Tampilkan postingan dengan label hadiah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label hadiah. Tampilkan semua postingan

Rabu, 24 Desember 2014

MORRIS GLEITZMAN

Seorang teman memberi beberapa buku lucu karangan Morris Gleitzman, seorang penulis buku anak-anak dari Australia. Berikut review singkatnya.




BLABBER MOUTH / MULUT EMBER
Ro adalah seorang gadis cilik yang tak pernah mengatakan kata sepatahpun padahal bagi Ayahnya dia adalah anak paling bawel seAustralia. Ya, Ro bisu sejak lahir. Ro justru punya kepala yang ramai akan percakapan-percakapan imajinernya, dia bisa berbicara dengan mendiang ibu dan mendiang sahabatnya, dengan Ayahnya, bahkan dengan perutnya sendiri. Ro mengalami kesulitan bergaul di lingkungan barunya. Sekolah Luar Biasa, sekolah lamanya ditutup menjadikan mereka harus pindah ke tempat baru. Ro bisa mengatasi keterbatasan berkomunikasinya, itu bukan masalah besar. Masalah bagi Ro justru adalah orang dewasa yang hidup dengannya, yaitu Ayahnya sendiri, seorang lelaki penggila musik country yang selalu berkostum koboy, Ro selalu ingin sembunyi, malu, gara-gara keramahan Ayahnya yang mengganggu orang-orang yang baru dikenalnya.

Favorit : Ketika Ro harus menginap di rumah temannya karena Ayahnya hilang, dia diam-diam menangis sebelum tidur malam kemudian tidur dan dia merasa baikan sepaginya. ‘’Kurasa kalau orang-orang bisa lebih banyak menangis dan tidur, kebutuhan aspirin dan minuman keras di seluruh dunia bakal turun separonya.” 


STICKY BEAK / KAKAKTUA CEREWET
Ro menyelamatkan seekor kakaktua yang disiksa oleh pemiliknya, teman sekelasnya yang selalu bikin masalah, Darryn Peck. Dengan menyayangi hewan malang tersebut, Ro akhirnya tahu mengapa dia menumpahkan puding spesial di pesta perpisahan dengan gurunya, Ms Dunning yang sebentar lagi akan menjadi ibu, wanita yang sama, yang menyebabkan Ayahnya menghilang waktu itu. Sementara Ayahnya sibuk menyiapkan segala hal untuk anggota keluarga baru mereka nanti, Ro merasa agak diabaikan. Belum lahir saja, adiknya sudah menyita perhatian Ayahnya, apalagi kalau sudah lahir, apalagi kalau nanti ternyata adiknya normal, tak bisu seperti dirinya…

Favorit : Aku menjelaskan bahwa kalau kakaktua itu boleh tinggal bersama kami, aku akan memberinya makan, merawatnya, dan mengajarinya ke kamar mandi.
“Boleh ya, boleh ya, boleh ya, boleh ya, boleh ya,” pintaku sampai tanganku pegal.
   

BOY OVERBOARD / BOCAH LINTAS BATAS
Saya berterusterang, ingin menangis membaca novel ini. Bagaimana seorang anak bernama Jamal tidak kehilangan masa-masa bermainnya, kejenakaan khas anak-anak tak terenggut darinya, padahal dia hidup di Afganistan, sedang dalam keadaan konflik berkepanjangan. Jamal sangat menyukai sepakbola, begitupun dengan adik perempuannya, Bibi. Masalahnya, di negaranya perempuan punya ruang kreatifitas yang terbatas termasuk dalam olahraga ini. Sementara itu, sekolah ilegal yang didirikan orangtua mereka terendus pemerintah setempat, hidup mereka terancam. Mereka terpaksa meninggalkan negara tersebut, tanah kelahiran mereka walau lebih tepatnya mereka membayar, untuk diselundupkan ke negara lain, Australia.

Favorit : Jamal menyadari bahwa akhirnya dia adalah salah satu anak yang menjadi yatim-piatu di pengungsian. Walau bersama Bibi, dia tetap merasa sedih dan sendiri, tapi dia punya tekad punya masa depan cerah. Saya suka sekali kalimat yang menggambarkan optimisnya, “Aku punya rencana. Aku akan menangis dua jam sehari dan sisanya jadi penduduk Australia yang produktif dan ceria.



PUPPY FAT / GENDUT IMUT
Ditemani sahabat baiknya Tracy, Keith menyusup ke rumah mendiang Mr. Mellish. Keith ingin mengetahui apakah penyebab utama kematian tetangganya tersebut, yang hanya tinggal sendirian saja di rumahnya. Dia ingin membuktikan bahwa kesepian bisa berdampak seburuk itu, ketakutan yang menghampirinya selepas orang tuanya berpisah. Dia cemas hal serupa akan terjadi pula pada orang tuanya, namun yang menjadi hal yang lebih dikhawatirkannya adalah penampilan orang tuanya yang membosankan sehingga tidak ada yang tertarik untuk mengencani mereka, kalau tetap demikian maka mereka akan tetap kesepian. 

Favorit : ‘’Kau tahu apa yang selalu ingin kulakukan waktu liburan?” kata Bibi Bev.
“Pergi ke Nepal?’’ tebak Keith.
“Menghabiskan dua minggu dengan perut normal seperti perut ayahmu dan rambut nyaman seperti rambut ibumu,’’ kata Bibi Bev.



BELLY FLOP / ASAL LONCAT
Mitch punya malaikat pelindung bernama Doug. Masalahnya adalah hanya Mitch seorang yang percaya bahwa Doug benar-benar ada. Padahal keluarganya sedang dalam masalah, paceklik yang panjang ini membuat bank harus menyita banyak tanah tetangganya dan itu akan membuat tetangganya marah kepada Ayahnya yang bertugas di bank tersebu. Semua orang benci kepada keluarganya. Mitch berharap Doug tetap membantunya walau semua orang mencemoohnya dan menganggap malaikat itu hanya omong kosong belaka, karena Doug harus membantunya dengan mendatangkan air agar dia bisa jadi atlet loncat indah, dengan begitu keluarganya tidak akan dibenci lagi.

