*Film ini baru tayang di makassar sejak dua atau tiga hari yang lalu.
Riggan : You risk nothing! Nothing! Nothing! Nothing! I'm a fucking actor! This play cost me everything... So I tell you what, you take this fucked malicious cowardly shitty written review and you shove that right the fuck up your wrinkly tight ass.
Tabitha : You're no actor, you're a celebrity. Let's be clear on that. I'm gonna kill your play.
Saya selalu percaya, bekerja di teater dengan penonton yang menyaksikan langsung di depan mata lebih sulit ketimbang menjadi pemain dan kru film. Di dunia cinema, kita bisa memotong adegan yang tak diperlukan atau mengulang kembali adegan yang dirasa salah atau kurang greget, ini yang tak dapat dilakukan di atas panggung, tak ada cut dan pengulangan.
Riggan adalah aktor senior yang selalu gelisah akan karirnya, masih bisakah dia mempertahankan kepopulerannya sebagai penggiat seni peran. Dia mencoba melepaskan karakter Birdman dari dirinya, karakter yang melambungkan namanya di dunia perfilman. Hari demi hari berjalan mendekati hari H, kecemasannya semakin menjadi-jadi, khawatir akan penampilannya tidak akan memuaskan penonton.
Film ini menyuguhkan gaya bercerita baru, disertai dialog-dialog keren tak lupa pula gambar-gambar yang dihadapkan ke penonton film seolah-olah bukan tangkapan kamera, tapi seperti halnya pergerakan alami bola mata manusia memandang. Kita sering kali ditempatkan seperti sosok yang berjalan di belakang aktor yang berjalan di lorong sempit menuju ruang-ruang ganti para aktor.
Putrinya yang terjerat narkoba, perceraian yang sepertinya dia baru dia sesalkan, aktor pendatang baru yang punya kemungkinan untuk menggeser nama besarnya, belum lagi beban akan penampilannya serta perlawanan dari suara-suara yang berasal dari dirinya sendiri, acungan jempol buat instrumen drum yang mengiring hampir sepanjang film yang berhasil menambah semrawut suasana cerita.