Tampilkan postingan dengan label pete-pete. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pete-pete. Tampilkan semua postingan

Kamis, 27 Agustus 2015

Tujuhbelasan ala 2015

Perlombaan yang saya ikuti mungkin hanya lomba batuk pas di sentral, suara batuk saling sahut-sahutan di pasar. Kemarau, panasnya cuaca membuat kita harus menipu badan ini dengan meneguk minuman dingin/es. Belum lagi dengan mataku yang sudah mirip mata panda (bukan pocong loh yah *ngeles), terpaksa minum air banyak supaya bangun pipis, begitulah rutinitas kemarau tahun ini. Minum banyak, tidur, bangun pipis, kasih ngalir air, matikan dinamo, minum air lagi, tidur, begitu seterusnya, demi untuk menabung air untuk sekedar mandi pas paginya. Kalau tidak, pas paginya jatah airnya hanya cukup untuk mandi minimalis alias cuci muka doang. Hahaha...

Oke, itu bukan masalah besar, dibanding dengan orang-orang pedalaman yang harus kesusahan mendapat air bersih (gak usah sok empati gitulah, basi, klise), yang jadi bikin kesel adalah kalau nemu sopir pete-pete usil. Kitanya lagi mojok, duduk paling belakang, posisi nyaman buat nyicil ngantuk, eh malah dia kadang suka gas tiba-tiba, otomatislah tidurannya terinterupsi. Kadang saya melihat dia tersenyum setelah melakukannya. Dia seolah berkata "Enak saja luh, gue yang harus sadar seratus persen buat nyopir, elu malah enak-enakan tidur di belakang". Sial! Tapi bagus juga sih, supaya tujuan tidak kelewatan. Hehehe.

Tapi, saya harus bersyukur, kurang lebih setengah tahun membantu Om menjaga lapaknya. Saya belajar banyak hal. Betapa beratnya hidup para penjual kaki lima mereka masih bisa bercanda satu sama lain, saling menghibur. Membantunya membuat saya sedikit demi sedikit pulang ke "kesederhanaan" saya, yang selama ini ditutupi oleh gengsi akan kesarjanaan, pendidikan tinggi, harus sekolah luar negri, blablabla.

Tiga hari ini ada job fair diadakan besar-besaran oleh Disnakertrans Makassar di Graha Pena Fajar, tapi tak tertarik melayangkan lamaran selembar pun. Saya sebenarnya tak tahu ini gejala buruk atau baik untuk diri saya, apakah karena menjaga (yang katanya) "idealisme" atau sekedar menurutkan rasa malas. Pernah satu dua kali menemukan pegawai kantoran mentereng membeli di lapak, lagaknya seolah menganggap enteng kami, yang mungkin baginya hanya tammatan SMA. Saya tidak suka!

Akhirnya, terbuka pintu itu, kembali ke "kesederhanaan", menghargai kerja-keras, yang tak perlu mengumpat mengapa nilai rupiah terhadap dolar mencapai Rp. 14.000/satu dolar Amerika, itu urusan ekonom dan analis pasar dan semacamnya, kami tahu apa! Kami hanya tahu bilang "halo misteeeer!" kepada bule yang kebetulan lewat depan lapak.

Selasa, 09 Desember 2014

Kaki Kipas


Hari ini ketiban macet lagi, tau gitu lebih baik tiduran di rumah membayar cicilan-cicilan kantuk selama ini, cuaca dingin habis hujan mendukung. Saya pikir, apa lagi yang terjadi? Ternyata hari ini tanggal 9 Desember, saya lupa kalau hari ini Hari Anti Korupsi. Saya malas berbicara mengenai Korupsi, saya lebih takut dengan pencopet yang terus mondar-mandir di lapak seorang Pamanku di Pasar Sentral Makassar. Saya pernah meremehkan dua kali nasehat dua penjual minuman yang berbeda agar menjaga tas ransel saya, ternyata memang benar ada pencopet di sekitaran jalan sana.

Pertama melihatnya, dia sedang rehat bersama beberapa temannya, yang bukan pencopet. Teman-temannya ini mengumpulkan uang dengan memaksa orang-orang untuk beli di lapak di mana dia bekerja, memaksa orang untuk singgah dan membeli dengan hasil tawar-menawar dan berdebat dengan mereka. Satu-dua orang biasa ''diladeni'' tiga orang lelaki tersebut. Supaya aksinya dan akting emosionalnya lebih mantab, terkadang sebelumnya mereka meminum ballo' terlebih dahulu, atau kalau mampu mereka membeli minuman bermerk.

Kembali ke pencopet tadi. Selesai mencopet, berlagak jagoan akan bercerita ke temannya mengenai apa yang didapatnya, walau yang didapatnya sedikit atau sedang sial, tak dapat uang sama sekali. Seolah pekerjaannya sangat beresiko tinggi, butuh keahlian khusus. Saat pertama kali melihatnya mencopet, saya ditegur oleh Paman saya supaya tidak komen apa-apa, berusaha untuk tidak memperhatikannya. Paman saya bercerita kalau dia ditegur ketika kedapatan mencopet, dia akan marah-marah bahkan sampai pada tahap memukuli orang tersebut.

Kebaikan dan keburukan tidak ada yang menang dan kalah, siapa yang punya kekuatan itulah yang menang, soal waktu saja. Saya tercenung memikirkan semua itu... Seperti ketika ada Badan POM datang ke sana, semua bisa disita, tapi tidak dengan keinginan menjual dan membeli barang tersebut. Seperti ketika seorang dosen kedapatan sedang mengonsumsi shabu-shabu di hotel, saya teringat dengan istri dan anak-anaknya. Seperti ketika orang tua yang terus-terusan mengungkung cita-cita kita hanya sebatas sebagai pegawai. Sigh. Kehidupangnga!