Favorit : Lihat Dad. Dia begitu tertekan hingga dasinya terjepit pintu lemari es. Sekarang Dad memelototi pintu lemari es seolah-olah bermaksud menulis laporan tentang benda itu.



SECOND CHILDHOOD / COBA LAGI
Untuk memperbaiki nilainya, Mark, Pino, Annie, Rufus diharuskan membuat surat seolah mereka seorang tokoh/orang terkenal. Bagaimana caranya mereka membuat dirinya tokoh terkenal jika menjadi orang terkenal di sekolah pun mereka tidak bisa. Dari sinilah muncullah ide untuk mencari siapakah mereka pada kehidupan mereka sebelumnya, reinkarnasi. Awalnya mereka bahagia, tapi mereka akhirnya menemukan bahwa tokoh-tokoh tersebut juga meruapakan penyebab malapetaka, seperti halnya Pino yang kecewa setelah tahu dirinyalah penemu prinsip fisika nuklir yang digunakan untuk membuat bom, si jenius Einstein. Anak-anak ini merasa sangat bersalah dan harus minta maaf dengan apa yang telah mereka lakukan pada kehidupan mereka yang sebelumnya.

Favorit : Pada buku yang dibeli Mark dari peramal mengatakan bahwa alat yang digunakan untuk hipnotis diri-sendiri adalah sendok.
Buku Smalley bilang gunakan sendok, namun kenapa bukan garpu atau pisau? Itulah masalahnya dengan orang-orang yang menulis buku, pikir Rufus, mereka merasa tahu segalanya. 




Trims to Melao Kamisama :)

Sabtu, 01 Februari 2014

DUAPULUH DELAPAN

Dua orang manusia, lahir dari rahim yang sama, keduanya perempuan. Sebutlah mereka Si Sulung dan Si Bungsu.

Sulung terlahir sempurna, pancaran kedua orang tuanya. Secara fisik sangat menarik, dia menjaga makannya agar tidak kelebihan berat badan. Banyak orang tua lainnya yang telah meliriknya jika dia kebetulan lewat di depan rumah mereka, untuk dijadikan menantu kelak. Menjelang remaja, konon sudah ada beberapa lelaki yang datang untuk melamar, tapi orang tua Si Sulung orang yang sangat peduli akan pendidikan. Semua lamaran ditolak dengan halus, mereka mau menyekolahkan Si Sulung sampai sekolah setinggi-tingginya.

Begitulah, Bungsu selalu tak sengaja mendengar cerita tersebut. Ya, cerita itu bukan untuk diceritakan kepadanya, tapi kepada handai taulan. Lagipula buat apa memikirkannya, dia belum faham, dia masih balita waktu itu. Sedangkan Si Sulung tengah kuliah di kota dengan biaya dari ikatan dinasnya, bertambahlah rasa syukur akan kehadiran Sulung, adanya dirinya di keluarga tersebut tak pernah memberatkan mereka.

Meski telah berulang-ulang mendengar cerita tersebut, Bungsu tetap berusaha sebaik mungkin, nilainya tak pernah jelek di sekolah. Sampai tiba saatnya Sulung menikah, meninggalkan orang tuanya, ke luar pulau bersama suaminya, menjenguk orang tuanya sesekali. Kali ini, mereka datang mengendarai mobil, sesuatu yang masih mahal bagi mereka. Dengan bangga mereka tersenyum, melambaikan tangan, padal itu masih beberapa meter dari halaman rumah. Ayah dan Ibu segera berlari membuka tirai jendela melihat kedatangan Si Sulung dan suaminya serta ditemani seorang bayi.

Bungsu yang masih SD tidak mengerti, mengapa ada orang yang tersenyum dengan mudah lewat di atas aspal. Suatu kali dia bertanya kepada Guru Sejarahnya, bagaimana sejarah aspal di desa mereka bisa ada. Sang Guru menjawab, bahwa semua wilayah itu dulunya adalah hutan, kemudian ada yang menebangnya agar manusia bisa lalu-lalang di sana. Kemudian penjajah datang, menerapkan kerja paksa terhadap nenek moyang mereka, membangun jalan yang tak becek ketika hujan, agar kendaraan bisa melewatinya dengan mulus.

Sejak hari itu, dia berfikir terus akan cerita gurunya tersebut. Terbayang di kepalanya, kakek buyutnya dengan tubuh kurus tersengat matahari, berkeringat sepanjang hari untuk membangun jalan yang selalu dilaluinya ke sekolah tiap hari. Dia memutuskan, sebisa mungkin dia akan jalan kaki melewati jalan aspal, berkeringat, disengat matahari, merasakan apa yang dirasakan kakek buyutnya dulu.

Cerita itu membekas di dalam dirinya, dia bertumbuh jadi sosok yang lebih sensitif, bahwa ketika mencicipi sebuah kenikmatan, dia harus sadar akan pengorbanan orang-orang sebelum adanya nikmat tersebut. Dia jadi seorang yang tak gampang tersenyum, dicap aneh, terkadang jadi bahan lelucon. Dia pernah membaca, Charlie Chaplin yang pernah satu-dua kali ditontonnya bilang, bahwa pelawak yang baik adalah pelawak yang tidak tertawa akan lawakannya.

Kemudian teknologi komunikasi yang lebih canggih menembus desanya, sekarang mereka tak perlu lagi antri di wartel untuk menelpon. Si Sulung telah membelikan handphone ke orang tuanya. Mereka bisa berbicara kapanpun mereka mau. Bungsu sadar, Sulung dan Ibunya sangat dekat, usia mereka hanya terpaut 17 tahun. Ketika Ibunya dan Si Sulung berbicara, mereka bercerita seperti adek-kakak.

Namun, kebalikannya bagi Si Bungsu, dia sering banyak tak sefaham dengan Ibunya. Mereka sering bertengkar, ujungnya Ibu mendiaminya selama dua hari, sedangkan Bungsu hanya bisa menangis diam-diam. Apakah memang dirinya tak perlu ada di keluarga ini? Adakah Tuhan sedang iseng menyisipkannya sampai-sampai dia dicap aneh bahkan oleh keluarganya sendiri?

