biasanya di kampung saya, anak-anak akan berteriak (dalam Bahasa Bugis) "Jangngati tajangngaati, utaruu nawa-nawa, utaruu paddissengeng, utarusii manengngi korang tellu pulo geso'na" (Pemberi terang pada hati, karena keinginan (niat), karena ilmu/pengetahuan, akan kulaksanakan 30 juz). Saya tak tahu pasti, ini semacam niat atau doa, seperti itulah... Saat mengaji, terdapat gambar yang fenomenal buat kami yang masih anak-anak.




Bentuknya kurang-lebih seperti di gambar, tapi yang terdapat di juz amma jadul yang saya dan teman-teman mengaji pakai gambarnya menyerupai tang. Saya pernah menanyakan kepada salah satu teman, jawabnya sambil menjelaskan dengan menunjuk ke gambar tersebut, bahwa gambar itu adalah gambar neraka dan surga. Kami percaya penjelasan itu dari generasi ke generasi, di pengajaran mengaji tradisional. Sampai tiba Bapak menyuruh saya melanjutkan mengaji ke TPA yang ada di masjid kampung saya, kira-kira ketika itu saya kelas 3 SD. Bisa saya rasakan, cara mengaji udztas dan cara mengaji guru mengaji saya yang sebelumnya sangat berbeda. Sebelum beliau mengajarkan lebih jauh mengenai tajwid, di depan kami beliau menunjukkan poster mulut menganga, dia menjelaskan bahwa Makharijul Huruf menunjukkan bagaimanakah seharusnya penyebutan huruf, darimanakah bunyi huruf itu, apakah bibir, gigi, tenggorokan, dan seterusnya. Sepulangnya, saya membuka lagi juz amma yang saya pakai belajar mengaji pertama kali, dan ternyata benar, gambar itu berjudul Makharijul Huruf (dalam tulisan Bahasa Arab). Lucu saja mengingat cerita yang saya percaya dulu. Ternyata itu bukan gambar neraka-surga, tetapi penampang mulut manusia dari samping, hehehe.

Sabtu, 01 Februari 2014

DUAPULUH DELAPAN

Dua orang manusia, lahir dari rahim yang sama, keduanya perempuan. Sebutlah mereka Si Sulung dan Si Bungsu.

Sulung terlahir sempurna, pancaran kedua orang tuanya. Secara fisik sangat menarik, dia menjaga makannya agar tidak kelebihan berat badan. Banyak orang tua lainnya yang telah meliriknya jika dia kebetulan lewat di depan rumah mereka, untuk dijadikan menantu kelak. Menjelang remaja, konon sudah ada beberapa lelaki yang datang untuk melamar, tapi orang tua Si Sulung orang yang sangat peduli akan pendidikan. Semua lamaran ditolak dengan halus, mereka mau menyekolahkan Si Sulung sampai sekolah setinggi-tingginya.

Begitulah, Bungsu selalu tak sengaja mendengar cerita tersebut. Ya, cerita itu bukan untuk diceritakan kepadanya, tapi kepada handai taulan. Lagipula buat apa memikirkannya, dia belum faham, dia masih balita waktu itu. Sedangkan Si Sulung tengah kuliah di kota dengan biaya dari ikatan dinasnya, bertambahlah rasa syukur akan kehadiran Sulung, adanya dirinya di keluarga tersebut tak pernah memberatkan mereka.

Meski telah berulang-ulang mendengar cerita tersebut, Bungsu tetap berusaha sebaik mungkin, nilainya tak pernah jelek di sekolah. Sampai tiba saatnya Sulung menikah, meninggalkan orang tuanya, ke luar pulau bersama suaminya, menjenguk orang tuanya sesekali. Kali ini, mereka datang mengendarai mobil, sesuatu yang masih mahal bagi mereka. Dengan bangga mereka tersenyum, melambaikan tangan, padal itu masih beberapa meter dari halaman rumah. Ayah dan Ibu segera berlari membuka tirai jendela melihat kedatangan Si Sulung dan suaminya serta ditemani seorang bayi.

Bungsu yang masih SD tidak mengerti, mengapa ada orang yang tersenyum dengan mudah lewat di atas aspal. Suatu kali dia bertanya kepada Guru Sejarahnya, bagaimana sejarah aspal di desa mereka bisa ada. Sang Guru menjawab, bahwa semua wilayah itu dulunya adalah hutan, kemudian ada yang menebangnya agar manusia bisa lalu-lalang di sana. Kemudian penjajah datang, menerapkan kerja paksa terhadap nenek moyang mereka, membangun jalan yang tak becek ketika hujan, agar kendaraan bisa melewatinya dengan mulus.

Sejak hari itu, dia berfikir terus akan cerita gurunya tersebut. Terbayang di kepalanya, kakek buyutnya dengan tubuh kurus tersengat matahari, berkeringat sepanjang hari untuk membangun jalan yang selalu dilaluinya ke sekolah tiap hari. Dia memutuskan, sebisa mungkin dia akan jalan kaki melewati jalan aspal, berkeringat, disengat matahari, merasakan apa yang dirasakan kakek buyutnya dulu.