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh-idLgJbv__EuHuNgHjoat95AWPFv96xwIpwfqh6nWhmeb-LfHLOaDMdZ-sgIaLiM1mEY0uNvWyU8YGvjHqxPR2AWqzgkzJwYg9yE58fMGGB9x_IG1aJ-jhqG2o3tJSGpU_JPC-RR5EMe9/s1600/sj_wanita.jpg

Apa kita tidak bosan terus-terusan memakai seragam? Apa kita tidak bosan memakai pantofel dan selalu bangun pagi setiap hari? Walau sebenarnya saya tidak bosan jalan kaki, dari TK sampai kuliah. Mungkin itulah penyebabnya telapak kaki saya bentuknya tidak seperti bentuk kaki wanita kebanyakan yang langsing, muat dengan sandal jepit untuk wanita. Ketika membeli sandal jepit, saya justru mencari sandal jepit yang nyaman, sandal jepit laki-laki dan cenderung kebesaran untuk telapak kaki saya. Peduli siapa, kaki saya yang makai kok.




*ballo : minuman miras khas Makassar

Jumat, 11 April 2014

MAPING


> Kelurahan PANAMBUNGAN >>> Jalan Cendrawasih II, Kompleks Pattompo’. Bersebelahan dengan Kelurahan LETTE’

> Kelurahan BANGKALA’ >>> Jalan Tamangngapa Raya, BTN Makkio Baji’ (jalur pete-pete Antang)

> Kelurahan BIRA >>> Jalan Tol, pete-pete dari Sentral menuju ke Bandara

> Kelurahan KAPASA’ >>> NTI, Ukip, Belakang Pasar Daya

Sabtu, 05 Oktober 2013

5 Oktober 2013 itu Malam Minggu




Biasanya sakit kepala kalau harus di lokasi dari pagi sampai sore. “Mulai lapaaaar, mulai lapaaar!” saya rasa inilah joke paling-in sekarang 'dia mulai lapar'. Masih ada gitu yang menganggap jomblo itu nista dan patut ditertawakan? Jomblo dirayakan sajalah, kapan lagi jomblo kalau bukan sekarang. Yang mengeluhkan jomblo hanyalah orang-orang yang tidak punya kegiatan.

Bulan ini, di kantor pontang-panting gara-gara misi Red Warrior, samplingnya lebih banyak dari yang sebelumnya, sampai-sampai harus ke luar kota Makassar (Gowa dan Maros), bahkan Papua. Saya salah satu yang diutus (ceilah) ke “planet” lain itu berhubung saya tinggal di Sudiang. Gila, kirain hanya Sudiang yang kayak planet lain gitu, ini pengalaman pertama ada misi ke pedesaan (Maros). Akses ke tempat tersebut hanya sampai magrib, seperti halnya Sudiang yang terisolasi pada jam-jam tertentu.

Dari pagi belum ketemu nasi, pulang jam 8 malam, lapar menggila. Pulang ke rumah hanya disisakan piring kotor. Mampir dah ke Bakso Mas Hari 151, bakso terenak di Sudiang. Jangan mampir kalau hanya mau ngemil, tapi kau bisa memesan bakso tusuk saja sama mbak-mbaknya. Btw, makan bakso di Makassar (Sulawesi pada umumnya) gak laku saus/kecap bermerk. Pakai saus/kecap buatan lokal (seperti di gambar) lebih wenak.



tiga serangkai


Siang tak mampu menampung panasnya kemarau, hingga gerah tumpah pula ke malam. Tapi biasanya kalau habis makan pedas dan daging, tidur memang gak nyenyak kalau malam. Bahkan jam 6 pagi bisa merasakan wangi handbody dan parfum si Nunung yang mau ke sekolah. Lebih enakan menghirup asap rokok atau polusi di jalan raya daripada harus tercekik wangi berlebihan kayak gini. Nunung yang baru bisa mengenal FB, mungkin pula telah dapat pacar di sana walau sebenarnya dia adalah teman skampungnya. Dia yang dulu pendiam dan selalu datar, kini sering tersenyum kala menatap handphonenya. Dia terlihat begitu bahagia membuat akun di FB, (dikiranya) dengan curhat di sana, dunia memperhatikannya. Dia terlihat begitu bahagia membuat akun di FB, (dikiranya) dengan curhat di sana, dunia memperhatikannya. Kalau dulunya jam 8 malam dia sudah menutup mata dalam kelambu, sekarang di jam 11 malam masih terdengar jarinya memijit-mijit hapenya. Kebiasaan bangun paginya pun sudah dimolorin, dari yang dulu jam setengah 5 pagi sudah beberes, sekarang jam 6 langsung meluncur ke kamar mandi. Untungnya dia gak pernah terlambat, semoga prestasinya di sekolah tetap terjaga.

Nah jika tidak bisa tidak tidur kayak gini, biasanya habisin pulsa 2000 buat paket midnight sambil edit kerjaan sebelum deadline dimolor-molorin, menghindari bosnya bos marah. Capek juga lihat monitor laptop mulu. Sambil ngedit, yah buka youtube. Dengar musik tidak cocok, takut malah jadi kacau editannya. Gak mungkin dengar Across The Universe sambil ngedit, nanti kerjaannya malah jadi abstrak. Hasilnya, ngantuk nyicil di angkot. Saya suka membuka lebar jendela pete-pete, saya suka ketika angin merusak bentuk “cocor” kerudungku. Sepertinya memang belum minat membeli motor walau sudah banyak orang yang menyarankan. Gak mungkin saya kemudikan motor sambil tidur kan? Pagi sampai siang dinas di rumah, siang sampe malam kerja, malam hingga kadang-kadang sampai pagi edit kerjaan. Durasi tidur hanya berkisar 2 sampe 4 jam.