Bungsu jadi sosok yang pendiam, dia memilih seperti itu daripada harus selalu bersitegang dengan Ibunya, dia takut jadi anak durhaka seperti kata udztas. Dia sebenarnya iri dan cemburu kepada Si Sulung, apalagi ketika Si Sulung dan Ibunya saling membincangkan kasih sayang mereka satu sama lain. Tapi, Bungsu sering bersedih, kalau mereka tiba-tiba bercerita tentang dirinya, mereka tertawa, bagi mereka Si Bungsu itu aneh sehingga bagi mereka lucu.

Bungsu hanya bisa sedih, dia sepenuhnya mengiyakan pendapat Charlie Chaplin. Dia tidak tertawa, dia sedih, yah dia pelawak yang sedih di balik panggung. Tak ada yang pernah mengamati berapa kesedihan yang harus dibayar untuk membuat orang lain tertawa, tapi dia percaya bahwa ketika seorang bahagia, ada orang yang membayar untuk itu, seperti asal-usul jalanan aspal di sekolah mereka, seperti dirinya yang bisa saja menghamburkan air ketika ada orang di Afrika yang kehausan.

Bungsu semakin hari jadi sosok yang misterius. Sulung bahkan sering menanyakan kepadanya, dengan siapa dia bergaul. Pernah suatu kali dia mengajak Sulung bertemu beberapa temannya, tapi Sulung tidak suka dengan teman Bungsu yang dikenalkan kepadanya, seorang penyair yang tak enggan membacakan sajak yang mengumbar kelamin di dalamnya.

Sulung tidak suka jika adiknya berteman dengan orang seperti itu, dia dari keluarga yang baik-baik. Bungsu marah kali ini, katanya, itu temannya yang pertama dan terakhir dikenalkan kepada keluarganya. Tak ada seorang pun yang boleh menghakimi teman-temannya, dia pun bebas bergaul dengan siapapun. Walau setiap hari hidup bersama, Bungsu membangun jarak dengan keluarganya. Bungsu tak peduli jika keluarganya meremehkannya, mengatai-ngatainya dengan nakal dan tak tahu diri.

Apa semua orang harus baik? Dia teringat lagi nasehat udztas, tapi untuk apa neraka diciptakan jika seluruh manusia harus masuk surga? Tuhan menciptakan kebaikan tidak datang dengan sendirinya di bumi, seperti halnya kaya-miskin, cerdas-bodoh. Bungsu sadar, dia bukannya takut durhaka, dia tetap mencintai keluarganya dengan sekedarnya.

Dia bukan kakaknya, Si Sulung yang telah jauh di luar pulau, kaya dan telah sanggup membeli jarak agar dia dirindukan. Bungsu membangun temboknya sendiri, dengan membenci dirinya dan kemudian menerima dirinya apa adanya. Bungsu hanya pengangguran, tapi bersedia ada di sana saat Ibunya membutuhkan dukungan tanpa harus menelponnya, tembok yang dibangunnya tak mematikan kepekaannya akan keadaan di rumahnya.

Cintanya, selalu ada. Selalu ada, dalam artian abadi, seperti plastik yang tak butuh tanggal kadaluarsa, bukan daging yang bisa busuk. Tapi,suara Thom Yorke membuatnya resah, plastik itu memang abadi, tapi fake.

Palsu, Bungsu sadar mengapa dia layak diabaikan, lebih pantas dijadikan lelucon untuk membuat orang di sekitarnya senang walau dia tak bisa bahagia dengan itu.

Sabtu, 18 Januari 2014

EXPECTING RAIN

Untuk ERNISA PURBA


Sebelum kau melangkah pergi lebih jauh meninggalkan cerita-cerita sedih dan pilu yang kita bagi satu sama lain, izinkan saya menceritakan sesuatu padamu.

Hari ini kita janjian bertemu, di sebuah pantai, entah itu di kotamu, di kotaku atau bisa jadi di kota lainnya. Ranselku dipenuhi berbagai macam hal, kita berencana untuk piknik di sana. Tapi rencana tinggal rencana, mendung menyambut kita di sana.
Hujan deras, semua orang berlari untuk berteduh, kecuali kita. Entah mengapa rasanya ini lebih indah dari piknik. Entah hujan yang meresap ke dalam diri kita atau sebaliknya, sepertinya itu tak penting lagi.
Kita tetap berdiri, berpegangan tangan menghadap pantai. Rasa-rasanya tubuh ini mencair, kita menangis, tak penting lagi apakah itu tangis sedih atau senang. Kita dewasa, kita layak merayakan dan menghadapi itu semua. Tapi percayalah, dalam hatiku berdo’a, itu tangis bahagiamu.

*Anggaplah ini Pesta Bujang khayalan untukmu.

Selasa, 14 Januari 2014

FAVORITE SCENE


Scene ini, bagi saya ajaib, terutama dialognya. Lagi dan lagi dari film Stand by Me (1986), film yang seumuran denganku. Kebetulan hari ini sedang berulang tahun, saya sebenarnya tak suka merayakan, justru akhir-akhir ini ingin memberi hadiah-hadiah kecil ke beberapa teman. Dan yang satu ini, spesial buat HAQRAH DEWI SAFYTRA. Seperti pesan Chris Chambers kepada Gordie Lachance, agar dia tetap percaya dan yakin akan jadi penulis nantinya.





GL : Do you think I'm weird?

CC : Definitely.

GL : No, seriously. Am I weird?

CC : Yes, but so what? Everybody's weird.
You ready for school? Junior high.
You know what that means.
By next June we'll all be split up.

GL : What are you talking about?
Why would that happen?

CC : Cause it's not going to be Iike grammar school, that's why.
You'll be taking college courses, and me, Teddy, Vern we'll all be in the shop courses
making ashtrays and birdhouses.
You're gonna meet a lot of new guys. Smart guys.

