Apa yang kita dapatkan dengan hanya saling mendoakan? Apa yang kita dapatkan dengan saling merelakan? Kau masih terluka, dan aku sakit dengan keadaan itu.
Aku menyukaimu. Tak pernah kutemui orang sebaik dirimu, kau mendengar semua masalahku, dan membiarkan dirimu hanya sebuah misteri. Kau terlalu baik, kamu jahat! Kau biarkan aku menanggung beban rasa berhutang padamu.
Kau sering meminta maaf, dengan segera kumaafkan karena kutahu kau juga memaafkan semua khilafku, kita impas begitu saja, setelahnya tak ada lagi. Kau tidak punya lagi masalah denganku, tapi rasanya begitu hampa, seperti perpisahan tanpa harus mengucapkan "selamat tinggal". Rasa-rasanya dibenci olehmu lebih baik daripada harus menjalani keadaan seperti ini.
Mungkin kau merasa aku hampir tidak pernah menanyakan kabarmu, atau mungkin sama sekali kau tak memikirkanku. Kuberitahu kepadamu, diam itu berbeda dengan tidak berbuat apa-apa. Seseorang yang jarang menyapamu ini, justru orang yang paling mengkhawatirkanmu. Lalu dia, pergi kemana? Yang telah merubahmu seperti dia ; tumpul, tuli, buta, dangkal.
Seperti katamu, jarak memang membuat tuli dan buta. Jadi itu maksudmu menjauh? Mengapa kau gampang sekali menyalahkan jarak? Mengapa dengan mudahnya kau bisa berlindung di balik "jarak" itu? Tapi kali ini aku bisa membantahmu, jarak menajamkan insting dan perasaanku, sia-sia saja kau menjauh menyembunyikan sakitmu.
Aku sangat tahu kau sakit, mungkin bagimu bukanlah aku yang bertanggung jawab. Tapi kumohon beri celah sedikit untukku agar bisa menjengukmu. Mungkin benar, aku bukan obat, tapi justru dengan begitu akupun ikut terluka, kau tak mengijinkanku sembuh.
Tak adakah yang bisa kita lakukan lebih dari semua ini? Mengapa kita masih berharap bahwa kita masing-masing bisa bahagia? Nasib belum mau melepaskanmu sebagai mainannya, yah, mungkin akupun suatu hari harus ditampar oleh takdir, bahwa luka itu sudah lama sembuh oleh waktu, aku saja yang selalu dan terlanjur meraung-raung, lupa berhenti, lebih tepatnya tak mau berhenti.