Untuk menghambat kantuk terkadang buka Youtube, kalau bukan cari OVJ, Prime Time Trans TV atau ExtraVaganza (de rahma, jeng kellin, mang kok, srikiti, dkknya). Buat saya, OVJ masih lucu, walau sudah banyak orang yang meremehkannya. Terdengar congkak bagi saya, hanya karena ada acara “bercerita lucu” yang diadopsi dari luar negri dan dengan maturnya langsung menjudge kalau acara semacam OVJ kampungan. Sebenarnya keduanya tidak banyak perbedaan, saling mengejek agar ada pihak/obyek tertawaan. Stand Up Comedy juga sama kok buat saya, mereka saling menjelek-jelekan diri mereka sendiri di depan banyak penonton agar penonton bisa tertawa. Yang melakoni, para wayang dan para comic sih damai-damai saja, justru penggemarlah yang suka menyulut fanwar. Nah, yang selera kampungan dan selera humornya ngintelek, sama saja kan?

Kata orang, kalau kurang tidur, mukanya kayak pocong/panda, ada lingkaran hitam di sekitar mata. Tidur konon penting untuk kecantikan. Saya sih antara percaya dan tidak percaya, kalau jelek terus tidur gak mungkin langsung berubah menjadi putri kayak di dongeng. Ayolah, tak ada namanya sleeping beauty, bagaimana bisa seseorang terlihat cantik jika tidur sementara kesadarannya sedang berkelana entah kemana. Yang ada malah jika seseorang tidur nyenyak, mukanya jadi jelek terkadang mulut mangap, rambut acak-acakan. Jangan-jangan sleeping beauty itu justru istilah untuk menggambarkan tidur dengan was-was. Yah seperti dongeng Putri Tidur, yang 'pura-pura' tidur (karena tetap cantik). Jika yang datang lelaki buruk rupa, mungkin dia langsung menampar laki-laki itu sehingga tidak jadi menciumnya. Hahahaha…


fungsinya seperti kaca spion. link



Btw, kemarin habis nonton GRAVITY. Ryan Stone (Sandra Bullock), seorang dokter yang bosan dengan keriuhan ingin mencicipi keheningan di luar angkasa sana. Dia memutuskan untuk menjadi salah satu astronot sebagai tenaga medis dalam sebuah misi. Tapi di luar dugaannya, ini hal sangat sulit dilewati, dirinya yang gampang panikan bisa membakar (menghabiskan) banyak oksigen, belum lagi serbuan meteor bisa tiba-tiba datang. Matt Kowalsky (George Clooney) yang pelan-pelan menghilang di kejauhan, betapa kecilnya, sehingga kita tak bisa membedakannya dengan bintang. Kita bisa melihat airmata Ryan melayang setelah lepas dari matanya, dia hampir tiba pada titik paling putus asa dan menangis. Dari film ini juga baru tahu kalau kostum astronot dilengkapi dengan cermin yang disematkan di pergelangan tangan seperti halnya jam tangan. Hanya bisa menggambarkan film ini dalam satu kata : MENEGANGKAN! Sekian, nanti malah tambah spoiler… :D

* Tema tulisan terlalu banyak, ahahaha, tidak konsisten, bingung mau kasih judul apa.
* Nunung, bukan nama sebenarnya.

Rabu, 29 Mei 2013

aku peta aku peta aku peta

> Kelurahan PAROPO >>> BTN Paropo dan sekitarnya.
> Kelurahan KARAMPUANG >>> tinggal nyebrang sungai dari Paropo
> Kelurahan PANAIKANG >>> Jl. Urip Sumoharjo, kantor gubernur dan sekitarannya, nb : nyebrang jalan (berhadapan) dengan Kelurahan KARAMPUANG (Aspol Panaikang dan sekitarnya)
> Kelurahan PA'BATANG >>> Asrama Mattoanging, Jl. Kakaktua (jalur Cendrawasih pete-pete 05), sesudah Stadion Mattoanging
> Kelurahan BANTA-BANTAENG >>> Jl. Landak Baru (Vetran)
> Kelurahan LETTE' >>> Jl. Rajawali (dari sentral naik pete-pete Cendrawasih)
> Kelurahan PAI >>> Citra Sudiang, Bulurokeng, Taman Sudiang bagian depan, Siri' Na Pacce

Selasa, 18 Desember 2012

KAMRA


Memang janjinya minjam kamera punya kakak, hanya sehari. Ada satu hal yang saya rasa penting untuk saya foto. Syukur, tidak rugi di jalan sambil menunggu sore, waktu yang lebih nyaman untuk interview warga.

Selama 10 menit saya mondar-mandir di sana, saya terus terang gugup. Saya bukan profesional tapi kehadiran Bapak tersebut lumayan menyita perhatian saya ketika lewat di sana. Saya berusaha agar dia tak menyadari, agar dia tetap nyaman, tapi mungkin juga dia dan orang sekitar pasar curiga.

Bagi yang sering melewati Jalan Paccerakang, dekat Patung Ayam di Daya (Kota Makassar), Bapak tua ini pasti tak asing lagi. Dia melambaikan tangan mengarahkan kendaraan yang bergerombol mengikuti aba-aba lampulantas yang tak banyak membantu.

Kamra, bukan Norman Kamaru


Saya tak tahu apakah dia memang orang gila atau bagaimana. Hampir setiap hari dia berdiri di sana, dengan seragam polisi kumal. Mungkin semasa muda ada obsesi yang tak kesampaian untuk menjadi polisi. Dia membantu polisi (yang punya posko samping jalan tersebut), mengawal lalu lintas perempatan yang selalu carut-marut itu. Bahkan ketika pak polisi sedang beristirahat, dia tetap berdiri di sana tanpa perduli teriknya matahari.

KAMRA, nama yang tertulis pada bagian dada di seragamnya. Dia tak perlu lagi melalui berbagai macam prosedural kepolisian untuk menjadi polisi.

