Salah satu ingatan yang mengekang, itulah rindu. Pada masa waktu puncak-puncaknya dijajah oleh skripsi, maunya sms teman yang sama-sama mengurus skripsi malah sering kesasar smsku ke nomornya SIPUT. Begitulah, stres dan kangen sedang kompak mengacaukan saya saat itu. Bahkan pada sebuah kesempatan ada sms dari temannya sepupu minta nomor sepupu saya yang baru.
k OLLI : dek, minta nomornya kDAUS yang baru!
Saya : 081234567890, itu nomornya kDAUS yang baru.
Selang beberapa menit, ada sms dari orang lain, seorang teman yang lama tidak berjumpa.
DAYA : kita kenal OLLI?
Saya : iyya saya kenal, temannya sepupuku tapi tidak terlalu akrab sih. ada bukunya baru terbit.
DAYA : itumi. kenapa dia sms saya bilang ada buku beng mau dikasihkan ma saya.
Saya : o, ada kapang temanta yang kasihkan nomorta sama dia, kan sama-samaki penulis to!
Ada orang yang tak menyadari keteledorannya. Kemudian ada sms lagi.
kOLLI : dek, nomor yang kita kasihka namanya DAYA, saya telpon tadi. bukan nomornya kDAUS.
Saya : oh iyyakah? Saya kirim ulang pale 085678901234. betulmi itu, sori yang tadi k.
Setelah melihat ulang sms-sms tadi, baru saya menyadari bahwa letak kesalahan ini ada pada saya.
Saya : minta maafka, saya yang error, saya kasihkan nomorta padahal itu tadi OLLI minta nomornya sepupuku. namata dan sepupuku sama-sama berawalan huruf D, DAUS dan DAYA.
DAYA : matimijah. ahahahah!
Begitulah, rindu membuat kita kehilangan awas. Kita sibuk mengingat seseorang yang tidak ada di depan kita, kita khawatir dilupakan. Zaman digital begini, memang ada teknologi yang bisa mempertemukan. Namun secanggih-canggihnya teknologi dia tetap tidak akan mempunyai hati, terkadang malah teknologi itulah yang membuat tembok di antara kita.
Saya betah berhp poliponik walau zamannya BlackBerry, yang sudah menggeser sedikit demi sedikit fungsi komputer jinjing. BlackBerry mendekati komputer genggam buat saya, bisa internet dan online di berbagai macam social media. Mereka aktif saling menyahut di sana, berbagi lelucon-lelucon baru dan tertawa-tawa walau dengan tulisan ‘hahahahaha’ atau ‘ngakak guling-guling’ sebagai luapan ekspresi walau tak sebenarnya tak demikian adanya.
Sedangkan saya dan teman saya, telah kehabisan bahan lelucon. Pintu berikutnya tersisa hal-hal serius saja. Saya tahu, serius itu kaku, hubungan yang kaku tak akan bertahan lama. Di dunia maya sana, bahan-bahan lelucon selalu terbaharu dengan alami, kadaluarsa sebuah lelucon maka akan datang seseorang untuk menambal karung lelucon itu sehingga stok kelucuan itu baru dan baru lagi.
Baiklah, teknologi hanya pintu, kau sudah lelah membukanya, kau ingin menutupnya tapi kau khawatir dia akan datang lagi mengetuk pintumu. Kau sudah lupa, bagaimana cara dia mengetuk pintumu agar kau mudah mengenalinya. Kemudian, kau telah asik sibuk merindukannya tanpa perlu lagi kehadirannya.
Itu bukan lupa, itu ‘terlalu’ ingat. Dan... itu menyedihkan!
nb : OLLI, DAYA, dan DAUS, ketiganya bukan nama sebenarnya.