Kau mungkin telah berulangkali mengeluhkan dalam hati sakit dadamu, tapi hanya aku yang ingat bagaimana tangan kirimu bergerak dan menempelkannya di dada kananmu. Tak lama kemudian, kau menyulut rokok lagi, menghembuskan asapnya, wajahmu yang berusaha keras melepas perih hilang di telan asap.
Mungkin ini terakhir kali kita bertemu, bukan karena saya tak menyukaimu tapi karena saya tahu kau mudah mengabaikan. Ada sebuah sapu tangan biasanya kupakai untuk melap keringat ketika gugup, tapi tidak kali ini. Sapu tangan itulah keberuntunganku, yang menyimpan bau asap rokokmu walau tak bertahan lama.
Ah, ingatan, tak selamanya berharga. Sial, aku ingin menikah denganmu. Menikah dengan otakmu, dengan kecerdasanmu, tapi tidak dengan kesombonganmu, hatimu pasti tak merestuinya.
*habis nonton ulang 50/50 tadi malam.
50 dibagi 50, hasilnya 1 keraguan :p