Kamis, 01 November 2012

PONI

sumpah, ini bukan saya!
Rasanya lucu saja, setahunan kemarin sampe sekarang trend jilbab jadi aneh bagi saya. Jilbab konde, dan akhir tahun lalu dengan jilbab poni. Apa pula, walau sebenarnya baru beberapa bulan lalu tahu kalau “oo, itu namanya jilbab poni!” Saya teringat dengan penampilan NASIDA RIA, grup kasidah jadul yang sering diputar videonya di TVRI, tak ada fashion yang kuno atau benar-benar ketinggalan jaman. Seorang teman pernah sampai bilang "Pakaianmu yang sekarang jangan dibuang, simpan baik-baik karena cucumu kelak akan memakainya sebagai trend."

Tak ada maksud mencela, hanya menertawai diri yang tak tahu mode ini, dari jaman SMP ampe sekarang model jilbabnya itu-itu terus. Setiap orang punya pendapat dan kesenangannya sendiri-sendiri, dan saya sudah nyaman dengan gaya konvensional saya. Untuk sekarang saya tak perlu dandan dengan jilbab poni untuk keliling Makassar untuk memperpanjang fungsi dompet pribadiku, supaya tidak ngutang terus, supaya tidak jadi pengemis depan orang tua melulu.

Kembali, sinar matahari adalah teman terbaik perjalanan hidup kali ini. Serasa monyet kota, bergelantungan sana-sini menyusuri belantara kota. Jadwal tidur kembali dijarah tugas-tugas, merecap hasil survey dan tempat terbaik untuk mencicil ngantuk adalah di pete-pete. Dan sialnya, tugas-tugasku sepertinya malah lebih berat daripada pejabat-pejabat, betis tambah sekuat besi karena mampir antar RT-RW. Gila, dimana bisa mendapatkan peta dengan detail RT? Satelit saja ogah bikinnya.

Hahaha, kerjaku ngeluh terus yah? Baiklah, ransel dan peta ala kadarnya sudah ada. Tinggal…. Doraaaaaa, pinjamkan aku ponimu!

Selasa, 19 Juni 2012

KLAIM

Jam sepuluh malam, baru tiba di rumah. Begitulah tiap hari, semua orang di rumah sudah terlelap. Lapar dan mengantuk, padahal tidak ada makanan yang tersedia. Alangkah beruntungnya tikus yang terdengar mengais-ngais di bawah lemari tiap malam, dia kesana kemari mencari makanan, bagi saya merekalah “pemakan segala” sejati, sabun, kertas, semua diembat. Tapi kemudian saya kecewa, mendapatkan fakta bahwa tikus adalah hewan pengerat, dalam artian mereka punya gigi seri yang terus bertumbuh. Jika tidak sering menggigit maka gigi tersebut ukurannya akan tidak seimbang dengan tubuh  mereka malah bisa-bisa menyakiti tubuh mereka sendiri. Jadi teringat ponakan-ponakanku, saya selalu pura-pura jadi tikus kalau tiba-tiba ada sesuatu yang menginterupsi lelap tidurnya.

Jam sepuluh malam, dengan gontai saya merapikan mobil satu persatu. Remang-remang cahaya, kuberfikir sambil memegang mobil mini mainan ponakanku. Seandainya mobil ini sungguhan, saya tak perlu lagi beli mp3 player untuk menyingkirkan gonggongan anjing depan kompleks, tak butuh lagi jalan buru-buru karena berisik akan petikan gitar para remaja di jalan kompleks, saya tak perlu ditatap dengan penuh curiga oleh penjual nasi goreng, seolah saya bertanggungjawab atas semua kejelekan yang dilekatkan pada malam. Salahkan para pencuri, salahkan para hidung belang, salahkan para pelaku pelecehan seksual yang mengeksploitasi gelap untuk berulah, bukan sayaaaa! Dan… saya tak perlu menyetop beberapa pete-pete yang sopirnya menggeleng saat saya bertanya “Sudiang, Pak?”. Tapi jika saya punya mobil yang saya kemudikan sendiri, maka saya tak bisa lagi tidur di perjalanan dan nanti terbangun ketika pete-petenya bergoyang melalui jalan yang buruk rupa, yang kalau hujan menyerupai empang. Jika jalanan sudah terasa melalui ombak, maka tak salah lagi, kompleks tempatku tinggal sudah dekat.




Ketika jam sepuluh malam, apa yang salah dengan Sudiang? Sebegitu terpencilnyakah sampai-sampai seorang teman bercanda kepada saya “Du, jauhmu dek! Jauh dari peradaban memang tempatmu tinggal.” Saya hanya bisa tersenyum saja, tak bisa tertawa karena bagaimanapun saya telah bernafas di sini selama tujuh tahun terakhir. Seolah Sudiang itu area aneh, menghilang setelah jam sepuluh malam. Saya tidak bisa banyak bekerja di rumah karena banyak pengganggu, terutama dua ponakan yang sepertinya selalu percaya netbookku ini mempunyai daerah rahasia untuk menyembunyikan berbagai hal kesukaan mereka, entah gambar SpongeBob dan kawan-kawannya, iklan lucu, video klip kartun dan semacamnya. Monitor netbookku sudah seperti kepala yang manggut-manggut jika dibuka akibat keanarkisan mereka. Tempat paling aman dan nyaman untuk bekerja yakni di warkop yang ada fasilitas wi-finya. Karena saya masih menganggur, saya berusaha menghemat, dari yang tadinya sangat menyukai cappuccino dingin kini berusaha belajar menyenangi kopi hitam. Mau diapalagi, itulah menu yang paling murah. Orang kaya memesan menu yang paling enak, orang kere memesan menu yang paling murah, begitu kan? Asyik juga ternyata, racikan kopi ala warkop langganan saya lebih pekat daripada yang biasa saya bikin di rumah, lumayan pahit dan justru karena rasanya itulah saya tidak bisa meneguknya seketika itu pula habis.