GL : Meet a lot of pussies is what you mean.

CC : No, man. Don't say that. Don't even think that.

GL : I'm not going in with a Iot of pussies.

CC : Then you're an asshole.

GL : What's asshole with wanting to be with your friends?

CC : It's asshole if your friends drag you down.

GL : You hang with us, you'll just be another wise guy with shit for brains.

CC : You could be a real writer someday.

GL : Fuck writing! I don't to be a writer. It's stupid. It's a stupid waste of time.

CC : That's your dad talking.

GL : Bullshit! 

CC : Bulltrue!
I know how your dad feels about you, he doesn't care about you.
Denny was the one he cared about, and don't try to tell me different.
You're just a kid, Gordie.

GL : Gee thanks, Dad.

CC : I wish to hell I was your dad.
You wouldn't be talking about taking these stupid shop courses if I was.
It's like God gave you something, man, all those stories that you can make up.
He said, "This is what we got for you. Try not to lose it".
Kids Iose everything unless there's someone there to look out for them.
If your parents are too fucked-up to do it, then maybe I should.

Kamis, 11 April 2013

24 Mei 2013

Ini tentang MELUKa dan MELUKi

Dirimu terlihat sering mengenakan topi dan kacamata hitam. Banyak yang memuji bahwa dirimu tampak menakjubkan mengenakannya. Orang-orang itu hanya tahu tentang fashion semata, mungkin saja yang menemukan kacamata hitam dan topi pertama kali adalah orang-orang yang takut terlihat, terang matahari baginya adalah musuh. Sesekali, dari jauh kau agak merunduk, seperti menyembunyikan mata dengan topi itu.

Dari dekat, kacamata itu hanya memantulkan wajahku sendiri. Kau banyak bercerita tentang kepedihan-kepedihan orang lain. Tapi saya merasainya itu adalah kesakitanmu sendiri. Kau lebih nyaman menceritakan dirimu diperankan sebagai orang lain, dengan begitu dirimu merasa tegar.

Ingin suatu waktu nanti memelukmu erat sampai saya bisa merasai kegelisahanmu juga. Pundakku siap menimang airmatamu. Kau tahu, yang membuat hidup ini terasa panjang bukanlah kegembiraan. Jadi, mari kita merayakannya dengan menangis sepuas-puasnya.

Mungkin saya salah, kau tak butuh pelukan dan menangis. Kau hanya butuh topi dan kacamata, menjadi dalang bagi cerita-cerita sedih yang kau utarakan. Lalu tiba-tiba, kisah itu adalah cuplikan dari hidupku sendiri.

Kau benar, mungkin justru sayalah yang ingin sekali bertanya padamu "bisakah aku memelukmu?"

Selasa, 11 Desember 2012

SINGER

Dia bukan makhluk hidup, tapi hanya sebuah mesin yang bernyanyi tiap kali dioperasikan, bahkan telah melewati tiga generasi di keluarga. Sampai-sampai saya pun tak bisa mendeteksi jenis/type (secara rinci) mesin jahit peninggalan alm. Pung Nenek ini. Saya sering melihat beliau menjahit, jarumnya yang naik turun secara cepat, mengaitkan benang pada kain yang disambungkan, terlihat seperti jerapah yang membungkuk sedang menjilat-jilat air.

Ketika kecil, Nenek dan Mak selalu memarahi ketika saya mencoba mengganggunya. Saya sering usil, menganggapnya mobil ; merodanya dan menyetirnya. Itu pulalah yang dilakukan ponakan-ponakanku sekarang di rumah. Dulu, saya juga suka membuka tutupan di bagian perutnya, sebuah lingkaran besi dengan corak (seperti ukiran) yang indah. Kira-kira seperti ini.....

link

Tapi sang biduan telah lelah, berkali-kali Mak berusaha memperbaikinya namun selalu gagal. Hasil jahitannya serampangan, tinggallah dia seperti sebuah tugu/patung di dekat jendela, menyambut matahari masuk ke dalam rumah.



nb : Saya menyimpan pertanyaan dari kecil, mengapa merknya SINGER (ketika itu belum belajar Bahasa Inggris). Saya berfikir SINGER itu nama sejenis hewan, apakah macan, harimau dan sejenisnya. Ternyata SINGER itu dari nama penemunya : Isaac Singer.

Senin, 02 Juli 2012

Inayah bukan maya

Beberapa hari yang lalu aku dan lili sedang menikmati sore di vihara sambil makan es cream. Dan kami tiba tiba mebicarakanmu. Karena teringat ulang tahunmu yang tidak kami ucapkan. (Tapi hebatkan kami bisa ingat).
Dan juga entah bagaimana. Aku dan mungkin Lili merasa, bahwa kau itu bukan hanya sekedar teman yang biasa. Seperti pertanyaan pertanyan di Formspring.me yang pernah kau tanyanya kan padaku. " bagaimana kau menemukanku". dan aku menjawab. "kau yang menemukanku. Inayah Mangkulla menemukan Ernisa Purba." :)


Menarikku pada sebuah masa, pertemanan bukan lah jarak, apalagi pertemuan.
Kita, sering bercerita buku, punggung, lagu lagu sendu. Dan menyuruhku pindah agama supaya mencintai The beatles.

Kita bahkan merasa mahluk alien yang berasal dari Yupiter  bukan Venus. Aku lupa kapan kita kenal. Tapi semenjak itu aku merasa aku sangat beruntung, dan berjodoh.

Kita hanya menyapa di YM, saat jaga malam kita di warnet, ah aku sering lupa waktu bagian Indonesia Tengah padamu, Kita bertukar note di Fb, dan sering, bercerita ngawur di wall.
Bahkan semenjak aku berubah begini, aku jadi tidak bisa menulis, dan berkata kata layaknya teman se alien.
Sebenarnya, aku cukup terharu, saat 2 hari yang lalu, kau memberi tag lagi untukku, aku melihat Pic mu yang... Woow!! Dan aku diam. Itu cukup.
Efek kangen dirimu. :)

Kau, selalu jadi motivasi terselubung, dalam kisah kisahku dan Lili.
Terimakasih menerima kami di semesta yang cukup luas ini.
Hingga sedikit mimpi kami, ingin menyentuhmu.