Cerita itu membekas di dalam dirinya, dia bertumbuh jadi sosok yang lebih sensitif, bahwa ketika mencicipi sebuah kenikmatan, dia harus sadar akan pengorbanan orang-orang sebelum adanya nikmat tersebut. Dia jadi seorang yang tak gampang tersenyum, dicap aneh, terkadang jadi bahan lelucon. Dia pernah membaca, Charlie Chaplin yang pernah satu-dua kali ditontonnya bilang, bahwa pelawak yang baik adalah pelawak yang tidak tertawa akan lawakannya.

Kemudian teknologi komunikasi yang lebih canggih menembus desanya, sekarang mereka tak perlu lagi antri di wartel untuk menelpon. Si Sulung telah membelikan handphone ke orang tuanya. Mereka bisa berbicara kapanpun mereka mau. Bungsu sadar, Sulung dan Ibunya sangat dekat, usia mereka hanya terpaut 17 tahun. Ketika Ibunya dan Si Sulung berbicara, mereka bercerita seperti adek-kakak.

Namun, kebalikannya bagi Si Bungsu, dia sering banyak tak sefaham dengan Ibunya. Mereka sering bertengkar, ujungnya Ibu mendiaminya selama dua hari, sedangkan Bungsu hanya bisa menangis diam-diam. Apakah memang dirinya tak perlu ada di keluarga ini? Adakah Tuhan sedang iseng menyisipkannya sampai-sampai dia dicap aneh bahkan oleh keluarganya sendiri?

Bungsu jadi sosok yang pendiam, dia memilih seperti itu daripada harus selalu bersitegang dengan Ibunya, dia takut jadi anak durhaka seperti kata udztas. Dia sebenarnya iri dan cemburu kepada Si Sulung, apalagi ketika Si Sulung dan Ibunya saling membincangkan kasih sayang mereka satu sama lain. Tapi, Bungsu sering bersedih, kalau mereka tiba-tiba bercerita tentang dirinya, mereka tertawa, bagi mereka Si Bungsu itu aneh sehingga bagi mereka lucu.

Bungsu hanya bisa sedih, dia sepenuhnya mengiyakan pendapat Charlie Chaplin. Dia tidak tertawa, dia sedih, yah dia pelawak yang sedih di balik panggung. Tak ada yang pernah mengamati berapa kesedihan yang harus dibayar untuk membuat orang lain tertawa, tapi dia percaya bahwa ketika seorang bahagia, ada orang yang membayar untuk itu, seperti asal-usul jalanan aspal di sekolah mereka, seperti dirinya yang bisa saja menghamburkan air ketika ada orang di Afrika yang kehausan.

Bungsu semakin hari jadi sosok yang misterius. Sulung bahkan sering menanyakan kepadanya, dengan siapa dia bergaul. Pernah suatu kali dia mengajak Sulung bertemu beberapa temannya, tapi Sulung tidak suka dengan teman Bungsu yang dikenalkan kepadanya, seorang penyair yang tak enggan membacakan sajak yang mengumbar kelamin di dalamnya.

Sulung tidak suka jika adiknya berteman dengan orang seperti itu, dia dari keluarga yang baik-baik. Bungsu marah kali ini, katanya, itu temannya yang pertama dan terakhir dikenalkan kepada keluarganya. Tak ada seorang pun yang boleh menghakimi teman-temannya, dia pun bebas bergaul dengan siapapun. Walau setiap hari hidup bersama, Bungsu membangun jarak dengan keluarganya. Bungsu tak peduli jika keluarganya meremehkannya, mengatai-ngatainya dengan nakal dan tak tahu diri.

Apa semua orang harus baik? Dia teringat lagi nasehat udztas, tapi untuk apa neraka diciptakan jika seluruh manusia harus masuk surga? Tuhan menciptakan kebaikan tidak datang dengan sendirinya di bumi, seperti halnya kaya-miskin, cerdas-bodoh. Bungsu sadar, dia bukannya takut durhaka, dia tetap mencintai keluarganya dengan sekedarnya.

Dia bukan kakaknya, Si Sulung yang telah jauh di luar pulau, kaya dan telah sanggup membeli jarak agar dia dirindukan. Bungsu membangun temboknya sendiri, dengan membenci dirinya dan kemudian menerima dirinya apa adanya. Bungsu hanya pengangguran, tapi bersedia ada di sana saat Ibunya membutuhkan dukungan tanpa harus menelponnya, tembok yang dibangunnya tak mematikan kepekaannya akan keadaan di rumahnya.

Cintanya, selalu ada. Selalu ada, dalam artian abadi, seperti plastik yang tak butuh tanggal kadaluarsa, bukan daging yang bisa busuk. Tapi,suara Thom Yorke membuatnya resah, plastik itu memang abadi, tapi fake.

Palsu, Bungsu sadar mengapa dia layak diabaikan, lebih pantas dijadikan lelucon untuk membuat orang di sekitarnya senang walau dia tak bisa bahagia dengan itu.

Kamis, 14 November 2013

Baiklah, Ini Jum'at Pagi!

MARI SENAAAAAM!!! :D