Akhir-akhir ini jadi sering-sering nonton berita gara-gara Liga EURO, maklum manusia-manusia yang bermukim di rumahku tidak ramah bagi orang yang hobi begadang jadi saya hanya kebagian beritanya saja di keesokan harinya. JERMAN, saya percaya, saya menonton ataupun tidak menonton, kalian (harus) menang!Dua-tiga hari ini, Indonesia gempar lagi akan berita diklaimnya Tari Tor-Tor oleh Malaysia sebagai warisan budaya. Saya kemudian berfikir, tak maukah Malaysia mengklaim Sudiang sebagai wilayahnya? Sayang, Sudiang bukan area perbatasan padahal ada GOR atau Bandara Hasanuddin yang bisa membuatnya menonjol. Hahaha, saya selalu mengira saya sedang berada di sebuah daerah konflik ketika ada pesawat yang lewat di atas kami. Serasa ingin teriak “tiaraaaaaaap!” seperti di film-film perang, serasa masih zaman penjajahan. Suatu malam, saya berharap ada sekelompok alien yang mengamati Sudiang ini dari planet mereka, sebuah daerah ajaib tempatnya akan mendarat kemudian mengklaim daerah ini. Sudiang akan sangat bersinar di malam hari jika dilihat dari atas langit karena bergelimangan teknologi canggih sehingga membuat daerah lainnya iri. Hoaaahm. Maaf, saya mengantuk!

Jumat, 27 Januari 2012

MELENGKAPI NAMA

Nama yang diberikan saat kita lahir selalu tidak lengkap, harus ada dr. (di depan) ataukah mis. ST (di belakang). Banyak orang merayakannya, tapi sungguh saya malah merasa makin tidak becus. Mungkin harus menambah lagi, gelar yang digariskan tuhan nanti, alm. Saya telah merasa lengkap untuk mati! Walau bagi banyak orang saya bukan sosok yang lengkap, saya tidak bisa menghargai (kata dosen), saya tidak bisa manis di depan mereka (kata saudara), mungkin saya harus belajar kepada si MUKA mALAYkat, seorang mahasiswi teman seangkatanku di fakultas. Dia begitu mudah memajang tampang manis depan dosen, seperti orang tidak berdosa, tapi justru itulah saya tidak menyukainya. Sedangkan saya, mungkin bagi beberapa dosen saya hanya perempuan misterius, si kurang kerjaan yang mengisi waktunya dengan kuliah.

Sms-sms selamat datang, tapi saya tidak tahu apa yang harus dirayakan. Tiba-tiba seorang saudara menambahkan "sayang" di smsnya ketika menyapaku setelah dosen-dosen di meja ujian menambahkan nama saya dengan dua huruf itu.

Saya enggan pulang, saya tidak mau pulang disambut sebagai pahlawan. Saya merasa seperti Zuko yang tidak tahu mengapa orang menyambutnya sebagai pahlawan negara api karena telah berhasil memusnahkan Aang. Dalam hatinya dia justru merasa tidak berguna. Seperti itulah kira-kira, ada yang dalam dirimu yang tak kau mengerti apa itu.

Seorang sahabat yang telah lama tidak bertemu, saya menghubunginya karena setelah beberapa kali lewat UNM, tempatnya kuliah, kemarin baru sadar kalau sedang ada bangunan 'keren' didirikan di sana, lebih artistik dari Baruga A.P. Pettarani punya Unhas. Hem, saya pikir boleh juga. Tujuan saya sebenarnya waktu itu ke MP buat nonton Film Jerman, tapi lagi-lagi saya tersesat di mall, ke mall mah palingan ke gramedia. Hehe. Dapat buku komik HIDUP ITU INDAH!nya AJI PRASETYO yang udah kebuka, jadilah ngakak dulu dan kelupaan kalau sebenarnya ke MP tuh buat nonton.

Oh yah kembali ke temanku tadi. Dia bilang itu namanya MENARA PINISI,nantinya tempat seluruh administrasi UNM berpusat nantinya. Masih dalam tahap pembangunan, tapi nilai arsitekturnya sudah kelihatan. Semoga gak 'sombong' setelahnya, pendidik tak boleh sombong, jika dia sombong dia akan sukar menularkan kecerdasannya :)

MENARA PHINISI - UNM


Alangkah bodohnya mata ini, karena begitu banyak kepentingan jadi sudah lupa meluangkan waktu untuk menikmati sekitar. Saya jadi ingat, kami berdua pas SMA. Saya adalah orang yang sungguh mengaguminya karena kesederhanaannya, sedangkan dia suka ketika saya tiba-tiba sok bijak di depannya. Saya sering menuliskan banyak kata-kata penyemangat di buku diarynya setelah dia curhat, yah kami punya buku curhat, bergilirian untuk menulisinya.

Ah, ingin sekali kukatakan padanya semua yang kutulis adalah omong kosong belaka karena saya sampai hari ini tidak becus ngapa-ngapain. Sedangkan dia sekarang telah bekerja, padahal dia yunior, dua tahun lebih muda dari saya. Tapi saya menganggapnya sahabat, kami telah terlanjur nyambung, tak peduli dia lebih mudah ataukah lebih tua.

gak berani mendekatkan kamera lebih dekat, maaf ini hanya kamera laptop!

Yah, saya merasa begitu sibuk akhir-akhir ini. Sering bolak-balik ke fotokopyan, tapi baru kemarin nyadar kalau mace yang sudah nenek-nenek yang di kantin ekonomi sudah meninggal, saya yang mencoba mencari tahu dari yang pegawai fotocopy . Saat saya bertanya dalam hati saya berharap dia belum datang atau hanya sakit, tapi mereka menjawab "dia sudah meninggal sebelum lebaran haji" dan berapa lama saya tak sadar, saya telah lama tidak menoleh dan bertukar senyum dengannya? Inna lillah, semoga beliau diterima dengan baik di sisi-NYA.