Dari : Teman Jarak Jauhmu. :)

Tentang si N: Kau Tak Butuh Bahu, Kau Hanya Butuh Bahagia

Lagi lagi, aku akan bercerita tentang si N, salah satu N dari banyak N yang menjadi puzzle hidupku di muka bumi ini. N yang puitis yang selalu bersedia menjadi Manusia Telinga bahkan sebelum aku berkata apa-apa.

Oh… N, aku tak tahu harus menyaingi puisimu seperti apa. Ketika kudapati kabar itu. Puisimu selalu kubanggakan, terlebih saat kau tetAskan airmata di setiap hurufnya. Tapi malam ini, puisimu sangat tak beraturan kata-katanya. Kau melupakan Sutardji-mu! Aku membencimu yang seperti ini!

Aku menangisimu! Menangisi betapa pilunya kisahmu, betapa merananya dirimu yang terpaksa kehilangan dua lelaki sahabatmu. Aku menangisimu, menangisi kalian yang memerankan kisah ini dengan setengah hati. Betapapun aku mencintai duka, namun lakon yang kalian perankan sungguh sangat menyakitiku!

Aku menangisimu –andai kau melihatnya– karena aku tak punya kata-kata lagi untuk kutuliskan untukmu. Aku menangisimu, dan kusodorkan bahuku padamu. Andai aku membersamaimu, tapi kau tak benar-benar membutuhkan bahuku. Katamu, kau hanya butuh bahagia.

Tapi bagaimana aku bisa membantumu untuk bahagia? Aku tahu seperti apa hidupmu. Terlebih setelah kepergian lelaki sahabatmu yang kedua ini, kau akan menjadi semakin ‘alien’, kau akan selalu memilih untuk hidup di luar angkasa daripada di dalam rumah bumimu sendiri. Lalu kau akan berkata akan lebih senang bila segera menyusul mereka. Arggh!Aku sungguh membencimu saat kau terlalu sering mengatakan itu! Aku membencimu yang seperti ini, N! karenanya aku tak tahu bagaimana membantumu untuk bahagia.

Aku tahu cerita kenanganmu yang melebihi satu dasawarsa dengannya. Satu dasawarsa! dan kau telah menjaga hatimu selama lebih dari satu dasawarsa! Kau sungguh membanggakanku! Kau menghadirkannya sebagai inspirasi di hampir semua puisi-puisimu. Kau menjadikannya ayah bagi bunga-bunga harammu.

N.., kau tak perlu berpura-pura tegar, dan aku tak perlu menghapal naskah nasehat bahwa semuanya akan baik-baik saja. Karena kau bukan anak kecil yang tidak menyadari keadaanmu sendiri. Kalau kau mau menangis, maka lakukanlah! Lakukan sampai kau lupa apa yang kau tangisi. Sampai kau lupa untuk puas menangis. Menangislah! Bila kau bertekad untuk mengiringi jejak-jejaknya dengan airmata.
Kau tak perlu memintaku untuk membantumu bahagia, karena kau tentu tahu bahwa aku tak kan tahu bagaimana caranya. Lantas mengapa kau memintaku untuk membantumu bahagia? Padahal aku sama sekali tak tahu bagaimana caranya!

Aku tak tahu bagaimana rasanya menjadi dirimu. Karenanya, kau tak kan membutuhkan petuah-petuahku, kau takkan membutuhkan nasehat-nasehatku. Maka ijinkan aku menangis saja, mengikuti tangismu. Karena aku sadar tidak kan bisa memberimu apa-apa.

Aku tak tahu bagaimana aku bisa membantumu untuk bahagia. Aku hanya punya lisan untuk berdoa, dan kau hanya akan memaksakan diri untuk terpuaskan dengan doa-doa. Aku hanya punya bahu yang bisa kau pakai untukmu menangis, tapi tidak, yang kau butuhkan adalah bahagia….

Makassar, 3 September 2009
Maafkan aku N, biarkan ALLAH yang membahagiakan kalian dengan RamadhanNYA

Selasa, 22 November 2011

Dapat UNFINISHED GOWN

Ada kiriman dari kak SHANTI YANI RAHMAN, seorang pelukis berbakat yang dimiliki Makassar. Dia mengirimnya dari tanah kelahirannya, Sorowako. Sebenarnya dia dan keluarga kecilnya telah menetap di Makassar, hanya dia baru saja dikaruniai bayi kembar.
Menurutku, hadiah yang paling berkesan dari seseorang bukanlah benda-benda yang dibeli, tapi sebuah karya yang dibuat oleh tangan sang pemberi sendiri. Terima kasih kak Shanti, kirimannya telah sampai di tanganku dengan baik wal-afiat. Sayaaa sukaaa.... dan selamat kak, telah jadi surga untuk ketiga kalinya (Zidan, Zaira dan Zaila). =)

UNFINISHED GOWN (Shanti Yani Rahman)

*Penampakan yang di belakang itu, nda' penting sekali.
Maaf, kamera paling canggih di rumah hanya kamera laptop.

Selasa, 19 April 2011

TABUNGAN RINDU (1)

Ada begitu banyak sosok terpendam dalam diri seseorang, muncul satu persatu secara pelan-pelan. Hal itu terjadi sebagai respon kita saat berkenalan atau lebih dari sekedar itu seperti sebuah kejadian kehilangan seorang yang dicintai. Jadi, jangan khawatir jika ada yang membenci, itu artinya kita telah memberi kesempatan orang itu mengenal salah satu karakternya lagi. Sikapnya tiba-tiba berubah drastis, terbawa arus akan kebenciannya, sementara usahanya untuk terlihat “baik” terabaikan, padahal itulah yang selama ini dia coba untuk perlihatkan. Hem, maaf! Mungkin ini hanya satu paragraf teori bikinan saya, entah setuju atau tidak setuju, itu terserah Anda.