Kesibukan-kesibukan ini, yang saya lakukan agar merasa penting justru membuat saya jadi sebaliknya. Saya jadi lupa menyadari hal-hal kecil, tentang Menara Pinisi yang begitu menggugah saya walau hanya saya pandang dari pete-pete, tentang mace tua yang sudah lama tak jualan lagi atau tentang senyum-senyum 'politik' yang sudah mulai menjarah pinggir-pinggir jalan. Setelah semua itu, saya masih merasa tidak penting! Omong kosong belaka... ya sudah, segitu sajalah namaku, saya tak mau menambahnya lagi.

Selasa, 15 November 2011

Mari Memeluk Pohon

Save The Tree, salah satu episode Shaun The Sheep yang membuat pikiranku lumayan terjarah dibandingkan episode yang lain. Membuat saya teringat kepala sekolahku waktu sekolah dasar, tempatku menyalurkan rasa ingin tahuku waktu kecil saat jawaban-jawaban yang kudapat dari orang lain justru membuatku semakin bingung. Mulai pertanyaan pelajaran, berita politik yang kudengar sampai dongeng-dongeng pun kutanyakan padanya. Mengapa banyak orang yang takut kepada pohon besar, apakah memang benar ada jin yang hidup di dalamnya? “Itu syirik, tidak boleh. Pohon itu pohon biasa seperti pohon-pohon yang lain!”, begitu jawaban Nenekku.


Tapi jawaban berbeda justru kudapatkan dari Pung Uleng, guru favoritku ini. Dia dengan bijak mengatakan, “Orang jaman dulu membuat cerita seperti itu agar kita menyayangi pohon tersebut, karena pohon itu banyak manfaatnya, dia banyak menghisap air jika curah hujan lebat, kalau kamu jalan-jalan di sana pada siang hari, kamu tidak akan kepanasan kan?”. Saya mengangguk dalam hati. Dia guru terbaik yang pernah kukenal.

Mitos-mitos semacam ini memang pernah hidup di nusantara, banyak orang membawa sesajen di bawah pohon besar, ada pula kepercayaan Hindu yang berasal dari India dimana para bertapa dianjurkan bersemedi di bawah pohon besar. Yah begitulah sejarah mengungkapkan bahwa nusantara terbangun dari nilai mistis, sangat dipengaruhi oleh agama Hindu yang berasal dari India. Di India sendiri, pernah terjadi pemberontakan dahsyat yang ada hubungannya dengan pohon, lebih dikenal dengan nama Chipko Movement, chipko artinya memeluk. Hutan tempat mereka menggantungkan hidup sehari-hari terancam digusur oleh pemerintah. Uniknya, aksi memeluk pohon ini dilakukan oleh para perempuan.

Apakah episode Shaun The Sheep yang ini dipengaruhi oleh Chipko Movement tersebut? Yah kita tidak dapat mengingkari, India pernah sebegitu mengubahnya wajah dunia. Siapa yang tak mengenal Gandhi, masa mudanya dihabiskan untuk belajar menghargai perbedaan tanpa mengikutsertakan kekerasan. Ini seperti menampar keras negara-negara Eropa yang merasa paling ter di dunia dengan memamerkan persenjataannya yang canggih melalui perang. Seketika masyarakat dunia merasa harus pindah haluan, menuju ke Asia. Jadilah pemikiran-pemikiran Gandhi mewarnai dunia, tak lupa ‘sedikit’ kultur India mempengaruhi kaum muda pemberontak perang masa itu.

Kaum ini, kemudian lebih dikenal dengan nama hippy. John Lennon yang sangat mengagumi Gandhi mengantarkan The Beatles memutuskan untuk mengadakan perjalanan spiritual ke India. Jadilah musik ‘empat ajaib’ ini disusupi musik khas sitar petikan George Harrison. The Beatles kemudian melepaskan kostum jas seragamnya dan tak lagi mengenakan rambut moptop. Bukan The Beatles kalau mereka tak bisa mempengaruhi dunia, banyak pemuda mengenakan warna-warni (warna cerah khas India) turun ke jalan seolah menghina media dan televisi yang masih diisi hitam-putih. Mereka mengajak untuk berhenti mendengarkan berita tentang betapa hebatnya negara mereka dengan berperang, pikirkan tentang berapa orang yang telah dibunuh oleh negaramu.


Mereka membagi-bagikan bunga kepada yang mereka temui,  bahkan memasangkan bunga pada moncong senjata para aparat yang mengawal aksi mereka di jalan. Mengajak orang sebanyak mungkin berkumpul di sebuah tanah lapang yang luas, mendengarkan lagu-lagu keresahan akan perang atau sekedar pentas puisi menuntut perdamaian. Kemudian dikenallah Pete Seeger yang terkenal dengan Hammer Song-nya, Bob Dylan yang mengajak kita bertanya kepada angin (lebih tepatnya bertanya pada diri sendiri), atau puisi Allen Ginsberg yang menemukan banyak airmata di ‘library’ negaranya sendiri. Isu tak melulu tentang perang dan damai, masih banyak tema yang mereka suarakan.

They took all the trees, and put em in a tree museum
And they charged the people a dollar and a half to see them
No, no, no, don't it always seem to go
That you don't know what you've got till it's gone
They paved paradise, and put up a parkin' lot

Begitulah rangkaian lagu ciptaan Joni Mitcell membayangkan masa depan. Saat tak ada tempat bagi petani atau sekedar lahan untuk para pejalan kaki karena semuanya telah berfungsi sebagai parkir. Tak ada lahan kosong lagi untuk alam sebab pabrik-pabrik yang begitu banyaknya telah dibiarkan bernafas senyaman mungkin, sementara pohon-pohon telah diawetkan (hanya) menjadi pajangan di museum.

* * *

Beberapa bulan lalu saya sepete-pete* dengan dua orang bule. Mereka menyetop pete-pete ini dari Pasar Sentral menuju ke Terminal Daya. Saya memberanikan bercakap-cakap dengan mereka padahal Bahasa Inggris saya terbilang menyedihkan. Haha! Saya pun tahu, mereka berasal dari New Zealand, tujuan mereka ke Tana Toraja. Tapi, saya sebagai orang timur dibuat mereka lumayan berfikir. Selama ini saya tahu mereka orang yang dimanjakan kecanggihan, mengapa pula mereka mau repot-repot berpanas-panas ria mengendarai pete-pete padahal naik taxi bisa lebih nyaman bagi mereka.

Atau jangan-jangan mereka berwisata ke endonesa justru menghindari kecanggihan, bosan dengan berbagai kemudahan itu, apalagi saya pernah mendengar di Eropa sedang santer-santernya pertanian organik.  Mereka tertarik dan menganggap ketradisionalan unik, kenapa justru kita senang terlihat modern? Tak bisakah kita seperti dua tetanggaan yang berbeda, dimana Barat yang berlimpah kemudahan, sehari-hari menyantap makanan instan, yang sesekali mengunjungi tetangganya si Timur yang masakannya lebih enak dan lebih menggiurkan karena diolah secara alami dan manual? Saya sering sekali menonton di televisi, bule-bule tanpa gengsi membeli keperluannya (itu Thailand apa Filipina yah?) pada penjual pinggir jalan sedangkan kita (dan pemerintah kita) senang menggusur para pedagang kecil untuk memajang mall dengan bangga?

Apakah timur dan barat akan tertukar? Hehe, mari 'memeluk' bumi yang telah jomblo dan jablay...



Nb : tulisan semakin aneh bin ngawur, sepertinya otakku sedang pedekate dengan d.o.
* : angkot

Rabu, 10 Agustus 2011

SAFARI RAMADHAN ~10082011

Kita hampir tiba pada puasa kelima belas, hari yang membelah bulan ramadhan menjadi dua tolak ukur, antara “masih bisa dibilang awal ramadhan” dan “sisa sedikit bulan ramadhan”. Saya tak mau menceritakan kesolehan apa sajakah yang telah saya amalkan selama ramadhan kali ini. Yah, jujur saja, malah yang kulakukan hanya mengeluh, serasa udara panas selama ramadhan ini belum berat untuk kuhirup. Begitulah, kita selalu sibuk menyalahkan seolah ada sesuatu yang bisa diperbaiki dari itu padahal kita justru menambah beratnya.

Tiap hari, kebanyakan waktu habis di atas pete-pete dan becak atau bentor menuju ke rumah pengajar. Sebagai mahasiswa terancam D.O., kuping saya sudah penuh tuntutan sana-sini untuk segera kelar kuliah, mengambil jatah sarjanaku sendiri lewat perjuangan tugas akhir. Saya terkadang bengong melihat mahasiswa yang tergolong baru untuk berdesak-desakan mengurus nilai yang entah tercecer di kertas bagian mana, mengejar dosen demi sebuah tandatangannya. Akankah mereka semangat untuk mengejar kesarjanaannya nanti. Dan itulah pertanyaanku; mengapa harus sarjana? Orang bisa berbuat banyak tanpa harus sarjana. Tapi, demi membahagiakan orangtua, jadi budak tandatangan saya pun rela. SAFARI RAMADHAN, door to door rumah dosen.

Minggu lalu, pembimbing mengiyakan untuk memberikan koreksi proposalku pekan ini. Berhubung nomor beliau rusak jadi agak susah menentukan kapan bisa bertemu. Melalui bantuan dosen lain, saya menanyakan keberadaan beliau. Alhamdulillah direspon baik, saya datang dan dia mengatakan agar saya menemuinya dalam ruangan. Dengan gugup bercampur ngos-ngosan karena habis naik tangga terburu-buru saya menanyakan proposal saya. Dia dengan santai berujar “Duh, sori! Saya lupa baca proposalmu, minggu depan lagi nah kau baru bisa cek!”

Sehabis dari ruangan tadi, saya merasa telah dibunuh perkataan dosen tadi. Saya yang ‘mati’ melangkah, mayat berjalan, menyedihkan! Hantu seharusnya sudah bisa terbang atau paling tidak lompat-lompat, tapi itu lebih baik daripada ngesot. *maaf, bioskop endonesa terselip di sini*. Mimpi untuk ujian proposal pekan depan sudah dikuburkan. Saya pun akhirnya tak jadi melapor bahwa langkah menuju sarjana telah maju setahap lagi. Walau tadi siang telah bertemu seorang dosen lainnya, seorang wanita bercadar warna gelap yang selalu menjabat tangan saya sehingga saya merasa dia sedang menyalurkan semangatnya. Terima kasih Bu! Namun sekarang, dua jam berselang, saya telah mati kembali… Rasanya seperti iklan tetesmata 'tiiit' di televisi yang merasa sendiri karena sakit mata lengkap dengan sound lagu jadul “all by myself, don’t wanna be…!

Semua orang tiba-tiba menjadi tersangka, tapi kembali, seperti tabiat lama saya, saya mudah membalikkan posisi sudut pandang saya terhadap orang lain. Sayalah letak kesalahannya, saya yang sudah terlambat. Menangis sepertinya bukan hal yang bisa membuat dosa itu luruh, yang bisa saya lakukan hanya menertawakan, kau merasa telah memerdulikan orang lain, tak mau mendesaknya agar dia bisa meloloskan kemauanmu dan ternyata dia dengan gampang hanya bisa menjanjikan “nanti”, bukan “sekarang”. Baiklah, bagiku itu terpaksa harus lucu!