Kami memang harus bertemu, tujuh tahun lalu…
Saya berkenalan dengannya saat malam terakhir ospek. Sebelum-sebelumnya, saya hanya menganggapnya calon teman kuliah yang baik. Dia mengajakku untuk ‘lari’ dari hukuman senior dengan berlama-lama di mushollah, sementara teman-teman yang mengaku sedang halangan akan disuruh mijit-mijit senior. Malam itu, dia tak bisa lari dari ketakutannya, ruangan remang sehingga mendatangkan rasa harap-harap cemas bagi maba. Malam paling tersangka, disuruh menunduk terus-menerus, seolah paling bersalah sedunia, mereka meneriakkan “Bantai saja!”. Dia menggenggam tanganku, mengalirkan ketakutannya. Saya meyakinkannya, bahwa ini hanya pura-pura, dia masih terus ketakutan sampai acaranya selesai.


Hari ke hari, kami saling menggiring satu sama lain, entah kepada kebaikan atau keusilan (semoga tak tergolong jahat sekali! :P). Selesai kuliah, kami akan berjalan dari fakultas ke pintu satu universitas. Kemana-mana kami sering sama-sama, sampai banyak yang mengira kami punya hubungan keluarga, seorang teman malah menyangka kami punya hubungan terlampau serius. Dia senang mengajakku ke kamarnya, mengenalkan dengan tetangga-tetangganya dan memperlihatkan hadiah-hadiah dari temannya lengkap dengan nilai historikalnya. Dari situ saya tahu, dia orang yang sangat menghargai teman. Sebuah boneka beruang pink menghuni tasnya kemanapun dia pergi, katanya itu hadiah dari sahabatnya. Saya sampai-sampai punya ide untuk menggelarinya Ms. BEAN. Dia punya banyak kisah yang diceritakan, bisa kukatakan dia tergolong cerewet. Saya malah diperkenalkan dengan sahabatnya yang tadi lebih banyak lewat cerita daripada bertemu langsung. Dan tanpa disengaja, saya dan sahabatnya saling mengagumi satu sama lain gara-gara dia. Heheheh…

Dia juga pernah bercerita, punya seorang sahabat namun keakraban itu telah hilang. Sahabatnya telah memilih jalan sendiri, punya pandangan sendiri soal hidup. Begitulah idealisme dengan kejam mengkotak-kotakkan kita. Membuat kita terlalu banyak hati-hati bergaul, membuat kita membangun benteng untuk melindungi diri kita dari sesuatu yang mungkin bukan bahaya. Tapi beruntunglah, saya dan dia bukan orang-orang yang suka mencari nama di organisasi, memang tidak demen. Menjadi orang yang berguna bagi banyak orang tak perlu punya muka dulu kan? Jadilah, kami tak menjadi apa-apa, sementara teman sebaya sibuk dengan organisasi, ikut lomba dan semacamnya. Kami lebih senang membincangkan hal-hal ringan, tentang seorang ‘mace’ yang lansia namun selalu mudah tersenyum, atau tentang dosen yang terlambat ngajar karena keranjingan memenuhi hobi nonton acara gossip dulu, sampai pergaulan dunia maya yang menyihir kami juga untuk segera ingin menjadi salah satu penghuninya.

Terkadang dia bercerita dengan sangat bersemangat padahal itu cerita ulangan darinya. Mungkin, karena kebiasaannya ini, kemana-mana mungkin dia merasa aneh jika pergi sendirian. Dia selalu butuh telinga untuk menumpahkan ceritanya. Beruntunglah, saya salah satunya. Selain telingamu akan kenyang akan ceritanya, kau tak perlu khawatir kelaparan walau tugasmu hanya berkata “O, iyakah?”, karena sebenarnya perutnya lebih duluan dibajak kelaparan daripada perutmu. Bercerita butuh banyak energi daripada hanya mendengar, bukan begitu? Hehehe. Kadangkala saya digiring olehnya untuk berdebat, saya lebih banyak mengalah, saya tidak tahu mengapa harus mengalah dengan tulus (bukan karena traktirannya), mungkin karena saya merasa memang pantas saya menyenangkannya. Latoh, pada kenyataannya nanti dia akan mempertanyakan lagi kemenangannya. “Betul apa yang kau bilang dulu, Nay!”. Begitulah, keadaan tak bisa diajak berdebat, kenyataan tetap jadi pemenang.

Semua keseruan itu terjadi sampai suatu malam, saya bertemu seorang laki-laki yang mengaku temannya. Saya curiga, mungkin dia telah lebih dari sekedar teman. Saya diam-diam tidak menyukai keadaan ini. Dan benar saja, jadwal kami tak sama lagi. Dia telah banyak buru-buru, saat dihubungi dia banyak menolak karena sudah punya janjian. Bisa dikatakan saya cemburu… Kami bertiga pernah bertemu malam di pinggir jalan. Mereka berdua sedang makan, sedang saya dari bergentayangan dari Biblioholic sampai mampir ke warnet, kuliah-ran malam, sendiri! Saya merasa aneh berjalan sendiri, tanpa sengaja saya merasa tergantung untuk menemani. Ada ruangan yang telah dibuat karena selalu akan diisi, dan hari ini ruangan itu serasa mubazir. Dan begitulah! Kita tak selamanya harus punya, pada akhirnya hanya ada peng’rela’an, melepaskan! Ya, dan benar terjadi pada hubungan mereka jugas, dia melepaskan diri dari hubungan itu. Setengah mati saya membujuknya untuk berhenti merasa bersalah, tapi dunia tetap dijadikan sebagai musuhnya. Saya lumayan membenci lelaki yang telah membuat teman saya hilang, dan celakanya tak berhasil mengembalikannya seperti dulu.