Dengan rasa humor yang menyedihkan hasil bertemu dosen pembimbing, saya menuju ke pembimbing yang lainnya, saya telah berjanji bertemu di rumahnya. Beliau tak banyak mengkritik, bahkan perbincangan kami lebih mengarah ke diskusi. Saya tak punya niat untuk menampakkan keputusasaan tadi walau beliau menanyakan kabar proposal saya dari pembimbing yang tadi. Dia memakluminya, dan juga lebih memaklumi saya. Saya ceritakan saja alakadarnya tanpa mengikutsertakan bagaimana sebenarnya perasaan saya. Ada semacam perasaan yang entah datang darimana, telah membuat saya harus menyingkirkan keinginan untuk curhat. ALLAH mungkin menyapa saya atau malah menampar saya. DIA memperlihatkan saya akan suatu ‘gambar’ ajaib. Mengapa tiba-tiba kesadaran dan mata saya teralih ke pemandangan tersebut. Inilah sebenarnya yang ingin saya ceritakan sejak dari tadi…

Saat menumpang bentor tadi masuk ke Perumdos-Unhas Tamalanrea menuju rumah dosen, saya tak merekam baik di sudut jalan mana karena saya lebih terfokus pada Daeng Becak yang beristirahat di atas becaknya, dinaungi sebuah pohon. Lagipula bentor melaju lumayan kencang, saya hanya melaluinya. Yang terekam jelas hanya baju putih lengan panjang lusuh dan topi coklatnya, tak ingat becaknya warna apa, tak ingat wajahnya dengan jelas. Tapi kejadian sekilas ini membuat saya tiba-tiba miskin, tak punya apa-apa. Dia sedang khusyuk membaca apa yang tengah dipegangnya, sebuah buku kecil. Dan dengan sangat malu, saya pastikan itu Al-Qur’an.



*pete-pete : angkot
bentor : becak-motor
daeng becak : pengemudi becak

Kamis, 15 Mei 2008

SURAT CINTA UNTUK KOTAK MUSIK BERJALANku

Saat masuk kau akan mendengar lantunan lagu. Entah dari radio atau tape. Tergantung siapa yang memainkannya. Jika yang tergolong tua, maka Anda akan tertidur karena saking asiknya mendengar lagu kenangan atau lagu dangdut, serasa di bawa melayang oleh goyangan suara penyanyinya yang merdu. Maka perasaan Anda persis di dalam ayunan, maka tertidurlah Anda, apalagi jika suasananya keterlaluan : terlalu panas atau terlalu dingin.
Namun jika sebaliknya, anak mudalah yang memainkannya. Sungguh, lebih seringnya saya tidak senang. Serasa saya menjadi pengidap jantungan seketika. Jantung melompat-lompat tak sabar ingin ‘triping’ mendengar lagu disconya. Hahaha!
Bukan hanya berfungsi sebagai alat musik, ada yang terkadang sambil jualan, kesempatan! Apalagi ibu-ibu. Kotak musiknya bisa beralih fungsi menjadi serambi gosip. Dari mulai artis kota, masalah anak, masakan, suami sampai hal-hal yang berat seperti BBM dan kenaikan harga sembako. Jadi, kalau Anda kelupaan membeli surat kabar hari ini dan tak ingin ketinggalan berita, janganlah segan-segan memakai jasa ‘kotak musik’ ini! Anda tinggal menunggu ‘kotak musik’ yang agak padat oleh ibu-ibu.
Sampai-sampai pernah seorang teman melupakan HPnya di dalam karena keasyikan dengar gosip. Duh… payah! Laki-laki doyan gosip. Ataukah memang benar : ‘perempuan mulut ember, laki-laki mulut baskom’?
Saya : “Halo, ada apa ‘titik-titik’?”
….. : “Eh, Naya! Besok kamu ada kegiatan gak? Ada acara asik nih… Kita pergi yuk!”
Saya : “Ini kamu, Lee? Lo kok pake nomornya ‘titik-titik’? Dasar pacar kurang modal, bisanya hanya habisin pulsanya orang. Jadi itu yah fungsi pacar bagimu? Kalau begitu saya akan semakin menghasutnya supaya dia putusin kamu.”
….. : “Halah, dasar kalian perempuan. Lebih banyak prasangka negatifnya. Saya kehilangan HP Bu’!”
Saya : “Dimana?”
….. : “Di ‘kotak music berjalan’”
Saya : “Sudah di miscall?”
….. : “Sudah… Tidak aktif…”
Tamat sudah! Dia sudah tidak bisa lagi menyalurkan bakat narsisnya lewat HP. Hahahah! Saya sok bernasehat lewat sms.
mkx kl px hp tu jgn yg mhl2 amat.brg bgs srg dlpkn lo
bgtkah?
iya,sprti hlx pyungq yg jlk i2.yg wrna ungu,ada gmbr buah2x bxk,bsr2 lg,supr norak!yg ptg fungsix.sy#prnh lp dmnpn
oh bgt y?
jd sy ingt km 4keg bsk, i2 artix km …..(?)
=(
:-P
sdhmi,hbs nanti pulsanya ‘titik-titik’ *(ngeles!)
Tapi si ‘titik-titik’ dan Lee sudah putus. Kami berjanji saling meng’indah’kan dengan tidak bertukaran nomor HP. Hahahaha!
Ada yang kehilangan dan kelupaan. Seperti halnya, laki-laki kurang kerjaan yang sengaja menitipkan pandangannya kepada seorang gadis yang setengah mati memperbaiki posisi duduknya karena mengenakan rok mini. Atau pandangan liar kepada seorang gadis yang setengah mati menjaga ‘depan’ dan ‘belakang’nya saat masuk-keluarnya dari kotak musiknya. Hi… jijay!
Begitu banyak intrik di ‘kotak musik berjalan yang bisa memuat 12 (duabelas) jiwa’ ini…
Terima kasih ‘semut biru’nya Makassar! Sepertinya tak akan lama lagi tarif pete-pete akan naik! Hikz!