Tapi, tidak. Itu setahun yang lalu. Sekarang dia sedang menjalani proses penyembuhan. Tiap malam begadang mengisi pikirannya dengan membaca buku-buku teori , melanjutkan kuliahnya sebagai pelaksanaan misinya yang lebih penting :: menyelamatkan dunia! Hahahah… Saya hanya mendo’akan semoga dunia bisa membalasmu sebaik-baiknya imbalan. Saya tak bisa mentraktirmu (mengenalkanmu-lah :P)seorang lelaki yang bisa membuatmu mengecek lagi list-list pasangan idaman di dalam hatimu. Saya hanya mengulurkan harap kepada DIA, yang tahu yang terbaik, karena… saya hanya temanmu!

Hem, semoga kereta api kata-kata ini tak mengganggu malam khusyukmu dengan si DJ. Pesanku “Jaga baik-baik nama ‘negeri’ Makassar di luar negeri, Nak!”

Rabu, 11 November 2009

Kepada Nd, Perempuan Senja


Baik, aku menjawab pertanyaanmu yang terlampir di sebuah pesan yang mampir di hpku. "Ya, kau penting!". Kau yang paling penting bagiku saat ini! Saya mengandaikan Facebook atau jejaring sosial lainnya yang selalu mempertanyakan apa yang kita pikirkan. Seperti itulah bagiku, meski kau tidak bertanya seperti itu tapi saya merasa perlu untuk mengupdate 'status'ku padamu. Puas?

Heheheh.. Terima kasih telah berusaha mendalamiku walau sudah ada lampu kuning dari dua teman tentang pertemanan kita. Saya sudah terlatih menjadi 'jiwa tersangka' jadi jangan khawatir! Saya tak akan membela diri, saya meyakini bahwa saya memang patut dihati-hatikan (mungkin, saya dipandang kurang 'hati' sampai-sampai kata 'hati' harus diulang jika mengarah ke saya!). Bukankah dulu kuperingatkan, saat pertama kali kita bertukar kisah. "Jangan terlalu percaya padaku!". Mengapa hanya pada awal? Yah, karena jika sudah terlanjur, 'hati' itu sudah jadi bubur, seperti yang kau alami sekarang kan? Jadi nikmati saja!

Alien itu sebenarnya banyak ragam, beda 'bahasa' tapi semengerti. Dan saya tahu, kau bukan bagian dari kami tapi kau sendiri yang telah menjerumuskan dirimu ke tengah-tengah dunia kami yang tak biasa. Saya beruntung! Sedikit orang-orang sepertimu, saya dapat satu dari 'sedikit' itu. Kebanyakan orang menganggap 'konyol' kemauan-kemauan kami, bahkan ada yang memutuskan untuk lebih baik diam jika diam itu bisa lebih membahagiakan sekitarnya dengan cara meniadakan dirinya, menjadi tak eksis walau wujudnya ada. Jadi saat ada kesempatan untuk eksis, yaitu ke dirimu, mengapa harus kuabaikan? Jadi percayalah, kau penting!

Oh ya, katamu si N0l itu alien juga. Saya rasa tidak, lebih tepatnya hanya 'menyeolahkan' dirinya alien. Istilah lainnya 'sok alien'. Keluarganya mendukungnya, dia juga lihai mengeksploitasi kebaikan teman-temannya. Lingkungan memberikannya kesempatan untuk populer, jadi dia tak perlu merasa terpenjara untuk mengungkapkan yang diinginkannya. Gagasannya tidak jarang berhasil sampai ke sasaran masing-masing. Terang saja demikian, dia diberi kecerdasan yang bisa dikategorikan brilian. Pikiran orang-orang yang mendengarkannya berbicara dibuatnya mencengang saat dia sesekali memanfaatkan istilah-istilah ilmiah nan intelek, yang tak terumus oleh otak berpengalaman dangkal. Begitulah wajah-wajah yang kutangkap saat diskusi-diskusi mempopulerkan namanya. Kalau tidak, mana mungkin kau rela menitipkan sebagian hatimu ke ujung sepatunya agar bisa terus berdetak, melangkah menemuimu... Ya kan?

Astaga! Pikiran ini terlalu bersemangat sehingga surat terima kasih ini terlampau jauh bercerita. Bagaimana tidak, mengingatmu malah menyeretku membayangkannya juga! Memoriku tentangmu lebih banyak malah menjadi jatahnya. Baiklah, kita kembali ka jalur...

Seperti biasa, setelah ucapan terima kasih atas penghargaan yang telah diberi, maka seperti biasa, topik berikutnya adalah 'maaf'. Telah kubuat kau menangis dengan kisahku, telah kau sayat hatiku dengan dongeng hidupmu, maka mohon maaf 'batin' dan/dengan 'batin' atas segala tetes yang sudah turun dari mata...


Dari

-NY-






Selasa, 21 Oktober 2008

MANIS 101008

“.… Tidak usahmi fikir biaya”, begitu ujung sebuah pesan yang mampir di hpku sehari sebelumnya. Saya merasa tak tahu diri, belum terlalu kenal tapi sudah merepotkan. Hanya ucapan ‘terima kasih’ dengan bunyi ‘i’ yang panjang mencoba lebih menghargai bantuantak…. Malah kita kasihkak lagi senyum, kubalas sekedarnya karena sadar senyumku tak begitu indah jika disandingkan dengan senyumtak….
Di
pete’-pete’, gak berhentikak tersenyum, bukan karena mengingat kita tapi karena bibirku belum merasa ckup untuk membalas senyumtak yang tadi ---sampe-sampe ku lupaywi uang kembalian billingku tadi Rp 2.000, seolah senyumtak sudah cukup bagiku lebih dari sekedar kembalian. Heheheh!

Seandainya kita perempuan, akan kupujakik :


Di rumahku yang telah lama tak terjamah, bertumbuh bermacam-macam sarang laba-laba. Kan kutunggu hujan yang rela singgah di benang-benangnya yang
Di mengayun lemah. Tetesan hujan itu melingkar membentuk kalung mutiara bening yang elok nan ajaib. Cahaya lampu biasa akan menjelma menjadi sinar bintang pujaan jika dilihat dari dalam kebeningannya. Ingin kubekukan dan kulingkarkan di lehermu.
Bukan…, bukan untuk mengalahkan indahnya senyummu karena sesungguhnya senyummu adalah gula dan kalung itu cahaya. Sinarnya akan berpendar memperjelas senyum malu-malutak selama ini terhadap kebanyakan orang. Supaya semua orang tahu, kita memang manis….

Huekz…, gombal!






Jumat, 15 Agustus 2008

UNTUK MATAHARI



Umur sembilan puluh tahun tak jauh beda dari usia sembilan bulan bagi manusia. Kewalahan mencerna makanan biasa, tak ada lagi gigi yang memagari di saat kau tersenyum. Kulit kian menipis menampakkan pipa-pipa kecil saluran darah. Begitupun dengan acara mandi, saya menikmati saat membantumu menggosok punggungmu. Saya serasa bermain dengan seorang bocah waktu membuatkan busa di rambutmu yang kian menipis.
Mungkin karena sudah semakin kurang hal yang kuasa kau lakukan sehingga kau menjadi makhluk yang paling mengandalkan suara. Begitu banyak mutiara keluar dari bibirmu. Mutiara-mutiara yang sudah kau kumpulkan sepanjang usiamu. Yah, tiba saatnya kau menjadi matahari.
Bukan matahari yang berputar, justru planet-planet inilah yang mengelilingi matahari. Matahari hanya cukup berbaring di tempat tidur. Kami yang akan mengelilinginya agar kami dapat pantulan cahayamu. Cahaya yang akan kami simpan baik-baik dalam kotak hati kami. Hingga suatu saat engkau akan lebih dirindukan Sang Pencipta, maka cahaya itu akan tetap ada, menerangi kami sepanjang hidup.
Memang tepat sekali Ambo’mu menganugerahkan nama Matahari kepadamu, meski orang-orang memotongnya saat menyebut dan memanggil namamu menjadi Pu Tahi’.

Dari salah seorang planetmu…



NB :
Ambo : ayah.
Pu (Pung) : panggilan untuk orang yang lebih tua.






Senin, 16 Juni 2008

UNTUK AL-MUZAMMIL

Rembulan di malam hari
Lelaki diam seribu kata
Hanya memandang hatinya luka
Hatinya luka
Udara terasa berat
Karena asmara sesakan dada
Ketika cinta terbentur dinding
Bukalah pintu hatimu
Yang selalu membeku
Agar kulihat lagi rembulan di wajahmu
Jangan sembunyikan hatimu padaku
Lelaki dan rembulan
Bersatu di malam
Angin sepoi-sepoi

LELAKI DAN REMBULAN oleh Franky & Jane, diciptakan oleh Franky S.
Lagu ini familiar saat saya masih duduk di bangku SD. Bagiku lagu ini biasa saja waktu itu, latoh jamannya kita lebih suka TRIO KWEK-KWEK dan sebagainya… Justru saya lebih menyukai lagu PERJALANAN setelah disenandungkan ulang oleh Patty. Saya senang menikmati sentuhan etnik pada pembuka lagunya…
Tapi dua tahun terakhir, saya selalu rindu mendengarnya…
Saya bisa mendekati perasaan pedih seorang laki-laki yang mencintai rembulan, namun tak bisa menggapainya. Hanya bisa memandangnya…
Lagu ini mengingatkanku pada seorang teman yang mencintai rembulan. Syairnya (mungkin) mendekati lukisan hatinya. Dia begitu mencintai rembulan, mungkin saja sekarang sedang mencari perempuan. Tak ada rembulan di wajahnya, tapi rembulan lebih indah jika dilihat dari matanya…
Mil…, lama kita tak berbincang tentang calon-calon rembulanmu. Maaf, tak belum ada puisi terangkai untukmu. Maafkan musuhmu ini, adakah keretapi kata-kata buatku?






Jumat, 02 Mei 2008

BUAT PUTrisiPUT

Tak mampu melepasnya walau sudah tak ada
Batinmu tetap merasa masih memilikinya
Rasa kehilangan hanya akan ada
bila kau pernah merasa memilikinya…
Pernahkah kau mengira kalau dia kan sirna
walau kau tak percaya dengan sepenuh jiwa
Rasa kehilangan hanya akan ada
bila kau pernah merasa memilikinya…
Kupastikan kau bertanya lagi : “Siapa puisi itu, Dak? Tulisanmu?”. Hahaha, tenang! Sekarang saya ternyata masih belum bisa melompati kelihaianmu bermain kata-kata. Dasar kamu! Banyakan lagu luar sih… Itu lagunya Letto judulnya Memiliki Kehilangan. Memang tidak terlalu hits. Tapi bagiku cukup dalam. Hahaha dasar penjahat kata. Mana bisa jadi penulis handal kalau dengar musik terus. Banyak penulis yang memvonis bahwa musik bisa membuat menjadi malas menulis. Bahkan ada seorang teman berkata musik dapat membutakan hati… au ah…, Ternyata kita berdua masih gila musik. Kalau katanya Fadly Padi : ‘Music is My Soul!’ wow, yeah!
“Rasa kehilangan hanya akan ada, bila kau pernah merasa memilikinya”. Jadi jika kau menyukai sesuatu, maka jangan terlebih memilikinya. Saya pernah merasakannya, empat tahun yang lalu. Saya bangga memiliki seorang Bapak, tapi bisa mengalahkan rasa pedih saat dia pergi. Sekarang saya berfikir ingin menjadi pihak yang pergi daripada ditinggal.
Jika seseorang bercerita kepadaku tentang seseorang yang dia miliki, maka saya diam-diam dalam hati ‘sedikit’ mengasihaninya. Maka, maaf jika kau bercerita tentang Malaikat Tukang Ketawamu saya tidak terlalu meledak-ledak untuk tahu tentang dirinya. Saya mau berperang dengannya. Dialah yang merampas Putri Siput dari pangerannya.
Maka… jangan pernah berfikir tentang kepemilikan, tapi bayangkanlah mengenai kehilangan.
Ci…, milikilah saya!

Pangeran Badak